Jadi karyawan MR DIY tidak semudah yang terlihat.
Dulu, di TV pernah ada sebuah program berjudul Jika Aku Menjadi. Formatnya mirip variety show plus dokumenter ringan, di mana host-nya akan mencoba menjalani profesi tertentu selama sehari penuh. Mulai dari guru TK, petani garam, sampai pemulung, semuanya pernah dijajal. Sayangnya, program ini sudah lama berhenti tayang.
Seandainya Jika Aku Menjadi masih ada, saya punya satu usulan profesi yang menurut saya bakal seru kalau masuk ke program ini. Yaitu, karyawan MR DIY. Bayangkan chaos-nya, lucunya, sekaligus lika-liku jadi karyawan MR DIY yang saya yakin nggak banyak orang tahu.
Nah, berhubung program Jika Aku Menjadi ini sudah tidak ada, mari kita bayangkan “Jika Aku Menjadi: Karyawan MR DIY” ala-ala kita sendiri. Eits, tulisan ini dibuat bukan untuk menertawakan profesinya, ya. Tapi, untuk melihat sisi unik profesi tersebut. Karena bisa jadi, orang mengira jadi karyawan MR DIY itu ya seperti karyawan toko pada umumnya. Padahal? Belum tentu.
Stres di awal karena harus menghafal barang
Menjadi karyawan MR DIY berarti harus siap menghafal barang-barang yang jumlahnya sejagad raya itu. Ada baut, nampan, jepit, lem tembak, sampai barang-barang yang kita sendiri selama hidup belum pernah lihat.
Belum selesai dengan nama barang, karyawan MR DIY juga harus hafal posisi barang. Pasalnya, pelanggan MR DIY ini pasti ada saja yang malas cari sendiri dan lebih senang bertanya, “Kak, sapu ijuk ada di mana?”, “Kak stiker yang bisa nyala ada?”, “Kak…?”
Semua pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab dalam hitungan detik, tanpa keraguan, supaya tidak dikira anak magang. Sanggup? Saya sih nyerah.
Karyawan MR DIY mendadak jadi estetik
Saking seringnya melihat printilan-printilan home décor yang lucu-lucu, bukan tidak mungkin jadi karyawan MR DIY bisa membangkitkan jiwa estetika seseorang. Gara-gara tiap hari lihat storage box warna pastel, rak kayu minimalis, lampu gemas, dan tanaman hias boongan yang cantik banget, perlahan mata jadi terlatih membedakan mana dekor yang Pinterest banget dan mana yang bukan.
Bukan hanya itu saja. Yang tadinya nggak peduli dekor kamar, lama-lama jadi ikut keracunan make over ruangan. Efek sampingnya? Dompet bisa menipis. Karyawan MR DIY bukan cuma hafal rak barang, tapi juga hafal mana barang yang layak dibawa pulang tiap gajian. Awalnya sih cuma beli satu item, lama-lama kamar udah seperti showroom MR DIY saja.
Dihantui jingle MR DIY sampai kebawa mimpi
Tau kan kalau di MR DIY itu jinglenya cuma berhenti kalau toko tutup? Nah, bayangkan kamu jadi karyawan MR DIY. Bayangkan 8 jam dalam sehari, 6 hari dalam seminggu, telinga kamu mendengar jingle MR DIY. Budeg sih nggak, ya. Kalau dihantui jingle sampai kebawa mimpi? Mungkin saja.
Minimal, di awal-awal jadi karyawan MR DIY, kepala pasti jadi penuh gara-gara jingle yang muter terus-terusan tanpa jeda. Buat yang punya bakat cemas, bisa-bisa asam lambung jadi ikutan naik karenanya.
Ya memang sih, lama-lama akan terbiasa juga. Saking terbiasanya, jingle itu nggak cuma terdengar di toko saja, tapi menetap ke dalam kepala. Lagi makan bakso, nyapu, mandi, jalan kaki, aktivitas apapun bisa tiba-tiba terngiang-ngiang jingle MR DIY dan nggak sengaja nyanyi. Bahkan kalau nanti resign pun, kemungkinan besar refreinnya tetap meempel. Dengar kata “DIY” sedikit saja, auto humming.
Tiba-tiba jadi tukang jastip
Begitu keluarga, teman, dan tetangga tau kalau kamu kerja di MR DIY, hidupmu langsung berubah. Mendadak, jadi banyak yang titip dibelikan printilan yang dijual di MR DIY. Ada yang titip rak besi, tatakan gelas, sampai boneka buat kado ulang tahun.
Minimal, WA mulai rame dengan pesan klasik yang mempertanyakan ketersediaan barang di MR DIY. “Eh, di MR DIY ada kotak tisu bentuk semangka, nggak ya? Tapi semangkanya yang warna kuning, jangan merah. Ada nggak ya?”
Makin ribet ketika pertanyaannya lanjut ke soal harga. Kalau dijawab jujur “nggak tahu” atau “nggak hafal”, atau menyarankan mereka untuk datang langsung ke toko, responnya bikin naik darah: “Masa karyawan MR DIY nggak hafal harga?” Alamak!
Skill pertukangan naik
Saking seringnya melihat peralatan tukang di toko, karyawan MR DIY pasti bisa membedakan mana obeng mana kunci L, mana tang lancip mana tang potong. Bahkan, mana lem tembak yang bagus dan mana yang cuma modal warna doang. Hal-hal yang dulu kedengaran asing, lama-lama malah jadi ilmu yang menempel di kepala.
Nggak cuma nama alat-alat pertukangan saja. Tapi, skill pertukangan pun mendadak naik level. Tiba-tiba jadi bisa memasang bracket TV tanpa nanya tukang, sampai ngakal-ngakalin rak yang kakinya goyang biar kembali stabil. Dengan kata lain, hal-hal yang dulu terasa sebagai urusan bapak-bapak. Ehhh, malah sekarang malah jadi keahlian baru yang bikin kamu merasa berguna sebagai manusia.
See? Ternyata jadi karyawan MR DIY itu nggak melulu soal melayani pelanggan saja. Ada banyak lika-liku yang terjadi dibalik profesi ini. Dan, siapa tahu, setelah membaca ini, kita jadi lebih menghargai betapa kompleksnya kerja di balik toko serba-ada tersebut.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















