5 Hal Konyol yang Bisa Kalian Temukan di Jalanan Kota Surabaya

5 Hal Konyol yang Bisa Kalian Temukan di Jalanan Kota Surabaya Terminal Mojok.co

5 Hal Konyol yang Bisa Kalian Temukan di Jalanan Kota Surabaya (Shutterstock.com)

Surabaya boleh berbangga punya banyak taman, jalan yang lebar, dan deretan pohon rindang. Namun, kota ini harus menangisi dirinya sendiri karena banyaknya jalan berlubang dan kemacetan. Tak perlu menunggu ada hajatan besar atau demo untuk membuat jalanan di Kota Surabaya macet. Satu mobil parkir ngawur di bahu jalan sudah cukup membuat puluhan kendaraan di belakangnya susah berjalan.

Sayangnya, masih ada orang yang tidak mau mengakui kalau Kota Surabaya itu memang macet dan pengaturan transportasi publiknya awut-awutan. Masih ingat, kan, bagaimana Dishub Surabaya justru mempertanyakan metode penelitian yang dilakukan oleh Global Traffic ketika menyatakan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia mengalahkan Jakarta?

Kenapa, sih, susah banget menerima kritikan? Kalau fakta lapangannya memang macet, kenapa nggak diterima saja lalu dicarikan solusi bersama? Saya kadang bertanya-tanya, apakah para pejabat di Kota Pahlawan tidak pernah keluar ruma? Sampai-sampai, mereka nggak merasa kalau kota yang ditinggalinya mengalami kepadatan lalu lintas pada level yang mengganggu. Belum lagi, ini berpotensi menyebabkan stres berkepanjangan.

Hal yang membuat situasinya makin menyebalkan, alih-alih memberikan solusi tepat untuk mengurangi kemacetan, mereka malah mempromosikan hal konyol, untuk tidak menyebutnya bodoh. Sekarang coba pikir, pemimpin mana yang dengan entengnya mengajak warganya untuk “caps naik motor” agar terhindar dari kemacetan? Lha Bapak ini sebenarnya pejabat publik atau sales Yamaha? Meskipun nggak sebut nama, tapi warga Surabaya tentu paham siapa yang sedang kita bicarakan.

Hal tersebut hanya sedikit contoh kekonyolan berpikir yang bisa kita temui di Surabaya. Selain itu, masih ada hal-hal konyol lain yang bisa kalian jumpai di jalanan Kota Pahlawan.

#1 Membangun palang pintu rel kereta api setelah banyak warga yang mati

Sedia payung sebelum hujan adalah pepatah yang tidak berlaku di jalanan Surabaya, terutama di perlintasan rel kereta apinya. Ada banyak perlintasan kereta api yang tidak memiliki palang pintu dan hanya dijaga oleh relawan. Baru-baru ini, di dekat tempat tinggal saya, darah Kebonsari, terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api yang menewaskan tiga orang. Penyebabnya karena area tersebut tidak memiliki palang pintu kereta api dan tidak ada bunyi sirine yang biasanya digunakan sebagai pertanda kalau ada kereta yang akan lewat.

Perlintasan kereta api tanpa palang pintu (Shutterstock.com)

Kejadian seperti itu tidak hanya terjadi satu dua kali, tapi berulang kali. Sebelumnya, tak jauh dari lokasi tersebut, di perlintasan rel kereta api Pagesangan, dekat Masjid Agung Surabaya, juga terjadi kecelakaan mobil vs kereta yang menewaskan satu keluarga. Penyebabnya kurang lebih sama, tidak ada bunyi sirine yang bisa dijadikan pertanda kalau ada kereta yang akan lewat dan palang pintu di perlintasan keretanya di operasikan manual oleh seorang relawan.

Konyolnya lagi, setiap kali ada kasus kecelakaan di perlintasan kereta api, pihak Dishub Kota Surabaya sering kali saling lempar wewenang dengan PT KAI terkait siapa yang harus menyediakan fasilitas pos maupun palang pintu perlintasan kereta api. Padahal, jika merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, palang pintu bukan tanggung jawab PT KAI melainkan pemerintah daerah setempat. Hal ini menjadi makin ngelawak lagi, saat salah satu pejabat penting di Kota Surabaya memberikan statment di media jika blio nggak tahu kalau perlintasan kereta api adalah wewenang Pemkot. Sabar, nggak boleh marah, Rek.

Kabarnya sih, wakil wali Kota Surabaya telah mendata daerah mana saja di Surabaya yang tidak memiliki palang pintu perlintasan kereta api dan akan segera membangun fasilitas yang diperlukan. Meskipun tindakan ini sebenarnya terlambat, tapi kita wajib bersyukur, setidaknya lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Hmmm.

#2 Mencoba memperbaiki jalan, hasilnya aspal tembelan yang membahayakan pengendara jalan

Jika membaca PERWALI Surabaya 2020, memang tidak ada program untuk membuat atau membangun jalan raya di Surabaya, adanya hanya maintenance. Masalahnya, banyak jalan raya di Surabaya setelah di maintenance, aspalnya justru tidak rata. Hal ini terjadi karena setiap ada jalan yang rusak atau berlubang, hanya ditambal doang dan hasil tambalannya itu buruk. Ini malah menyebabkan aspal yang bertumpuk, mirip-mirip kue lapis. Padahal, jalan tidak rata itu membahayakan pengendara, lho.

Aspal rusak dan cuma ditembel (Shutterstock.com)

Jika ingin membuktikan jalan tidak rata di Surabaya secara langsung, silakan datang ke Jalan Jemursari, Jalan di Sekitar Tugu Pahlawan, dan Jalan raya di Margomulyo arah Tambak Osowilangun. Tiga jalan tersebut hanya sedikit contoh jalan tidak rata yang ada di Surabaya.

#3 Lampu merah merangkap fungsinya untuk iklan layanan masyarakat

Di kota kami, jika kalian berhenti di lampu merah, akan ada speaker yang siap menghibur telingamu dengan lantunan indah suara wali Kota Surabaya. Bukan, blio tidak sedang bernyanyi untuk menghibur warganya, tapi memberikan informasi. Sependek ingatan saya, speaker tersebut awalnya dibuat Polrestabes Surabaya untuk program Pesan Suara yang diberi nama Traffic Announcer Point System (TAPS), gunanya untuk memberikan imbauan Kamseltibcar (Keamanan, Keselamatan, Ketertiban dan Kelancaran) secara otomatis kepada pengguna jalan pada waktu lampu merah menyala.

Masalahnya, sejak maraknya Covid-19 hingga hari ini, imbauan yang sering terdengar di traffic light bukan lagi tentang lalu lintas. Ada soal pentingnya pakai masker, status covid di Surabaya mulai dari level empat sampai level satu, informasi soal Surabaya bebas stunting, dan masih banyak lagi. Sepertinya, pada 2024 nanti, bisa tuh, KPU Kota Surabaya ikutan isi suara di situ, melaporkan hasil PEMILU di setiap TPS terdekat. Hehehe.

Saya bukannya nggak suka, sebagai rakyat jelata kita mah ikut bagaimana baiknya menurut Pemrintah saja. Tapi, kalau boleh saran, apa nggak sebaiknya yang ngisi iklan layanan masyarakat adalah voice talent dan ditulis oleh copywriter profesional saja. Syukur-syukur jika informasi yang disampaikan jauh dari unsur politik pencitraan.

#4 Melebarkan jalan untuk memanjakan kendaraan pribadi

Sebagai warga, kita semua tentu suka sekali memiliki jalan raya yang lebar dengan banyak lajur. Harapannya jalan Kota Pahlawan bisa terhindar dari kemacetan. Masalahnya, konsep pelebaran jalan untuk mengurangi kemacetan terlihat konyol ketika tidak digunakan untuk membuat jalur khusus bus. Pasalnya, tanpa membuat jalur khusus bus agar masyarakat Surabaya mau berpindah dari transportasi pribadi ke transportasi publik, maka usaha Pemkot untuk melebarkan jalan akan sia-sia belaka. Sebabnya sederhana, pelebaran jalan raya beriringan dengan pesatnya pembelian motor dan mobil pribadi.

Jika jalan raya terus dilebarkan tanpa solusi transportasi umum yang memadai, kelihatannya pelebaran tersebut justru dibuat agar masyarakat Surabaya tergantung dengan kendaraan pribadi. Surabaya harus menyudahi pembangunan jalan atau pelebaran jalan yang kesannya dibuat untuk bermegah-megahan, doang. Sudah waktunya melebarkan jalan untuk solusi jangka panjang.

#5 Trotoar digunakan untuk pengendara motor

Terakhir, ini soal attitude berkendara di jalan raya Kota Surabaya, sih. Banyak orang di kota ini melakukan akrobat agar bisa lolos dari kemacetan jalan raya dengan cara mengendarai motor di atas trotoar. Saya tahu, kalian ingin cepat sampai rumah, tapi nggak begitu juga konsepnya, Rek. Trotoar kan fungsinya untuk pejalan kaki, bukan pengendara motor. Next time, tolong kurang-kurangin sikap ngawur begitu, ya.

Tak perlu estetik, yang penting trotoarnya berguna seperti selayaknya (Shutterstock.com)

Itulah lima hal konyol yang akan kalian temui di jalanan Kota Surabaya. Selain kelima hal tersebut, tentu saja ada berbagai kekonyolan lain, seperti membuat pedestrian Instagram-able yang justru tak digunakan warga untuk jalan kaki. Trotoar eye catching itu soal kedua, hal pertama yang harusnya dilakukan adalah memperbanyak jumlah trotoar sesuai fungsinya. Setelah itu, silakan saja, bebas kalau mau bangun trotoar dengan hiasan kembang tujuh rupa, atau apa pun itu.

Kalau ada yang protes, “Sambat ae, Surabaya nggak melulu soal transportasi buruk.” Iya, memang ada banyak hal positif yang terjadi di kota yang kita cintai ini, tapi, yang baik-baik kan tak perlu dibicarakan lagi karena sudah diinformasikan di setiap lampu merah. Upz, canda lampu!

Penulis: Tiara Uci
Editor: Audian Laili

BACA JUGA 5 Bukti Nyata kalau Surabaya Adalah Sarangnya Crazy Rich

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version