Ada yang tau ciri khas warung coto di tanah kelahirannya, Makassar, nggak?
Bicara soal kuliner, selalu ada saja hal yang menarik untuk dibahas, tak terkecuali coto Makassar. Di Terminal Mojok saja entah sudah berapa tulisan yang tayang dan membahas kuliner khas Makassar ini.
Sebagai warga Makassar yang baik, tentu saja saya nggak ingin ketinggalan untuk membahas coto. Makanya kali ini saya menulis tentang coto Makassar, utamanya ciri khas yang melekat pada warung coto di Makassar. Tentu saja ciri khas ini penting untuk diketahui khalayak mengingat Makassar merupakan tempat asal coto.
Kira-kira apa saja ciri khas yang melekat pada warung coto di Makassar?
#1 Menggunakan nama jalan dan istilah bahasa Makassar sebagai nama brand
Di Makassar, ada cukup banyak rekomendasi tempat untuk makan coto. Orang-orang yang suka makan coto pun biasanya sudah punya warung coto favorit sebagai pilihan. Kalau buat saya pribadi, warung coto di Makassar yang jadi favorit saya adalah Coto Gagak dan Coto Paraikatte.
Dari beragam warung coto yang ada di Makassar, nama jalan dan istilah dalam bahasa Makassar adalah dua hal yang umumnya hadir sebagai brand sebuah warung coto. Misalnya saja Coto Gagak, Coto Ranggong, Coto Tamalanrea, Coto Paraikatte, atau Coto Anging Mammiri. Tiga contoh pertama adalah warung coto yang menyematkan nama jalan sebagai brand-nya, sementara dua sisanya adalah istilah dalam bahasa Makassar. Secara garis besar, yang biasanya membedakan cita rasa antara satu warung coto dengan warung coto lainnya adalah kuahnya.
#2 Wajib sedia ketupat daun pandan
Di beberapa warung coto di Makassar, kalian mungkin bisa memilih antara ketupat daun pandan, buras, atau nasi sebagai pendamping coto. Namun, di antara ketiganya, ketupat daun pandan tetaplah pendamping setia dari coto.
Penikmat coto pun rata-rata memilih ketupat daun pandan dalam menyempurnakan kenikmatan menyantap coto. Ukuran ketupat di warung coto memang mungil, tidak sama dengan ketupat yang biasa disajikan saat Lebaran. Meski begitu, bagi saya pribadi, semangkuk coto dan empat ketupat daun pandan adalah porsi yang pas untuk disantap. Mengenyangkan mi, Gaes!
#3 Disajikan pakai mangkuk kecil dan sendok bebek
Entah bagaimana sejarahnya, yang jelas menikmati seporsi coto dalam mangkuk kecil di warung coto sudah jadi ciri khas dari coto itu sendiri. Meskipun mangkuk atau wadah lain hadir menggantikan, tetap saja si mangkuk kecil yang telanjur melekat sebagai wadah penyajian coto di warung coto. Yah, mirip lah seperti bakso gerobak dan si mangkuk ayam.
Demikian halnya dengan kehadiran sendok bebek. Sendok bebek menjadi sarana yang tepat sebagai perantara sebelum coto masuk ke mulut. Ukurannya pas sekali untuk mengangkut potongan isian coto, kuah, dan ketupat.
#4 Ada sambal tauco
Sama seperti ketupat, sambal tauco juga wajib tersedia di warung coto di Makassar. Kuah coto yang kental berpadu dengan sambal tauco, aiiih… mantapki, Gaes. Oh ya, jangan lupa jeruk nipisnya.
#5 Bisa request isian
Konon katanya, dulu hanya keluarga kerajaan yang bisa menikmati coto dengan isian daging, sementara masyarakat kelas bawah cukup menikmati coto berisikan jeroan. Untungnya hal itu sudah berlalu. Di berbagai warung coto di Makassar sekarang, kita sudah bisa request mau menikmati coto dengan isian apa pun. Mau daging saja, bisa. Mau daging campur jeroan juga bisa. Kalau saya pribadi sih tim campur, tapi nggak pakai hati. Sebab, cukup dalam hubungan percintaan saja saya pakai hati, makan coto tidak usahmi~
Kalau di kota kalian warung cotonya berbeda atau nggak punya ciri-ciri seperti yang saya sebutkan di atas, bisa jadi itu karena mengikuti kultur daerah kalian. Namun, secara garis besar, ciri-ciri di atas pasti bisa kita temukan di semua warung coto di Makassar.
Sudah nge-coto hari ini? Kalau belum, ayo’ mi! Traktir ka’, nah!
Penulis: Utamy Ningsih
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Makanan Khas Makassar selain Coto dan Konro yang Cocok dengan Lidah Jawa.