SCBD kini tak hanya dianggap sebagai tempat kerja orang perlente. Gara-gara pemuda Citayam, tempat tersebut kini termasyhur sebagai tempat nongkrong berisi pemuda dengan pakaian unik-unik. Hingga muncul istilah Citayam Fashion Week gara-gara hal tersebut.
Hal tersebut mengingatkan saya pada Harajuku, distrik di Shibuya yang dipenuhi remaja dengan style yang unik. Jelas nggak mirip-mirip banget dengan Shibuya, tapi vibes-nya sama. Tahulah maksud saya.
Bahkan ada yang mengganti akronim SCBD yang awalnya adalah Sudirman Central Business District, menjadi Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok. Sayangnya fenomena ini, banyak dipermasalahkan oleh warga ibu kota baik di dunia nyata maupun dunia maya. Buat yang mempermasalahkan fenomena ini, sebaiknya Anda nggak usah ikut-ikut.
Ada beberapa alasan, yang bikin klean mending melakukan hal yang bermanfaat ketimbang nyinyirin anak Citayam.
#1 SCBD adalah ruang umum
Secara luas, SCBD memang dikenal sebagai suatu kawasan bisnis yang lokasinya ada di Jakarta Selatan. Tapi, tetap saja, tempat-tempat di sekitarnya adalah ruang publik.
Jadi, kalau kalian mempermasalahkan mereka nongkrong di tempat tersebut, ya keliru. Orang itu ruang umum kok. Kecuali anak-anak Citayam ini mengganggu sampai ruang privat milik kantor atau perusahaan, itu baru boleh dilarang. Contoh lain yang dilarang apabila anak Citayam nggak menaati peraturan di ruang umum SCBD, nah itu boleh ditegur.
Selama masih mentaati peraturan ruang umum, apa salahnya anak Citayam buat kumpul di sana?
#2 Pemerintah DKI nggak mempermasalahkan hal tersebut
Kalau memang fenomena anak Citayam yang nongkrong di SCBD adalah sebuah masalah, harusnya pemerintah daerah DKI Jakarta nggak bakal segan-segan untuk menertibkannya. Terlebih kawasan tersebut pusat bisnis Jakarta.
Nyatanya pemerintah daerah DKI Jakarta melalui tweet dari Pak Gubernur Anies Baswedan mempersilakan anak Citayam untuk menikmati ruang publik di SCBD. Jadi, harusnya sih klean fine-fine saja.
#3 Jarang ada ruang publik sebaik SCBD
Perlu saya akui, SCBD memiliki ruang publik yang lebih baik ketimbang beberapa daerah di Jabotabek. Terlebih eksposur SCBD di media lumayan besar. Saya pikir, kalau Citayam punya hal yang sama, mereka juga nggak akan hijrah ke sana.
Waktu tempuh dari daerah Citayam ke SCBD itu bukan waktu yang sebentar loh. Sehingga memerlukan tenaga yang cukup ekstra hanya untuk nongkrong, main atau kumpul di sana. Kalau aku yo mending turu wae, ra risiko, LOSSS.
#4 Daripada berbuat yang tidak-tidak
Saya rasa anak-anak Citayam yang kumpul di SCBD itu umurnya nggak jauh beda dengan para pelaku klitih di Jogja. Dengan adanya fasilitas ruang publik yang nyaman dan dijadikan tempat nongkrong atau kumpul, bikin mereka nggak kepikiran untuk bertindak aneh-aneh.
Iya-iya saya tahu masalah klitih itu kompleks, tapi setuju kan, kalau Jogja hampir nggak ada ruang publik yang memadai untuk menampung kreativitas anak muda?
#5 Kepala daerah harusnya disalahin
Kalau ada netizen ibu kota yang mau mempermasalahkan fenomena ini, sebaiknya permasalahkan hal ini ke kepala daerah Citayam. Mengapa kepala daerahnya kurang becus menyediakan atau memberikan fasilitas ruang publik sebaik SCBD? Padahal seandainya ada ruang publik sebaik di SCBD pada setiap daerah di Indonesia. Saya rasa bakal memberikan rasa nyaman yang cukup bagi masyarakat sekaligus dapat berpengaruh sedikit atau banyak terhadap tingkat kenakalan remaja di suatu daerah.
Itulah beberapa alasan kalian nggak perlu nyinyirin anak gaol Citayam di SCBD. Ketimbang kalian buang waktu gitu lho. Ketimbang nyinyir, mending kalian berusaha memperbaiki kisah cintamu yang rhemox itu nga sih, Kawand?
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pilih SCBD atau Pindah Cikarang demi Karier? Cikarang Aja, SCBD Nggak Semenarik Itu