Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

5 Alasan Kenapa Cancel Culture Harus Punah

Reynold Siburian oleh Reynold Siburian
4 Juli 2020
A A
cancel culture mojok.co

cancel culture mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Bagi kalian yang nggak ngeh apa cancel culture itu (walau saya rasa nggak mungkin), saya jelaskan terlebih dahulu. Jadi, cancel culture itu adalah budaya nge-cancel orang karena kelakuannya yang ngawur menurut netizen-netizen maha benar. Ketika publik figur melakukan hal yang nggak sesuai dengan keinginan netizen maka sudah menjadi kewajiban netizen untuk menjatuhkan publik figur sesakit mungkin. Siapa suruh main-main dengan netizen!

Cancel culture nggak melulu buruk. Masih ingat Harvey Weinstein, predator seksual? Yes, he was cancelled. Tetapi seperti kata Spider-Man, with great power comes great responsibility.  Kekuatan cancel ini terlalu besar untuk netizen yang tidak bertanggungjawab. Ini 5 alasan kenapa cancel culture harus punah.

Manusia adalah makhluk yang selalu berubah

Fakta yang netizen sering lupakan kalau sudah berselancar di dunia maya adalah manusia merupakan makhluk yang selalu berubah dan selalu berevolusi. Kalau saya berbohong 10 tahun lalu, bukan berarti saya masih pembohong hari ini. Kalau saya anak sok edgy yang ngancam bunuh orang 5 tahun lalu, bukan berarti sifat saya masih sama. Nggak ada gunanya cari tweet, post atau video bertahun-tahun yang lalu sebagai bukti untuk cancel orang karena pemahaman individu itu berubah.

Kalau orang buat salah yang sudah lama, harusnya dimaafkan saja. Emang kalau di dunia nyata berbuat salah sekali langsung dibully sejagad raya? Ibaratnya, ada luka kecil di tangan, bukannya dibersihkan dan diplester, tangannya malah dipotong.

Banyak mudarat daripada manfaatnya

Masih ingat kasus James Charles? Semua netizen di dunia sepertinya yakin banget kalau dia adalah predator seksual. Semua orang pada ngetweet kalau James Charles itu menjijikkan dan harus di cancel. Didukung oleh banyak artis lainnya, semua netizen menikmati kemalangan James Charles dan subscribernya yang menurun. Bahkan James sendiri hampir mau bunuh diri karena cercaan dan makian netizen. Apakah tuduhan ke James Charles benar? Ternyata nggak. Ada yang netizen pelajari dari hal ini? Nggak juga. Apa netizen belajar untuk nggak percaya sesuatu sebelum punya cerita penuh? Tentu nggak.

Tuduhan-tuduhan yang seringkali tidak berdasar inilah yang buat cancel culture itu justru banyak mudaratnya. Saya rasa kasus di mana cancel culture berhasil itu bisa dihitung jari. Kasus gagalnya? Buanyakkkk. Yang diajarkan cancel culture adalah supaya kita menjadi polisi moral yang menghakimi pelaku terhadap masalah sekecil mungkin dan menggembar-gemborkan pelaku sebagai yang paling jahat di dunia

Baca Juga:

4 Jasa yang Tidak Saya Sangka Dijual di Medsos X, dari Titip Menfess sampai Jasa Spam Tagih Utang

Netizen Indonesia Memang Paling Nggak Sopan, di Tengah Kabar Duka Masih Ada yang Bacot Ngeributin Agama Kiki Fatmala

Cancel culture bukan kritik

Kritik itu berbeda dengan cancel culture. Pada kritik, kita mengharapkan adanya perbaikan diri dengan masukan-masukan dari kita. Sedangkan cancel culture, orang yang dicancel harus berhenti melakukan apapun, berhenti kerja, berhenti senang, nggak usah sok sedih, nggak usah sok minta maaf, nggak usah nafas, nggak usah hidup. Pokoknya apapun yang dilakukan dan sekecil apapun tetap salah. Kalaupun nggak ada yang salah, netizen akan mencari bahan dari kelakuan jutaan tahun lalu.

Semua orang memang bebas berpendapat kalau dia tidak suka sesuatu. Mau ngetweet kek, mau ngomong ke orang nggak suka kek, ini tidak masalah. Tapi mau boikot seseorang hanya karena alasan nggak suka? Hmm big no. Kalau saya ngajak kalian nonton film dan kalian menolak karena nggak suka filmnya, fine aja. Tapi kalau kalian menolak dan memaksa orang lain nggak boleh nonton? There’s something wrong with you.  Ini masalah dengan cancel culture

Nggak pernah ada netizen yang dicancel

Anehnya, budaya cancel ini cuma berlaku untuk publik figur aja. Nggak pernah ada netizen yang dicancel. Kasus James Charles tadi adalah contoh yang bagus. Ada netizen yang maki-maki James Charles, eh ternyata tuduhan terbukti nggak benar, langsung deh jadi sok baik dan melindungi dia. Kenapa kalau netizen bisa switch sides tapi kalau publik figur nggak boleh? Di mana juga permintaan maaf netizen udah salah ngecancel orang? Dimana pertanggungjawabannya? Apakah ada? Tentu tidak. Hanya publik figur yang harus bertanggungjawab. Netizen nggak perlu karena sudah tanpa cela.

Publik figur juga hanya manusia sama seperti kita semua. Tidak rasional mengharapkan publik figur sebagai manusia yang tanpa cela, selalu sempurna dan selalu mengakomodasi semua opini orang. Karena itu, kalau salah sedikit ya dimaafkan saja. Kalau nggak setuju ya kritik saja, nggak usah boikot.

Cancel culture nggak bisa menggantikan hukum

Memang benar kalau hukum kita itu penuh dengan ketidakadilan. Banyak sekali kasus-kasus dimana terdakwa dinyatakan tidak bersalah, ternyata beberapa tahun kemudian terbukti bersalah. Namun, cancel culture tetap tidak bisa menggantikan hukum. Kenapa? Karena cancel culture sendiri juga banyak mendakwa orang yang tidak bersalah. Balik-balik lagi, siapa yang mau bertanggungjawab jika orang yang didakwa ternyata tidak bersalah? Apakah ada kompensasi yang diberikan netizen terhadap publik figur yang didakwa? Nggak ada. Cancel culture nggak bisa digunakan sebagai shortcut menghukum orang.

Saya harap alasan ini cukup meyakinkan para pembaca sekalian untuk nggak usah sok-sok an cancel orang. Cancel culture bukanlah upaya untuk mengkritik seseorang. Cancel culture hanya cara bagi netizen untuk dapat likes atau retweet dan bermain polisi moral. Ini alasan kenapa cancel culture ini sangat toxik. Disuruh kerjain tugas kerjasama nggak mau, giliran maki-maki orang kok mau.

BACA JUGA SNMPTN Lolos Terus Ngerasa Jenius? Sombhong Amat, Kalian Cuma Beruntung dan tulisan Reynold Siburian lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 3 Juli 2020 oleh

Tags: artiscancel cultureNetizen
Reynold Siburian

Reynold Siburian

Ordinary human

ArtikelTerkait

Song Joong Ki Umumkan Pernikahan, Netizen Mending Nggak Usah Ikut Campur deh Terminal Mojok

Song Joong Ki Umumkan Pernikahan, Netizen Mending Nggak Usah Ikut Campur deh

1 Februari 2023
bikin sensasi

Bikin Sensasi Terus Minta Maaf adalah Budaya yang Harus Kita Jaga

7 Juli 2019
kursi dpr

Curhat Sebuah Kursi DPR Tentang Artis yang Jadi Anggota Dewan

14 Oktober 2019
Dear Ferdian Paleka, YouTuber yang Udah Ngerjain Transpuan terminal mojok.co

Nggak Ada yang Peduli Tahun Berapa dan Asalmu saat Nonton Video di YouTube

9 Juni 2020
chelsea islan

Meski Nama Mirip Perempuan, Saya Tetap Chelsea Tapi Bukan Chelsea Islan

7 Agustus 2019
Joker coki pardede anji artis mojok

Plis deh, Coki Bukan Joker, dan Berhenti Menyamakan Artis yang Kena Masalah dengan Joker

6 September 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

Penjelasan Ending Film The Great Flood buat Kamu yang Masih Mikir Keras Ini Sebenarnya Film Apa

28 Desember 2025
Pekalongan (Masih) Darurat Sampah: Ketika Tumpukan Sampah di Pinggir Jalan Menyapa Saya Saat Pulang ke Kampung Halaman

Pekalongan (Masih) Darurat Sampah: Ketika Tumpukan Sampah di Pinggir Jalan Menyapa Saya Saat Pulang ke Kampung Halaman

28 Desember 2025
6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru Mojok.co

6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru

27 Desember 2025
Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

Tips Makan Mie Ongklok Wonosobo agar Nggak Terasa Aneh di Lidah

22 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.