Sadar atau nggak, internet, dan hape sudah menjelma jadi kebutuhan primer homo sapiens yang hidup di abad 21. Bayangin aja, berdasar data yang penulis dapetin dari Kompas, bahwa per 2021, pengguna Internet di Indonesia sudah mencapai 202, 6 juta jiwa. Bisa dikata sudah sampai di angka dua per tiga dari jumlah penduduk total Indonesia yang berkisar di angka 270 jutaan jiwa. Dengan sudah jadi maraknya internet dan gawai di negara kita, tentu kita harus aware terhadap segala kemungkinan buruk, yang salah satunya adalah kemunculan pihak-pihak yang ingin mendulang keuntungan dengan memanfaatkan internet sebagai media pelancar aksi. Ya, sebut saja penipu siber yang maunya untung doang.
Kalau ngomongin soal penipuan yang menggunakan media komunikasi sebagai alasnya, tentu kita sudah nggak asing dengan modus “mama minta pulsa” ataupun modus menang undian berujung transfer uang buat nebus hadiahnya. Semua modus penipuan yang udah penulis sebutin, bisa dipastiin merupakan modus kuno yang bahkan om-om user hape Nokia “tet-tot-tet-tot” juga sudah tahu alur jebakannya seperti apa.
Nah, berangkat dari sudah tidak efektifnya metode penipuan online yang orientasinya emang mau cari untung dan nggak mau rugi, kali ini penulis bakal mengulas salah satu modus operandi yang lagi hype berkedok lelang online yang mulai banyak bertebaran di berbagai media sosial.
Gacha di dunia maya
Yap, ikutan lelang online di media sosial itu sebelas dua belas sama ikutan gacha di gim-gim online. Gimana nggak, ikutan lelangan online bagaikan bermain dua buah mata pedang. Di satu sisi bisa hoki doki, di satu sisi bisa buntung mengkatung. Kalau lagi dapat lelangan yang amanah bisa untung banget, tapi kalau lagi dapat yang bodong ya boncos. Kalau bisa diringkas, ikutan lelang online tuh menuntut adanya tingkat kepasrahan yang to the moon.
Alasan lain mengapa penulis anggap ikutan lelang online itu gacha yang ngeri-ngeri sedap, karena juga diperlukan tingkat analisis yang tinggi agar terhindar dari kata “zonk”. Karena sistemnya “bid–pay–send” jadi rerata akun lelang online mengharuskan Anda untuk transfer duluan nominal bid yang dimenangkan agar diproses barangnya. Tindakan seperti inilah yang jadi bibit penipuan online. Hal ini semudah membayangkan jika mereka udah megang uang transferan kita, mereka bisa berbuat apa pun. Entah mau kabur ataupun memang mau kirim barangnya secara baik-baik. Yap! sekali lagi perlu unsur kehokian yang tinggi.
Sebagai manusia yang berilmu pengetahuan dengan pemberkatan berupa pemberian akal logika yang luas, kita harus bisa menyiasatinya dengan mengeksploitasi akal yang kita miliki untuk memperhatikan beberapa hal yang penulis uraikan sebagai berikut:
Waspadai sesuatu yang terkesan too good to be true
Yap, kita harus menggunakan logika kita terhadap sesuatu yang Nampak “too good to be true”. Sebenernya hal ini juga berlaku untuk semua transaksi online sih, karena penulis pernah belajar prinsip ekonomi sewaktu SMA yang setidaknya berbunyi:
“Berusaha dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk hasil tertentu”
“Berusaha dengan pengorbanan tertentu untuk hasil yang sebesar-besarnya”
Namanya orang buka usaha, ya tujuannya pasti mau untung dong. Kalau maunya rugi harusnya mereka nggak buka lelangan, tapi buka Yayasan Panti Jompo ataupun Yayasan Panti Amal yang emang tujuannya non-profit. Kalau bikin akun lelang, ya pasti maunya untung!
Nah berangkat dari paradigma prinsip ekonomi di atas, maka kita harus bener tuh mainin logika kita dengan cermat. Jangan mudah terpancing dengan kemenangan bid atas harga yang nggak ngotak. Contoh kamu menang hape seharga 500 ribu, padahal di pasar harga sekennya aja masih 3-4 jutaan. Ya tentu rugi dong penjualnya!
Observasi feeds dan segala detail informasi kecil pada akun lelang
Caranya gampang, tinggal cek jumlah like, follower, dan komentar. Kalau kalian cermat, pasti akan bisa membedakan mana akun asli, mana akun bodong. Beberapa akun lelangan terkenal memiliki jumlah follower, likers, dan commenters bid yang banyak.
Membandingkan rasio antara jumlah followers dengan likers juga dapat dijadikan sebagai acuan yang baik. Apabila menemukan akun lelang yang jumlah followersnya nggak sebanding dengan like, ada indikasi besar bahwa akun tersebut bodong karena membeli followers.
Jangan mudah percaya testimoni
Jaman sekarang testimoni bisa banget diedit. Sudah banyak aplikasi yang bisa dipake seperti WhatsFake, dan beberapa aplikasi lainnya yang bisa gampang banget diunduh di toko aplikasi smartphone. Kalau udah ngomongin soal struk dan bukti bayar, bukan merupakan suatu hal yang sukar untuk memanipulasinya menggunakan Photoshop, Corel, dan bahkan Paint. Hal ini berlaku juga untuk resi yang tidak menutup kemungkinan untuk diedit menggunakan resi dari barang online milik orang lain.
Pikir dua kali tentang paid promote (PP)
Paid promote yang menjadi tulang punggung kesuksesan setiap event kepanitiaan juga sering dimanfaatkan untuk menipu. Bayangin aja, para budak danus yang di masa WFH gini nggak bisa jualan risol keliling, mau nggak mau harus banting setir menjadi babu posting yang kadang mengganggu estetika feeds. Biaya pasang iklan yang tergolong cukup murah dan dipermudah dengan ketidakwajiban mengirim korespondensi, menjadi lapak yang oke bagi penipu buat memulai persiapan aksi.
Saya sendiri berpendapat, bahwa regulasi terkait dengan penyediaan PP bagi setiap divisi fundraising sudah seharusnya diperketat secara kolektif. Dalam menyediakan jasa paid promote, panitia harus membuat regulasi berupa perjanjian demi melindungi hak-hak konsumen. Nggak jarang loh, banyak kasus penipuan yang asal muasalnya dari adanya PP yang asal ngejar setoran buat dapet pemasukan supaya bisa ngejalanin proker. Cuma karena pengin dapat duit cepet, viewer PP yang jadi tumbal. Intinya, jangan cuma ngejar setoran. Keharusan untuk menyertakan Contact Person yang lengkap dirasa perlu untuk dijadikan mitigasi risiko. Sesimpel wajib menyertakan fotokopi KTP dengan perjanjian tidak untuk disalahgunakan, saya rasa bisa dijadikan sebagai solusi untuk meredam maraknya kasus penipuan berkedok lelang online.
Jangan ambil barang dalam jumlah yang banyak
Ya, poin ini menjadi poin yang tidak kalah penting. Hal ini berkaitan dengan potential loss yang akan semakin besar apabila kamu kalah gacha lelang online. Ambil aja satu atau dua barang, supaya kalau ketipu nggak boncos-boncos amat.
Sepucuk saran
Bermain lelang online memang penuh akan bumbu-bumbu cuan yang tentu sangat menggiurkan. Namun, kita perlu ekstra hati-hati dalam bertransaksi tanpa jaring pengaman seperti adanya rekening Bersama. Tidak ada keuntungan besar tanpa adanya risiko yang timbul. Jadi, kalau sudah mutusin untuk nge-bid jangan sampai nyesel ya kalau ketipu, karena pajak ditanggung pemenang!
BACA JUGA Pengalaman Saya Jadi Korban Penipuan Berkedok Pembeli di OLX