Kerja di bidang pertambangan nggak mudah, Gaes. Saya sudah menyaksikan dan mengalaminya sendiri.
Jadi ceritanya beberapa bulan ini saya sempat berkunjung ke beberapa site tambang batu bara di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur untuk urusan pekerjaan. Saya memang hanya menetap maksimal dua minggu di site tambang batu bara, tapi saya menyaksikan sendiri bagaimana tangguhnya para pekerja di sana. Mereka bukan hanya tangguh secara fisik tapi juga mental. Maka nggak usah heran kalau para pekerja tambang gajinya lebih besar ketimbang pekerja kantoran di kota besar.
Sebelum memutuskan kerja di sektor pertambangan, atau sebelum memutuskan mengambil jurusan yang dibutuhkan di sektor pertambangan seperti Teknik Pertambangan, Teknik Perminyakan, Teknik Mesin, dll., coba pertimbangkan baik-baik. Sebab, nyatanya nggak semua orang cocok bekerja di sektor pertambangan, misalnya saja orang-orang di bawah ini.
Daftar Isi
#1 Orang yang cuma mau kerja 9 to 5 mending nggak usah kerja di sektor pertambangan
Bagi kalian yang cuma mau kerja 9 to 5, saya sangat nggak merekomendasikan kalian melamar pekerjaan di sektor ini. Sedikit cerita, saya pernah ditelepon seorang rekan kerja jam 7 pagi di hari Minggu perihal proses kerja yang saya lakukan.
Nggak usah kaget, karena di site mah nggak ada hari libur. Hari Sabtu, Minggu, dan tanggal mereka, biasanya karyawan ya tetap bekerja. Di sektor pertambangan, jam kerjanya mengikuti sistem rooster di mana 8 minggu bekerja berturut-turut, lalu 2 minggu istirahat berturut-turut. FYI, jumlahnya bisa berbeda-beda tiap perusahaan, ya.
Jadi kalau kerja di sektor pertambangan jangan harap bisa pulang tenggo seperti pekerja kantoran di kota besar. Jangan harap juga bisa ngopi bareng bestie ataupun ayang sepulang kerja. Pasalnya, sektor pertambangan sering kali mengharuskan pekerjanya untuk mengambil lembur demi mengejar target produksi maupun hal-hal teknis di lapangan yang nggak bisa dikontrol manusia. Misalnya demi mengejar target akibat cuaca buruk, kerusakan alat, dll., yang bisa menghambat pekerjaan.
Jangankan di site, sewaktu kuliah dulu saja mahasiswa Teknik Pertambangan bisa dibilang jadi mahasiswa paling sibuk di kampus setelah mahasiswa Kedokteran. Saya kerap melihat teman-teman dari jurusan Teknik Pertambangan tetap di kampus hingga pukul 1 dini hari demi mengerjakan tugas.
Teman-teman saya ini bahkan sempat melempar jokes, “Belum sah jadi anak tambang kalau belum kena tipes karena ngerjain tugas!”
#2 Orang yang gampang bosan
Berbeda dengan pekerja kantoran maupun pekerja pabrik yang bisa self reward sehabis kerja dengan nonton bioskop atau nongkrong di coffee shop, pekerja tambang nggak bisa kayak gitu.
Site tambang batu bara yang saya kunjungi kemarin di Kalimantan jauh dari mana-mana. Saya saja harus dua kali naik pesawat, naik speed boat menyusuri Sungai Barito selama dua jam, dan dilanjut perjalanan darat selama dua jam sebelum tiba di site. Lebih mencengangkannya lagi, Alfamart terdekat saja berada empat jam perjalanan darat, sementara warung rokok terdekat jaraknya sekitar setengah jam perjalanan darat. Jadi, memang jauh dari mana-mana.
Memang saat ini banyak perusahaan tambang yang berusaha membuat pekerjanya nggak bosan dengan menyediakan fasilitas seperti WiFi, lapangan badminton, lapangan voli, hingga gym. Tapi kalau hiburannya gitu-gitu saja, lama-lama bosan juga, kan? Makanya kerja di sektor pertambangan nggak cocok buat kalian yang gampang bosan.
#3 Orang yang gampang homesick
Lanjutan dari poin kedua adalah kerja di sektor pertambangan berarti harus siap untuk jarang pulang ke rumah. Jangan harap bisa pulang ke rumah orang tua atau ketemu anak istri tiap akhir pekan atau setidaknya dua minggu sekali layaknya para pekerja di kota besar.
Selain terkendala jarak dan waktu tempuh seperti yang sudah saya jelaskan di atas, pekerja tambang punya target produksi yang harus dipenuhi sehingga mereka jarang bisa pulang. Bahkan Sabtu, Minggu, maupun hari libur nasional tetap kerja.
Tapi tenang saja, sekalinya dapat jatah cuti, cutinya cukup panjang, kok. Bisa sampai beberapa minggu sehingga kalian bisa pulang kampung dan melepas rindu sampai puas.
#4 Orang yang punya kondisi medis tertentu sebaiknya jangan coba-coba melamar kerja di sektor pertambangan
Tipe orang terakhir ini harusnya saya jadikan poin pertama, ya. Tapi nggak apa-apa jadi yang paling terakhir saya tulis. Anggaplah ini semacam pengingat terakhir. Jika kalian memiliki kondisi medis tertentu, misalnya memiliki penyakit seperti asma, GERD, ataupun kondisi medis tertentu, mungkin lebih baik hindari kerja di sektor pertambangan.
Maaf, bukannya saya mau mematahkan semangat kalian. Bukan. Saya menuliskan ini karena jarak dari site ke rumah sakit terdekat bisa membutuhkan waktu hingga berjam-jam. Meski biasanya perusahan menyediakan klinik untuk berobat di site, fasilitasnya tentu nggak akan selengkap fasilitas medis di ruah sakit. Apalagi kalau kondisinya gawat darurat.
Salah satu teman terdekat saya meninggal pada awal tahun 2020 lalu saat baru tiba di site tambang tempat ia bekerja. Sejak kecil, almarhum memang punya asma. Saat itu asmanya kambuh dan sayangnya tak sempat tertolong karena jarak dari site ke rumah sakit sangatlah jauh.
Makanya nggak usah heran kalau banyak perusahaan tambang yang mengharuskan karyawannya lulus medical check up di tahap akhir setelah lolos proses psikotes dan wawancara. Untuk bisa kerja di sektor pertambangan, apalagi di site, kalian harus benar-benar sehat.
Jadi, jika kalian termasuk tipe orang di atas, sebaiknya pikir-pikir lagi sebelum memutuskan kerja di sektor pertambangan. Jangan cuma tergiur dengan gajinya yang besar tanpa tahu risiko yang harus dihadapi ke depannya, ya.
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kerja di Tambangan Sidoarjo Itu Berat, Mokel di Bulan Puasa Terpaksa Jadi Pilihan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.