Lagi-lagi saya harus membahas Kota Malang di Terminal Mojok. Tapi kali ini saya akan membahas beberapa tempat yang menurut saya sangat butuh direlokasi karena memiliki masalah yang terus berulang seperti langganan banjir dan macet, serta ruas jalan jadi semakin sempit akibat parkir liar yang tak terkendali.Ā
Relokasi beberapa area tertentu bisa menjadi solusi agar masalah-masalah tersebut tidak semakin parah. Dengan penataan ulang yang lebih baik, bukan tidak mungkin Kota Malang bisa terbebas dari genangan air dan kemacetan yang semakin menjadi-jadi. Berikut beberapa lokasi yang menurut saya perlu mendapat perhatian serius.
Daftar Isi
#1 Pasar Besar dan Comboran Malang sudah terlalu semrawut
Bagi warga Kota Malang dan Kabupaten Malang, Pasar Besar adalah pusat belanja utama yang menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari serta perlengkapan hidup. Sebagai pasar terbesar di Malang, keberadaannya sangat penting bagi perekonomian lokal.
Akan tetapi pasar ini juga menghadapi berbagai masalah, terutama kemacetan akibat area parkir yang semrawut. Selain itu, banyak toko di Pasar Besar yang mangkrak dan tidak terurus, justru dimanfaatkan sebagai lahan parkir liar.
Di sisi lain, Pasar Comboran yang terkenal sebagai pusat barang bekas juga mengalami masalah serupa. Pedagang sering berjualan di bahu jalan, mengganggu arus lalu lintas. Hingga kini, tata kelola kedua pasar ini masih semrawut, dan solusi efektif untuk mengatasinya belum juga ditemukan.
Pemerintah sebenarnya telah merencanakan relokasi Pasar Besar Malang untuk revitalisasi. Dengan anggaran sekitar Rp275 miliar, lokasi sementara bagi para pedagang sudah disiapkan. Rencana ini telah dicanangkan sejak 2021 dan mencakup sekitar 4.530 pedagang. Namun, baru-baru ini banyak pedagang yang menolak pemindahan dengan berbagai alasan. Seharusnya pedagang senang dengan rencana ini karena tempat jualan mereka akan diperbaiki agar lebih layak lagi.Ā
Saya tak habis pikir dengan pedagang yang enggan berbenah. Padahal banyak warga Malang mengeluhkan Pasar Besar yang semrawut, sesak, dan kurang nyaman. Setiap kali ke sana, saya selalu merasa pengap dan gerah. Sarana prasarana yang minim serta kebersihan yang buruk membuat pengunjung enggan berlama-lama. Jika terus dibiarkan, pasar tradisional lama-lama bisa ditinggalkan.
#2 Lokasi Kampung Warna-Warni Jodipan rentan bencana
Kampung Warna-Warni Jodipan yang terletak tak jauh dari Pasar Besar dan Pasar Comboran ini telah menjadi destinasi wisata. Kampung ini viral karena tampilan atap dan dinding rumahnya mengingatkan banyak orang pada io de Janeiro di Brasil. Keunikan inilah yang menarik wisatawan untuk datang.
Akan tetapi sayangnya kampung ini berada di bantaran sungai, sebuah lokasi yang sangat rentan terhadap bencana saat hujan deras mengguyur Malang. Ketika debit air meningkat, risiko banjir dan longsor menjadi ancaman serius bagi warga yang tinggal di sana. Pembangunan permukiman di area bantaran sungai seharusnya dilarang, area ini tidak dijadikan pemukiman, sehingga dapat berfungsi sebagai daerah resapan air untuk mencegah banjir yang meluap hingga ke jalan raya.
Rumah-rumah di Jodipan dibangun rapat dengan jalan setapak yang sempit, sirkulasi udara buruk, dan dapur yang sering berada di luar rumah. Minimnya ruang terbuka bahkan hampir tidak ada, membuat lingkungan terasa sesak dan kurang layak, terutama bagi anak-anak yang membutuhkan tempat tumbuh yang sehat. Jika cat warna-warni memudar, kawasan ini justru terlihat kumuh. Selain itu, pencemaran akibat limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai merusak ekosistem dan membahayakan kesehatan warga.
Relokasi ke tempat yang lebih layak bisa menjadi solusi agar mereka mendapatkan hunian yang lebih sehat dan nyaman. Jodipan memang membawa warna bagi Kota Malang, tetapi kesejahteraan warganya harus tetap menjadi prioritas.
#3 Pasar Splendid perlu ditata agar kehadirannya tak mengganggu arus kendaraan
Siapa yang tak kenal Pasar Splendid, pusat perdagangan hewan dan bunga ini terletak di sepanjang Jalan Brawijaya Malang. Keberadaannya sudah menjadi ikon bagi warga lokal maupun wisatawan yang ingin mencari aneka hewan peliharaan, tanaman hias, atau bunga segar.
Sejak kawasan Kayutangan Heritage diperbaiki dan sistem jalan satu arah mulai diterapkan, Jalan Brawijaya sering menjadi jalur alternatif bagi pengendara yang ingin menuju Alun-Alun Kota Malang tanpa harus memutar lewat Bundaran Balai Kota. Namun, jangan berharap perjalananmu akan mulus. Kemacetan di jalan ini sudah menjadi rutinitas sehari-hari, terutama akibat parkir liar yang mengambil bahu jalan, serta aktivitas jual beli di pasar bunga di pinggir jalan.
Bukan hanya kendaraan yang menyebabkan kemacetan, trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki justru dipenuhi lapak pedagang. Akibatnya, pembeli terpaksa berjalan di bahu jalan, bersaing dengan kendaraan yang melintas. Situasi semakin kacau karena banyak pengunjung turun dari kendaraan di tengah jalan.
Pemerintah Kota Malang seharusnya lebih tegas dalam menata pasar agar tidak mengganggu arus kendaraan. Jika kondisi ini terus dibiarkan, dampaknya akan semakin merugikan pengendara dan masyarakat sekitar. Relokasi pasar ke lokasi yang lebih strategis dan terorganisir bisa menjadi solusi agar aktivitas jual beli tetap berjalan tanpa mengorbankan ketertiban kota.
Selain itu, menyatukan pasar induk hewan dan bunga dalam satu kawasan terpadu bisa menjadi langkah yang efektif. Dengan begitu, Kota Malang dapat memiliki pusat perdagangan yang lebih tertata, bersih, dan nyaman bagi pembeli maupun pedagang. Konsep ini mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dengan fasilitas yang lebih modern dan layak.
#4 Pasar Gadang Malang perlu mendapat perhatian serius
Hingga kini, permasalahan di Pasar Gadang belum menemukan solusi. Pemerintah Kota Malang telah mengusulkan pembangunan pasar induk, namun kondisi pasar yang memprihatinkan tetap menjadi keluhan.
Jalanan berlubang menyebabkan kemacetan parah, terutama saat hujan yang membuat genangan air memperburuk akses lalu lintas. Aktivitas bongkar muat barang juga menambah kepadatan kendaraan. Meski perbaikan jalan telah dilakukan, buruknya sistem drainase membuat jalan kembali rusak.
Air buangan pedagang yang dibuang sembarangan mempercepat kerusakan aspal, menjadikan perbaikan sia-sia. Selain itu, tumpukan sampah akibat minimnya fasilitas pengelolaan membuat kawasan pasar semakin kumuh. Bau menyengat dari sampah mengurangi kenyamanan pembeli dan pengendara yang melintas.
Sejak 2024, pemerintah merencanakan relokasi pedagang ke Terminal Hamid Rusdi, namun hingga kini belum terealisasi. Angkot yang seharusnya masuk ke terminal lebih memilih mengetem di bahu jalan, memperparah kemacetan dan membuat pasar semakin semrawut. Banyak pedagang juga enggan pindah karena takut kehilangan pelanggan, sehingga relokasi semakin sulit tanpa solusi yang jelas.
Masalah Pasar Gadang bukan sekadar kemacetan dan infrastruktur, tetapi juga menyangkut keberlangsungan ekonomi pedagang. Tanpa kebijakan tegas dan solusi konkret, kondisi ini akan terus berlanjut tanpa kepastian kapan akan benar-benar terselesaikan.
Itulah beberapa lokasi yang seharusnya menjadi prioritas relokasi oleh Pemerintah Kota Malang. Langkah ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih tertib, aman, dan nyaman bagi warganya. Dengan penataan yang lebih baik, Malang bisa menjadi kota ideal untuk hidup slow living di masa depan.
Penulis: Nuruma Uli Nuha
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kota Malang Gampang Bikin Kangen Gara-gara UM dan Jalan Ijen.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat caraĀ iniĀ ya.