Sedari dulu, saya sudah nggak asing lagi dengan orang Madura lantaran populasi orang Madura di Malang cukup besar. Mayoritas profesi pedagang di pasar dan pedagang keliling di Malang dijabat oleh orang Madura. Meski begitu, saya baru sekali berkunjung ke Madura. Itupun karena diajak tetangga sebelah rumah yang mau mudik sekeluarga.
Waktu pertama kali diajak tetangga saya mudik ke Madura, saya kagok banget. Rasanya seperti terdampar ke dunia lain. Meski Madura dan Malang sama-sama berada dalam satu provinsi, Jawa Timur, dan tetangga sebelah rumah saya selama puluhan tahun adalah orang Madura totok, saya tetap nggak bisa memahami bahasa orang Madura. Jadi, selama berada di Madura ya saya cuma cengar-cengir. Hehehe. Selain faktor bahasa, ada beberapa hal lain yang bikin saya kaget waktu pertama kali berkunjung ke Madura.
#1 Cuaca panas
Buat saya yang biasa tinggal di Malang, panasnya Tulungagung dan Jogja sudah terasa meresahkan. Eh, ternyata, waktu saya pergi ke Madura, di sana panasnya lebih menyengat lagi. Malam hari saja rasanya masih sumuk, apalagi siangnya. Ah, kayaknya kalau saya tinggal di sana, saya bakal malas keluar rumah, deh.
Waktu saya ikut mudik dengan tetangga saya, kami tiba di sana hampir tengah malam. Kondisinya waktu itu gelap banget sampai saya nggak bisa melihat apa-apa sepanjang perjalanan. Lampu penerangan jalan cukup langka karena desa kampung halaman tetangga saya ini lumayan jauh dari pusat kota. Saat pagi tiba, saya baru bisa melihat kalau di kanan kiri jalanan banyak kebun yang tandus dan tanah yang retak kekeringan. Di sana, tanaman tomat saja mengisut saking panasnya suhu udara di sana. Suhu udara pukul 9 pagi di Madura setara dengan pukul 12 siang di Malang. Panas, Gaes~
#2 Jalan rusak
Awalnya, saya antusias banget bisa berkunjung ke Madura, sebab itu adalah pengalaman pertama buat saya. Saya penasaran, seperti apa sih Madura? Gimana sih Jembatan Suramadu yang kelihatan bagus di foto-foto itu?
Perjalanan kami awalnya cukup menyenangkan. Jalanan masih mulus-mulus saja. Hingga tiba di pedesaan, semua kenyamanan itu hilang. Mobil yang kami naiki berguncang kencang, bahkan beberapa kali susah jalan karena terjebak di lubang. Saya sampai pusing dan gemetaran setelah turun dari mobil.
Keesokan harinya saya baru tahu kalau jalanan di kampung sebagian besar belum diaspal, masih pasir berbatu, dan bergelombang. Pantas saja sewaktu dilewati bikin mobil berguncang. Jalanan yang diaspal pun kondisinya nggak lebih baik, masih ada lubangnya juga. Di pusat kota barulah kondisi jalannya lebih mulus.
#3 Tidur di luar
Lantaran rombongan kami tiba hampir tengah malam, keadaan kampung sudah sepi banget. Yang bikin saya kaget adalah saat tiba di rumah tujuan, kami langsung menuju gazebo di depan rumah. Saya kira cuma buat beristirahat sebentar, eh, ternyata tidurnya memang di situ. Padahal tuan rumahnya sempat keluar untuk menyambut kami. Saya yang baru pertama kali berkunjung ke Madura merasa agak aneh dengan tradisi ini.
Besok paginya saya diberi tahu tetangga saya kalau di Madura, mempersilakan tamu tidur di luar itu sudah biasa. Lantaran keadaan di sana panas banget, orang-orang memang lebih suka tidur di luar ketimbang di dalam rumah biar nggak kegerahan. Makanya sebagian besar orang di sana punya gazebo atau bale-bale di depan rumahnya untuk bersantai sampai tidur. Tidur di luar cukup aman di sana. Bahkan, ada lho suatu desa di Madura yang terkenal suka tidur di pasir, salah satu alasannya karena pasir bisa menyesuaikan suhu sehingga bisa bikin tidur lebih nyaman.
#4 Dikasih makan di setiap rumah
Ikatan persaudaraan orang Madura rasa-rasanya memang perlu diacungi jempol. Walaupun tetangga saya jarang mudik, saudara-saudara di kampung halamannya masih menyambutnya dengan sangat hangat saat tetangga saya ini mudik.
Kalau biasanya saat bertamu kita cuma disuguhi dengan jajanan dan teh atau kopi, di Madura lain cerita. Di sana, setiap rumah selalu menyuguhkan makanan berat. Bahkan, nggak jarang tuan rumah sampai menyembelihkan ayam dadakan. Kita sebagai tamu nggak boleh pergi sampai masakannya matang.
Melihat gelagat tuan rumah yang kalang kabut, saya rasa tetangga saya ini memang sengaja berkunjung tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya. Mungkin niatnya biar nggak merepotkan tuan rumah. Ya wajar sih, nggak diberi tahu saja sudah sebegitu repotnya menyiapkan suguhan, apalagi kalau diberi tahu. Pasti bakal lebih heboh lagi persiapannya, ya. Pokoknya waktu pertama kali berkunjung ke Madura, saya benar-benar terkesima dengan cara orang Madura memuliakan tamu. Wah, top banget, deh.
Awalnya saya senang banget disuguhi makanan karena sudah jamnya sarapan. Tapi, masalahnya, tiap berkunjung ke satu rumah, pasti kita bakal disuruh makan. Kalau berkunjung ke empat rumah, ya berarti siap-siap makan empat kali. Kalau menolak, nanti dianggap nggak sopan, makanya saya makan sedikit-sedikit. Pokoknya seharian itu rasanya seperti sedang wisata kulineran dengan jadwal yang padat, deh.
Itulah beberapa hal yang bikin saya kaget saat pertama kali berkunjung ke Madura. Memang ada beberapa tradisi yang terasa sangat baru buat saya, tapi itulah indahnya perbedaan. Semoga di kesempatan lain saya bisa berkunjung lagi ke Madura.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Profesi yang Lekat dengan Orang Madura.