Daftar Isi
#1 Perizinin tidak lengkap
Setiap usaha air minum isi ulang semestinya mengantongi izin usaha dari Disperindag. Salah satu persyaratannya adalah mengantongi sertifikasi dari Dinkes setempat setelah mengujikan sampel air di laboratorium. Selain itu, mereka juga harus mengantongi surat jaminan pasokan air baku dari PDAM atau perusahaan pemasok air yang sudah diberikan izin oleh instansi yang berwenang.
Perizinan tersebut harus diperpanjang secara berkala. Begitu juga dengan tes sampel air di lab. Tujuannya jelas untuk melindungi konsumen, sehingga air yang dibeli benar-benar aman dan layak dikonsumsi. Depot isi ulang yang sudah tersertifikasi biasanya tak ragu untuk memasang berbagai dokumen mereka untuk menunjukkan legalitas dan meyakinkan konsumen. Namun jika mereka tidak memajangnya, belum tentu juga usaha mereka ilegal.
Selain pengusaha yang tertib, ada saja pengusaha nakal yang tidak mengurus perizinan dengan benar. Bisa jadi tidak mau ribet atau belum tahu caranya. Atau ada juga yang sengaja menempuh jalan itu demi leluasa berbuat curang.
#2 Sumber air baku tidak jelas
Untuk usaha air isi ulang yang ilegal, memang sangat sulit melakukan pengawasan. Karena usahanya tidak memenuhi standar, tak jarang oknum-oknum nakal itu menggunakan air baku yang tak jelas sumbernya. Semuanya dilakukan demi mendulang untung lebih banyak. Sebab membeli air baku dari pemasok air legal memerlukan biaya lebih mahal. Padahal kualitas air baku sangatlah krusial. Jika kualitas air baku sudah baik, tak perlu usaha besar untuk melakukan filtrasi.
Selama air yang dihasilkan terlihat jernih dan konsumen tidak komplain, para oknum nakal ini akan terus merasa aman. Toh mereka tidak pernah melakukan uji lab, jadi nggak mungkin ketahuan kalau air isi ulang yang dijualnya tidak layak dikonsumsi.
#3 Malfungsi alat filtrasi
Yang membedakan proses RO dengan filtrasi air mineral biasa adalah penggunaan membran RO. Membran inilah yang memegang peranan krusial untuk menyaring padatan terlarut sehingga dihasilkan air dengan kemurnian tinggi. Selebihnya alat-alat yang digunakan masih sama dengan filtrasi biasa. Ada filter sedimen untuk menyaring berbagai partikel pengotor dan filter karbon untuk menetralisir bau.
Membran RO membuat filtrasi menjadi lebih selektif, sehingga air yang dihasilkan hanya 50-40%, sisanya adalah limbah atau biasa disebut air reject. Hal ini sangat berbeda dengan filtrasi air mineral. Misalnya saja jika air yang disaring 5 liter, maka hasil akhir filtrasinya juga 5 liter pada air mineral. Sedangkan pada sistem RO hanya menghasilkan 2 liter, sisa 3 liternya adalah air reject yang tidak layak dikonsumsi. Semakin lama membran RO digunakan, akan semakin sedikit air yang dihasilkan. Sehingga penggantiannya harus benar-benar diperhatrikan.
Untuk skala usaha, diperlukan beberapa alat filtrasi. Demi mengakali untung, ada saja oknum nakal yang tidak mengganti penyaring sebagaimana mestinya. Sehingga filter yang kotor masih saja digunakan. Selain itu ada juga yang tidak mengisi penuh alat RO-nya dengan membran. Misalnya dari 8 alat hanya 4 yang benar-benar diisi membran. Tujuannya untuk mengurangi jumlah air reject, sehingga air yang dihasilkan lebih banyak.
#4 UV Box tidak berfungsi dengan baik
Pada depot air isi ulang biasanya ada UV box. Gunanya untuk mensterilkan air agar terbebas dari mikroba tanpa mengubah rasa dan bau. Sayangnya, ada saja oknum nakal yang menggunakan UV box sebagai pajangan pelengkap saja. UV box ini umumnya merupakan kotak berwarna putih. Saat alat ini bekerja, lampu-lampunya akan menyala persis seperti router WiFi.
Perlu diingat bahwa tidak semua depot air isi ulang curang seperti di atas. Masih banyak kok pengusaha air minum yang jujur. Jadi jangan khawatir. Pastikan saja air yang kalian beli tidak berbau dan memiliki rasa yang aneh. Kalau kalian menemukan hal-hal yang mencurigakan, mending tidak usah beli air di situ lagi. Jangan gampang tergiur harga murah.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Adu Nasib Harga Aqua Botol dan Galon Isi Ulang Adalah Hal Konyol.