Sebuah informasi tidak penting-penting amat namun harus saya tulis; artikel ini selesai dalam waktu tiga hari. Menghabiskan waktu di pojokan kamar, membuka playlist yang sudah usang, dan saya mencoba membuka beberapa luka lama. Entah luka hasil cinta, keluarga, lingkungan, apa pun. Luka yang kembali terbuka tersebut tidak saya tetesi pakai air garam. Lebih perih dari itu, saya tetesi pakai 5 lagu Jepang yang makin bikin perih dan sedih.
Pertama, “Mukanjyo” karya Survive Said the Prophet, mengawali daftar lagu Jepang sedih ini. Kesedihan ini saya persembahkan untuk hasil cipta lingkungan yang kejam. Bayangkan, kau tinggal di Jogja, kerja keras sampai keringat mengucur deras, bayarannya adalah UMR Yogyakarta. Atau kau mendukung sebuah tim bola kabupaten yang nasibnya hancur di tangan politisi.
Luka hasil lingkungan nggak hanya sampai sana. Bisa juga karena bully kawan-kawanmu yang secara akumulatif menghasilkan dendam. Lantas kau ingat sebuah ilham bahwa seperti rindu, dendam harus dibayar tuntas. Namun kau ingat pula, kuasa apa yang bisa membuatmu bisa balas dendam? Dari pada disimpan menjadi penyakit, “Mukanjyo” bisa menjadi sobat kesedihanmu itu.
Lagu ini merupakan opening dari Vinland Saga Season 1. Anime yang nggak kalah kurang ajar dari openingnya, cerita yang cocok banget jadi gambaran bahwa lingkungan yang menyebalkan bisa menghasilkan kesedihan yang akumulatif tadi.
Tengok saja liriknya (setelah saya translate ke bahasa Inggris), “Can someone tell me how I use to picture, the scenes that I used to dream of?” memperlihatkan bahwa masa kecil Thorfinn, tokoh utama dalam Vinland Saga, berubah mencekam ketika beranjak dewasa. Dan itu diamini manusia dewasa ini. Ketika kabeh terasa kian aboooooot.
Kamu bisa dengerin ini ketika bingung antara mau sedih atau marah-marah. Nah, Survive Said the Prophet memberikan opsi. Biar mereka saja yang marah-marah via scream vocal, gebuk drum, dan riff gitarnya, sedang kamu habiskan saja air matamu itu di pojokan.
Kedua, “Sparkle” karya RADWIMPS, wajib nih masuk ke daftar lagu Jepang yang pedih perih. Kali ini sedih karena cinta, ya. Walau sudah lama nggak merasakan apa-apa perihal cinta dan segala kesedihannya alias kebas, saya hanya bisa merujuk ke lagu band yang satu ini. Memang, tiap denting not piano yang dimainkan akan terekam adegan demi adegan Mitsuha dan Taki. Wajar. Kalau menangis, ya sudah biarkan itu mengalir, jangan dilawan.
Lagu ini menceritakan perihal hubungan cinta yang nggak sehat di mana satu pihak mencoba menguasai pihak lainnya. Cinta yang mengelilinginya itu bisa dikatakan nggak sempurna karena di mana-mana, cinta itu harus “saling”. Saling sayang, saling mendukung, dan saling-saling lainnya.
Sebagai alternatif biar kamu tambah merasakan kesedihan itu, coba bayangkan jika kamu mencintai seseorang dengan amat sangat, namun yang ada justru membuat orang yang kamu cintai itu takut sama kamu. Kamu yang saking cintanya sampai melarang ini itu, justru membuat orang yang kamu cintai merasa berat dengan apa yang kamu perbuat.
Kalau sudah membayangkan itu, cinta sebesar apapun jatuhnya malah memperbudak. Duh, pengen mbengok “Mada kono sekai waaaaaa……” sekencang-kencangnya.
Ketiga, “Flower” karya L’arc-en-Ciel. Saya menemukan lagu ini dari walkman jadul kakak saya. Tanpa melihat bentuk band ini bagaimana, saya yang baru umur belasan itu langsung duduk di depan pintu dan terbawa suasana yang embuh apa, tiba-tiba bikin galau. Lagu ini bisa dikatakan ajaib, tanpa paham makna lirik dan artinya—bahkan—secara harfiah, biasa jadi galau begitu saja.
Namun, lama kelamaan lagu ini saya dedikasikan untuk waktu istirahat menghadapi dunia yang kian menjemukan. Galau tanpa harus menangis, tanpa harus mbeker-mbeker, melalui suara yang dilantunkan oleh Hyde, vokalis band ini, rasanya kesedihan itu sudah terpenuhi tanpa harus berlebihan.
Seperti liriknya, “Mune ga itakute itakute. Kowaresou dakara.” Yang artinya hati ini sakit, sungguh sakit. Seakan akan hancur. Itu yang saya suka dari lirik lagu ini. Tanpa kakehan fafifu, langsung ke inti permasalahan bahwa hati ini sedang sakit. Nah, sakit karena apa? Karena kamu lah.
Tambahan di bagian bawah juga saya amat suka. “Kanawanu omoi nara semete karetai!” Yang artinya, jika perasaan ini tak akan sampai, biarkan aku layu. Aduh, aduh, siapa sih yang sudah menyakiti Bang Hyde sampai bisa nulis lirik yang gamblang menyatakan kalah melawan cinta seperti ini?
Keempat, “Solanin” karya Asian Kung-fu Generation. Hari ini sudah ada yang bilang bahwa kamu hebat? Bahwa kamu kuat salama ini hidup di bumi? Bahwa kamu layak mendapatkan yang terbaik? Bahwa kamu tak pantas untuk disakiti berkali-kali dan memohon-mohon seperti pengemis? Badut pun juga bisa menangis, ya, kawan? Ayolah.
Atau kau yang bosan dengan dunia yang bergerak serba monoton. Melihat orang sukses dengan pakaian mengilap, mobil baru, pacar yang cantik. Melihat si miskin yang terus diinjak-injak oleh sistem. Kegiatan sehari-hari yang menuntut dirimu untuk terus berinovasi namun pada kenyataannya hanya seperti pepesan kosong yang dimakan saban hari.
Lalu akan muncul sayup-sayup lagu dengan lirik begini, “Sayonara, sou suru yooooooo!”
Tenang, di atas bukan rekam jejak keseharianmu, kok. Melainkan sebuah spoiler movie anime yang berjudul Solanin. Asian Kung-fu Generation membuat lagu untuk movie ini dengan sempurna. “Solanin” akan mengalun pelan di kamarmu sepulang kerja. Mengisi tiap linu sendimu. Tiap kucuran air matamu. Dan puncaknya pada menit 3:25 dan seterusnya….. ah, coba sajalah.
Itu dari saya, empat lagu Jepang yang bisa mengiringi kesedihanmu. Sedih yang layak untuk dirasakan. Sedih yang pantas untuk kamu rasakan. Namun, setelah dengerin empat lagu di atas, janji sama saya ya bahwa sedih itu dicukupkan dengan segera. Saya suka lihat kamu ketika tersenyum.
Lho, di paragraf pertama katanya lima, kok ini cuman empat? Tulung, Riii, aku wis ora kuat. Aku pusing, bete, badmood, kecewa, perih, pedih, pendekare terluka parah.
Sumber Gambar: Pixabay
Editor: Rizky Prasetya