Sebelum menggelar pesta pernikahan, setiap pasangan selalu disibukkan dengan berbagai macam keperluan. Seperti menyebar undangan, memesan katering, tenda, dekorasi, hingga fitting baju pengantin. Tak hanya itu, salah satu hal penting yang harus dilakukan calon pengantin adalah mencari dan menentukan bulan hari baik untuk menikah.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, menentukan hari baik untuk pesta pernikahan menjadi hal paling penting yang tidak boleh terlewatkan. Biasanya, orang tua calon pengantin akan mendatangi sesepuh desa atau orang yang dituakan untuk menanyakan perihal hari baik. Sebelum menentukan hari dan tanggal, nantinya sesepuh desa tersebut akan menanyakan weton atau perhitungan tanggal kelahiran masing-masing pasangan, lalu memberikan hari terbaik untuk melangsungkan hajatan.
Menentukan hari baik untuk pesta perkawinan bukanlah perkara mudah. Butuh perhitungan yang matang agar tidak salah hari dan tanggal. Konon, jika sampai salah memilih hari dan tanggal pernikahan, risikonya bisa fatal. Menurut Kitab Primbon Betaljemur Adammakna (1980), ada beberapa bulan sakral yang dilarang keras menggelar pesta pernikahan, di antaranya sebagai berikut.
#1 Sasi Sura (Bulan Asyura)
Bulan Sura adalah bulan pertama menurut kalender Jawa. Nama Sura sendiri diambil dari perayaan Asyura yang bertepatan dengan tanggal 10 Muharram pada sistem kalender bulan Islam.
Bulan Sura sendiri menjadi salah satu bulan yang dilarang untuk melakukan ijab qabul atau pesta pernikahan, terutama pada tanggal 13. Bulan Sura dianggap dina ala (hari buruk) untuk pesta pernikahan karena bulan ini bertepatan dengan peristiwa Nabi Ibrahim dibakar Raja Namrud.
Dalam primbon Jawa, Bulan Sura ditetapkan sebagai dina na’asing Nabi (hari ketika Nabi mendapatkan musibah). Hari itu dianggap oleh masyarakat Jawa sebagai hari duka sehingga tidak boleh untuk melakukan pesta pernikahan. Pasangan yang tetap nekat melakukan pesta pernikahan akan tukar padu (selalu bertengkar) dan nemu kerusakan (mendapat kesialan).
#2 Sasi Mulud (Bulan Maulid)
Mulud merupakan bulan ketiga dalam sistem penanggalan Jawa. Bulan ini berimpit dengan bulan Rabiul Awal dalam kalender Islam. Nama Mulud sendiri berasal dari perayaan hari kelahiran Nabi atau Maulid Nabi yang jatuh pada Rabiul Awal pada sistem kalender Hijriyah.
Bulan Mulud menjadi salah satu bulan yang dilarang untuk melangsungkan pesta pernikahan. Menurut Kitab Primbon Betaljemur Adammakna (1980), pasangan yang nekat melakukan pesta pernikahan pada bulan ini akan mati salah siji (salah satu akan ada yang meninggal). Untuk itu, seseorang yang akan melangsungkan pesta pernikahan, sebaiknya menghindari Bulan Mulud.
#3 Sasi Pasa (Bulan Puasa)
Masyarakat Jawa juga dilarang ijab qabul dan menggelar resepsi pernikahan pada bulan puasa, terutama tanggal 21. Sebab, hari itu bertepatan dengan peristiwa perang yang terjadi antara Nabi Musa dengan Raja Firaun.
Seseorang yang melangsungkan pesta pernikahan pada bulan ini akan cilaka gedhe (mendapatkan bahaya yang besar). Artinya, setiap pasangan yang menikah pada bulan puasa akan mendapatkan ancaman besar setelah menikah. Tak heran jika sebagian masyarakat Jawa kerap menghindari bulan ini ketika ada hajatan.
#4 Sasi Sela (Bulan Dzulhijjah)
Wulan Sela atau bulan Dzulhijah adalah bulan kedua belas yang biasa digunakan umat muslim untuk melakukan ibadah haji. Pada bulan ini, masyarakat Jawa dilarang keras untuk melangsungkan pesta pernikahan, terutama pada tanggal 24 dalam kalender Jawa. Bulan ini dilarang untuk menggelar pesta pernikahan karena bertepatan dengan peristiwa Nabi Yunus dimakan ikan paus.
Seseorang yang nekat melangsungkan pesta pernikahan akan gering (kurus, miskin), kerep pasulyan lan mitra (sering konfik). Ini artinya, jika seseorang menikah pada bulan ini akan sering terjadi konflik dengan pasangan.
Selain keempat bulan di atas, ada beberapa bulan buruk untuk menikah tetapi boleh dilanggar, antara lain sasi Sapar (Shafar), Rabingulakir (Rabiul Awal), Jumadilawal (Jumadil Awal), dan Sawal (Syawal). Seseorang yang melangsungkan pesta pernikahan pada bulan tersebut akan banyak hutang.
Sementara itu, ada sejumlah bulan yang sangat baik untuk melangsungkan pesta perkawinan. Beberapa bulan terbaik tersebut, di antaranya Jumadilakir, Rejeb, Ruwah, dan Besar. Terlebih jika dilaksanakan pada hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, pasangan yang menikah akan mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan.
Terlepas dari rasa percaya dan tidak percaya dengan Primbon Jawa, tradisi mencari hari baik saat ingin menggelar pesta perkawinan, hingga saat ini masih lestari di beberapa daerah, khususnya di Jawa. Sebagaimana ungkapan empan papan dalam falsafah Jawa, bahwa setiap orang harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, tempat, dan waktu tertentu.
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya