Kebiasaan menonton bola dengan komentator berbahasa Arab ini bukan karena saya pernah mengenyam pendidikan bangku pesantren, ya. Toh, sebetulnya kemampuan bahasa Arab saya juga masih sama-sama minimnya. Paling banter ya, ana, anta, antum, barakallah itu-itu saja. Namun, perlu kalian ketahui ada beberapa hal yang menjadikan saya lebih memilih menonton bola dengan komentator berbahasa Arab ketimbang bahasa Inggris. Berikut saya sebutkan di antaranya.
#1 Nama pemain jadi terdengar lebih jelas
Adalah sebuah masalah bagi orang yang tidak begitu hafal nama pemain-pemain bola selain tim kesayangannya. Tentu, ia akan merasa jengah dan kesal betul ketika dalam suatu momen pertandingan salah seorang pemain lawan berhasil memporak-porandakan pertahanan tim kita. Namun, pada saat itu juga kita sama sekali nggak tahu siapa dia sebenarnya.
Kalau ada teman nonton, sih, pasti enak langsung tanya teman nonton kita. Kalau tidak, mungkin kita akan menunggu tayangan dengan view zoom-in pada nama punggung pemain tersebut. Itu pun kalau ada. Kalau tidak, akhirnya mau nggak mau kita harus memasang pendengaran lebih ekstra untuk menyimak penuturan komentator siapa sebenarnya pemain tersebut.
Masalahnya lagi, bagi anak desa macam saya ini menyimak dan memahami bahasa Inggris komentator adalah hal yang lumayan sulit. Kalau kata teman saya bahasa Inggris adalah bahasa ‘’munafik’. Bagaimana tidak, lawong tulisan “i” bacanya ‘ai’. Tulisan “e” bacanya “i”. Pokoknya bagi lidah-lidah sambal terasi desa macam saya ini sangat sulit untuk memahami bahasa-bahasa burger itu.
Namun, setelah menemukan channel streaming dengan komentator bahasa Arab, masalah saya pun teratasi. Lantaran, komentator bahasa Arab terdengar lebih fasih. Nama-nama pemain yang mereka rapal mengiringi pertandingan tak begitu sulit saya pahami. Hal itu tentu karena ia berbicara sesuai makhorijul huruf seperti yang sudah saya pelajari di TPQ dulu. Lengkap dengan qolqolah, idzhar, ikhfa’, dan ghunnah sehingga saya tak perlu khawatir akan keliru dalam mengenali pemain.
#2 Lebih ekspresif
Satu hal lagi yang membuat saya jatuh cinta dengan komentator berbahasa Arab adalah ia terasa lebih ekspresif. Walaupun secara umum semua komentator bola selalu ekspresif dan seru. Entah mengapa dalam telinga saya komentator bahasa Arab terdengar paling ekspresif.
Kalau di Indonesia terdapat Bung Valentino “Jebret” Simanjuntak. Komentator bahasa Arab punya gaya tersendiri, meski nggak ada lucu-lucunya seperti gaya Bung Valentino. Namun, mendengar komentator bahasa Arab ada aura tersendiri. Saya serasa mendengar murottal tapi dengan ritme dan tingkat keseruan tinggi. Ia tidak menyajikan komentar-komentar lucu dan tegang. Namun, ia sanggup menyajikan sajian sepak bola yang menenangkan sekaligus menyenangkan.
#3 Biar nggak jadi misuh, tapi nyebut Allah-Allah
Hal yang pasti terjadi dalam sebuah tontonan pertandingan adalah maki-makian dan kata-kata kotor yang keluar untuk merespons berbagai kejadian yang tidak menguntungkan dalam pertandingan. Itu sudah seperti hal yang wajib adanya. Sasarannya siapa lagi kalau bukan wasit ataupun pemain-pemain lawan.
Entah makian jenis apa pun akan keluar secara naluriah di sini. Mulai nama hewan hingga pisuhan-pisuhan lokal yang cukup membuat telinga risih mendengar. Namun, ini tidak berlaku ketika kita menonton bola dengan komentator berbahasa Arab. Ini benar-benar pernah saya rasakan sendiri.
Dalam sebuah momen pertandingan, entah saya lupa Arsenal melawan apa, salah seorang pemain Arsenal di-tackle dengan lumayan keras. Wasit bersikeras itu bukan sebuah pelanggaran. Sedangkan sang pemain masih menjerit, meringkuk kesakitan. Melihat hal tersebut, sontak emosi saya meningkat. Emosi betul saya waktu itu. Sama seperti saya, sang komentator sepertinya juga tidak terima dengan keputusan wasit itu. Terdengar dari intonasinya. Namun, kata-kata yang terlontar dari komentator adalah, “Ya salam, ya salam,” dengan intonasi kecewa.
#4 Nonton bola, panen pahala
Ini merupakan alasan utama saya memilih menonton dengan komentator bahasa Arab. Pasalnya, kita semua tahu, kegiatan menonton bola ini bukanlah ritual keagamaan yang bernilai pahala. Nah, dengan menonton bola dengan bahasa Arab, sedikit banyak tentu saya akan dituntun sedikit-sedikit mengisi setiap gol yang tercipta dengan ucapan subhanallahh. Menangisi kekalahan dan ketidakberdayaan dengan astaghfirullah. Lantas menikmati dinamika dan drama pertandingan dengan penuh suka cita dan tak terasa dua jam yang saya sisakan di malam hari tidaklah sia-sia.
BACA JUGA Fans Arsenal dan Manchester United, Terima Saja Hasil Imbang biar Nggak Berisik dan tulisan Akhmad Yazid Fathoni lainnya.