Bobocabin Pacet memang nyaman, tapi saya rasa nggak semua orang cocok menginap di sana.
Sebagai pengantin baru, saya dan istri mulai menyadari kalau hidup berdua ternyata bukan cuma soal berbagi kasur dan dapur, tapi juga berbagi agenda. Dulu, acara keluarga cuma satu kubu, sekarang bertambah jadi dua. Dan, sebagai orang yang gampang lelah dengan aktivitas sosial, kadang kami merasa perlu menarik napas panjang dan mencari tempat untuk mengambil jeda sejenak.
Dari sekian banyak ide yang kami bahas, Bobocabin Pacet selalu muncul di daftar teratas. Entah sudah berapa kali nama itu kami sebut, tapi selalu gagal direalisasikan. Setelah lama cuma jadi wacana, akhirnya kami pun berangkat.
Nah, dari perjalanan singkat itu, saya jadi punya satu kesimpulan sederhana. Bobocabin Pacet memang bagus, tapi nggak semua orang cocok ke sana. Setidaknya, ada tiga tipe orang yang sebaiknya mikir dua kali sebelum memutuskan ke Bobocabin Pacet.
#1 Bobocabin Pacet tidak untuk orang mendang-mending
Saya kira tipe pertama ini memang agak susah untuk ke mana-mana. Iya, tipe orang yang selalu membandingkan segalanya. Kalau prinsip hidupnya mendang-mending, Bobocabin memang bukan tempat yang cocok. Sebab, yang dijual di sini bukan kemewahan fasilitas, tapi suasana. Yakni, tidur di tengah hutan, dikelilingi kabut ketika pagi dan malam, dan jauh dari keramaian kota. Kalau yang dicari value for money, ya jelas kalah sama hotel konvensional. Tapi, kalau yang dicari peace of mind, ya ini tempat yang cocok.
Jadi, ketika lihat harga per malam Bobocabin Pacet kalian langsung komentar: “Harga segini mending nginep di hotel bintang lima”, “mending di vila, dapat kolam renang”, “mending pulang aja, tidur di rumah”. Ya mending urungkan niat menginap itu.
#2 Orang yang terlalu percaya dengan TikTok
Sedikit cerita, ketika baru sampai di Bobocabin Pacet, saya ketemu pasangan dari Sidoarjo yang jauh-jauh datang ke Mojokerto, bukan untuk menginap, tapi untuk survei lokasi. Katanya, “Saya nggak mau jadi korban TikTok, makanya saya lihat dulu, beneran bagus apa enggak.”
Saya tertegun mendengar jawabannya. Istri saya juga merasa ada yang aneh dari pasangan ini. Sebab, mereka datang sejauh itu cuma buat ngecek apakah tempatnya beneran estetik atau tidak. Pun saya juga kepikiran, bagaimana mereka bisa tahu kondisi kamarnya kalau hanya melihat dari luar saja. Jangan-jangan mereka sudah menjadi korban ya? Sudah jauh-jauh datang, tapi mengurungkan niat menginap karena tidak sesuai ekspektasi.
Terlepas dari itu, saya bisa memahami, TikTok memang sering membuat ekspektasi ketinggian. Video 15 detik dengan filter hangat dan lagu jedag-jedug kadang memang bisa membuat suatu tempat jadi terasa surgawi.
Nah, di sini letak masalahnya. Kalau kita datang dengan bayangan “wah banget” dari medsos, yang terjadi sering kali justru membuat kecewa. Sebab, tiap penginapan selalu punya kekurangan. Kadang kamar kecil, kadang air panasnya ngadat, kadang kebetulan tetangga kamarnya terlalu berisik. Jadi, kalau belum siap menerima “realita offline”, mending tahan dulu.
#3 Orang yang sudah terbiasa dengan pemandangan hijau
Nah, ini tipe yang unik. Saya jadi ingat ketika staycation bersama bapak saya di resort Wisata Bahari Lamongan (WBL) yang mana daerah laut. Ketika saya tanya gimana rasanya, bapak saya cuma komentar, “Bagus aslinya, cuma karena sudah biasa lihat laut, jadi nggak kerasa spesial.”
Hal yang sama berlaku di Bobocabin Pacet. Kalau kamu tinggal di daerah pegunungan, atau rumahmu sudah dikelilingi sawah dan pohon pinus, kemungkinan besar kamu bakal merasa, “Kok begini saja, ya?”
Iya, perlu digarisbawahi, Bobocabin Pacet menjual pengalaman “melarikan diri” dari hiruk pikuk kota. Jadi, kalau kamu memang hidup di tengah ketenangan, maka keunggulannya nggak terasa istimewa. Ibarat petani diajak piknik ke kafe sawah, ya nggak apa-apa juga, cuma kesan wah jadi hilang.
Sekali lagi, tempat bagus itu nggak harus cocok untuk semua orang. Bobocabin Pacet bukan tempat yang sempurna, tapi juga bukan tempat yang overrated. Ia sama seperti kuliner. Tergantung selera. Tergantung siapa yang mencicipinya. Jadi, kalau kamu datang dengan ekspektasi wajar, tanpa mendang-mending, tanpa berharap seperti di TikTok, dan hanya sekadar ingin menikmatinya saja, maka kamu akan pulang dengan hati dan pikiran yang lebih ringan.
Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Kenia Intan
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















