Beberapa ormek, sering kali dianggap sebagai underbow partai politik. Padahal, mereka sudah sering deklarasi kalau independen. Kenapa, ya?
Di sini saya hendak mengakui bahwa meski saya telah lulus kuliah, tapi secara konstitusi dua tahun setelah kelulusan saya masih menjadi kader HMI. Walau saya bukan kader terbaik, apalagi kader yang namanya terkenal di mana-mana.
Saya juga terlahir, dibesarkan, bahkan hidup di lingkungan NU. Oleh karena itu, saya bersahabat sangat dekat dengan sahabat-sahabat PMII. Namun, perihal kegiatan diskusi, saya paling sering justru dengan kawan-kawan GMNI. Entah itu dari jurusan sendiri maupun dari kampus lain. Apakah saya krisis identitas? Saya sih, bodo amat soal itu. Bagi saya, seru saja bisa berpetualang menjelajahi berbagai ormek.
Dalam tulisan ini saya bukan hendak memperdebatkan perihal identitas saya yang campur aduk kayak gado-gado. Namun, saya sedikit mempertanyakan tentang keterkaitan antara ormek dengan partai. Ormek tertentu seperti GMNI, HMI, dan PMII pasti sering dianggap underbow partai tertentu.
Padahal, di setiap LK 1, KTD, maupun PKD, sudah sering dikampanyekan perihal independensi dari setiap masing-masing ormek tersebut. Bahkan berbagai ormek tersebut nggak memiliki afiliasi struktural secara tertulis dan jelas terhadap partai mana pun.
Setidaknya, terdapat dua alasan mengapa ormek tertentu sering dianggap menjadi underbow sebuah partai. Pertama, se-idealis apa pun ormek, ideologi mereka tetap memiliki korelasi dengan partai tertentu. Kedua, se-independen apa pun ormek, kalau mau nyalon jadi pejabat negara, ya ujung-ujungnya akan tetap nyemplung ke partai yang didominasi oleh alumninya. Memang, salah satu fungsi ormek untuk membangun relasi.
Langsung saja saya ulas mengenai tiga ormek yang sering mendeklarasikan “independen”, tapi masih sering dianggap menjadi underbow partai tertentu.
#1 GMNI & PDIP
Perlu diketahui bahwa GMNI dan PDIP adalah penganut konservatif garis keras berbagai pemikiran Bung Karno. Terutama ideologi nasionalisme ala Bung Karno dan pemikiran marhaenisme-nya. Mereka berdua mendewakan berbagai pemikiran Bung Karno, apalagi Bu Mega sendiri masih segaris keturunan langsung dengan Bung Karno.
Nggak sedikit juga alumni-alumni GMNI yang berkiprah di PDIP, seperti Ahmad Basarah, Bambang Wuryanto, dan seterusnya. Dalam kondisi tertentu juga, Pak Ganjar selaku kader PDIP sendiri sering mengisi ruang-ruang diskusi para kader GMNI. Coba bayangin, kenapa nggak Bu Khofifah? Ya, karena belio bukan PDIP.
Meskipun antara GMNI dan PDIP nggak memiliki garis struktural, mereka memiliki keterikatan dalam sepak terjang di ranahnya masing-masing. Kalau GMNI ranah kampus sebagai organisasi mahasiswa, sedangkan PDIP ranah politik pemerintahan sebagai sebuah partai.
Sehingga nggak mengherankan ketika banyak masyarakat menganggap secara sepihak bahwa GMNI underbow-nya PDIP. Apalagi antara logo dan dominasi warnanya juga sama: sama-sama banteng dan didominasi warna merah.
#2 HMI, Masyumi, dan Golkar
Selaku ormek tertua, HMI sering dianggap menjadi underbow banyak partai, mulai dari Masyumi hingga Golkar. Meskipun antara kedua partai tersebut nggak memiliki sama sekali struktural yang tertulis dan jelas mengenai hubungannya dengan HMI.
Di masa orde lama, HMI sering dianggap sebagai underbow dari partai Masyumi. Alasan utamanya dan yang paling sering didengar karena kedua perkumpulan tersebut memiliki asas yang sama yakni asas Islam. Layaknya ormek CGMI yang juga underbow PKI hanya karena memiliki ideologi yang sama yakni komunisme.
Bahkan setelah Masyumi dibubarkan karena dianggap terlibat dengan pemberontakan PRRI, HMI pun juga ikut-ikut didesak untuk dibubarkan, terutama desakan oleh CGMI dan underbow-nya PKI. Namun, Tuhan berkata lain, atas dukungan banyak pihak, HMI hingga saat ini masih eksis dan justru CGMI dan PKI yang malah dibubarkan di masa transisi antara orla dan orba.
Setelah pembubaran Masyumi, bukan berarti HMI kembali ke fitrah independensinya. Justru saat ini ada anggapan bahwa HMI sebagai underbow-nya partai Golkar. Meskipun nggak memiliki kesamaan ideologi, justru saat ini banyak kader HMI yang nyemplung ke partai Golkar, misal yang paling terkenal seperti Pak Akbar Tanjung dan Pak Jusuf Kalla.
#3 PMII & PKB
Kenapa PMII sering dianggap sebagai underbow PKB? Mungkin ini sudah banyak yang tau dan nggak perlu ditanya lagi bahwa antara PMII dan PKB memang kebanyakan berisikan masyarakat dari kalangan NU. Meskipun sebenarnya keduanya nggak memiliki ikatan struktural organisasi yang terkait, blas gadas nggak ada ikatan sama sekali.
Jadi, mulanya pada 1960 hingga 1972, PMII masih menjadi badan otonom dari NU. Namun, setelah itu, PMII melepaskan diri dari banom (badan otonom) NU dan mendeklarasikan diri sebagai organisasi mahasiswa yang independen. Meskipun secara konstitusional ia masih memegang teguh ideologi aswaja ala NU.
Berbeda dengan PMII, untuk PKB lebih totalitas independennya. Selain karena nggak dalam naungan banom NU, PKB juga secara konstitusional nggak bermuatan asas perjuangan aswaja ala NU. Hanya saja para pendiri PKB, kebanyakan berlatar belakang dari kalangan elite-elite NU.
Di sisi lain, nggak sedikit juga sahabat-sahabat PMII yang berkiprah di PKB. Salah satunya seperti Ibu Khofifah yang merupakan alumni PMII dan sekarang berada di PKB. Oleh karena berbagai faktor tersebut, kebanyakan masyarakat mengaitkan antara PMII dan PKB, bahkan menganggap PMII sebagai underbow PKB.