Seperti halnya tempat lain, IGD pun tak lepas dari mitos. Dan ini saya lihat dan alami sendiri.
Awalnya saya tidak percaya dengan tiga mitos IGD yang akan saya ceritakan ini. Mau percaya kok aneh, kalau nggak percaya kok takut kena karma buruk. Senior yang memberi pesan pun sudah menduga reaksi saya yang setengah percaya setengah tidak. Begini dia bilang:
“Wes ta, awalnya aku juga nggak percaya. Tetapi, ini kejadian beneran.”
Setelah beberapa bulan menjadi dokter muda atau koas, pikiran saya mulai terbuka. Bukti demi bukti telah saya alami hingga kini saya jadi dokter internship. Ya, pesan kakak kelas saya waktu itu memang benar.
#1 Mitos pertama, pembawa dan penangkal pasien
Di IGD, ada dua jenis orang: satunya pembawa pasien, satunya penangkal pasien.
Aneh kan? Mana ada orang yang terlahir apes untuk menerima pasien lebih banyak? Di sisi lain, ada orang yang kelewat beruntung bisa jaga santai dengan jumlah pasien yang sedikit.
Awalnya saya tidak percaya. Namun, pandangan saya mulai berubah ketika teman saya benar-benar mengalaminya.
Sebut saja namanya Agus. Ketika Si Agus jaga IGD, pasien tiba-tiba berdatangan tanpa ampun. Kalau biasanya ada 5-7 pasien dalam satu shift jaga, si Agus ini bisa menerima 10-15 pasien. Banyak kan?
Namun, ketika yang jaga si Budi, yang sudah terkenal sebagai penangkal pasien. Pasien yang dia terima dalam satu shift bisa berkurang hingga 1-3 saja. Timpang bukan?
Lalu apa yang membuat saya percaya? Begini, kejadian si Agus menerima banyak pasien dan si Budi menangkal pasien itu bukan cuma sekali. Tapi, sudah terulang berkali-kali. Tiap Agus jaga, IGD rame. Tiap Budi jaga, IGD sepi, begitu terus. Walaupun ada kalanya kutukan tersebut tidak muncul.
Biasanya, supaya bakat pembawa pasien milik Agus tidak terlalu dominan, pembuat jadwal jaga akan mengkombinasikannya dengan orang lain yang memiliki bakat penangkal, seperti Budi. Kelak akan dibuktikan, dari kedua orang berbakat ini, siapa yang lebih kuat.
Jika nanti terbukti bakat pembawa milik Agus lebih kuat daripada bakat penangkal milik Budi, kelak Agus akan dipasangkan dengan partner lain yang memiliki bakat penangkal lebih kuat daripada Budi. Tentunya partner baru ini sudah dibuktikan kesaktiannya lewat adu bakat seperti tadi.
Pastinya, di antara dua sifat pembawa dan penangkal itu, ada manusia-manusia yang nggak punya bakat dominan, seperti saya. Malangnya, nasib orang seperti saya akan ditentukan oleh bakat partner jaga. Jika dapat partner penangkal ya alhamdulillah, jika dapat partner pembawa ya masyaallah.
#2 Mitos kedua, jangan pernah bilang IGD sepi ketika lagi jaga
Plis, setelah kalian baca artikel ini, jangan dengan sengaja datang ke IGD terdekat, kemudian bilang: “Kok IGD hari ini sepi ya?”
Kalau betul terjadi, Anda bisa habis dipelototi dokter jaga. Syukur nggak dilempar botol infus.
Pernah, ketika teman saya jaga di sebuah pagi yang tenang. Perawat jaganya berkata demikian: “Alhamdulillah Dok, hari ini sepi.”
Teman saya lekas menatap mata perawat tersebut, memastikan dia sadar dengan ucapannya: “Aduh Mbak, masih jam segini, jangan bicara kotor.”
Ajaib, satu persatu pasien datang, hingga jam jaga teman saya tadi memanjang gara-gara pasien tidak berhenti datang. Kadang, jika kalimat ini sampai terucap, kasus yang datang bakal tidak seperti biasanya. Kalau hari-hari sebelumnya yang datang cuma rawat luka dan sakit lambung, kalimat brengsek ini bisa mendatangkan kasus yang jarang seperti: kejang, stroke, serangan jantung, dan lainnya. Penyakit yang tidak baik untuk pasien, juga tidak baik untuk dokter jaganya.
#3 Sebelum jaga, Anda harus mandi dan pakai pewangi terbaik supaya pasien enggan datang
Sepintas, tidak ada hubungannya bukan? Memang apa yang membedakan antara sudah mandi, atau belum mandi dengan kedatangan pasien?
Tetapi suer, ini beneran terjadi pada saya sendiri. Ketika awal jaga IGD sebagai dokter muda, saya tidak pernah mandi sebelum jaga. Wajar, jaga sore dilaksanakan setelah kegiatan pagi selesai. Mana sempat saya mandi? Apalagi ketika awal masuk rumah sakit, saya belum tahu celah-celah mencuri waktu.
Aneh, di waktu itu, jam jaga saya tercatat membawa pasien sedikit lebih banyak daripada biasanya. Dokter residen (pendidikan spesialis) yang jaga pun bertanya kepada kami, tim jaga dokter muda, setelah semalam suntuk menerima pasien yang tak kunjung habis: “Dek, dari kalian ada yang nggak mandi ta?”
Saya pun spontan menjawab, “Iya dok, saya kemarin sore nggak mandi.”
Dokter residen yang jaga pun langsung membuang muka. Kedua kawan jaga saya pun berbalik menatap saya tajam.
“Lain kali sebelum jaga, mandi dulu Dek. Kalau belum mandi, jangan jaga sama saya.” Ucap dokter residen dengan tajam dan menusuk.
Setelah itu, saya selalu mandi sebelum jaga, saya juga mengusahakan untuk selalu pakai parfum. Alhamdulillah kutukan tersebut berangsur menghilang. Tapi, kadang kutukan itu datang kembali sih, jika saya tidak sempat mandi karena kegiatan pagi yang kelewat padat.
***
Ketiga mitos tersebut mengajarkan saya, bahwa dalam hidup ini kita harus menjaga ucapan, penampilan, dan senantiasa berdoa supaya diberikan keselamatan dan keberuntungan. Bagaimanapun, IGD sepi adalah berkah. Artinya, banyak orang yang sehat.
Dan kesehatan, apalagi masa sekarang, adalah hal yang amat sangat berharga.
Penulis: Prima Ardiansah Surya
Editor: Rizky Prasetya