Honda Supra Fit versi awal adalah motor pertama yang saya miliki. Itu lho, yang lampunya seakan-akan membentuk huruf v yang memanjang seakan menyatu dengan lampu sign, keluaran terbaru setelah Supra X. Saya ingat betul, Bapak menghadiahi motor tersebut karena secuil prestasi yang saya dapatkan saat SMA, tepatnya pada tahun 2007. Mungkin karena senang sekaligus kelewat bangga, Bapak segera memenuhi permintaan saya untuk dihadiahi motor.
Mau bagaimana pun, rasanya senang bisa punya motor sendiri yang bisa dibawa ke mana-mana. Walaupun nggak sampai jauh ke kawasan kota, sih. Sebab, kala itu saya belum memiliki SIM.
Meski second, kondisi motor masih sangat mumpuni secara fisik dan mesin. Usut punya usut, motor tersebut memang sudah dirawat sebaik mungkin melalui service secara rutin selama masa penggunaannya.
Secara keseluruhan, saya sangat menikmati berkendara menggunakan Supra Fit. Terbilang cukup nyaman dan memaksa saya untuk selalu menikmati perjalanan (baca: karena memang susah betul diajak ngebut).
Meski memang bukan untuk kebut-kebutan, saya nggak menyangka kecepatannya akan mentok di situ-situ aja. Padahal saya sudah coba tancap gas. Pada masanya, motor ini selalu saya pakai untuk boncengan dengan pacar. Biar bisa menikmati perjalanan lebih lama karena nggak bisa ngebut. Hehehe.
Sekira 15 tahun yang lalu, Supra Fit termasuk motor yang memiliki mesin bandel dan penggunaan bensin yang kelewat irit dalam kelasnya. Kendati demikian, secara fisik/body motor, ada tiga kekurangan yang saya kenang hingga saat ini.
Kekurangan ini, meski betul-betul merepotkan, tapi bikin kangen pada waktu bersamaan. Sebab, ngakalinnya susah-susah gampang sekaligus menyebalkan.
Pertama, sayap motor bagian depan yang, entah kenapa semakin lama seakan semakin kendor dan nggak pas. Gara-gara itu, motor jadi berisik waktu jalan. Bunyi bising “tek tek tek” sering saya dengar saat menjalankan motor Supra Fit ketika kondisi sayap semakin kendor. Itulah kenapa banyak pengguna motor Supra Fit yang mencopot sayap depannya aja sekalian. Daripada berisik dan bikin risih juga, kan.
Sebelumnya, hal serupa juga banyak terjadi pada motor Supra X. Mangkanya, nggak heran banyak motor Supra X maupun Supra Fit yang sayap depannya dicopot.
Kedua, step boncengan yang terbilang ringkih. Bukannya menopang kaki penumpang di belakang, malah bikin kaki orang yang dibonceng jadi nggak nyaman karena posisi step menukik ke bawah. Sadar atau tidak, hal tersebut bisa bikin kaki orang yang dibonceng pegal setengah mampus.
Sulit mengakali step boncengan yang kadung rusak. Mau diakali pun, biasanya akan copot lagi beberapa waktu kemudian. Mau nggak mau, akhirnya harus ganti step biar lebih solid.
Ketiga, nggak bisa dibawa ngebut. Selama mengendarai Supra Fit, saat saya tancap gas melebihi 80 km/jam sedikit saja, motor langsung bergetar. Oleh sebab itu, saran saya, saat berkendara menggunakan Supra Fit, baiknya nggak perlu dipaksakan untuk kebut-kebutan. Santai saja sambil menikmati angin di jalan.
Daripada ngebut tapi motor bergetar kencang, terus sayap juga bergidik sambil mengeluarkan suara berisik yang nggak beraturan. Ditambah yang dibonceng pun nggak nyaman karena step kadung rusak. Jadi, biar aman dan selamat di jalan, sudah betul bawa motornya pelan-pelan sekaligus hati-hati aja. Hehehe.
Ketiga persoalan tersebut memang bukan sesuatu yang fundamental dalam berkendara. Tapi, percaya deh, bisa bikin nggak nyaman saat berkendara. Itu kenapa motor ini harus betul-betul dirawat dan dijaga.
Meskipun begitu, bagi saya, Supra Fit ini seperti legenda dalam dunia otomotif. Bodinya yang ramping sangat cocok untuk nyalip-nyalip ketika jalanan macet. Saya tidak pernah meragukan iritnya bensin yang digunakan. Untuk saya yang kala itu masih sekolah, betul-betul sangat hemat dan bisa diandalkan.
Walau body tidak terlihat futuristik, tapi Supra Fit edisi awal ini menjadi pelopor bagi motor Supra edisi lainnya dan menjadi keluaran terbaru. Bodinya lebih kokoh dan menjadi lebih futuristik. Sayap depan tidak lagi goyah. Mesin tetap bandel dan bensin masih saja irit. Tapi, sulit dimungkiri bahwa step untuk boncengan dari beberapa motor Honda edisi lama, memang sering kali nggak kokoh dan mudah goyah.
Sumber gambar: Wikimedia Commons.
BACA JUGA Mengingat Banyak Password Adalah Bukti Kecanggihan Otak Kita dan artikel Seto Wicaksono lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.