3 Inovasi Bisnis Kuliner yang Dilakukan Pedagang agar Bisa Bertahan selama Pandemi

inovasi bisnis kuliner usaha kuliner selama pandemi corona agar bisa survive bertahan mojok.co

inovasi bisnis kuliner usaha kuliner selama pandemi corona agar bisa survive bertahan mojok.co

Sejak hampir dua bulan yang lalu Pemerintah Kota Bekasi menindak tegas orang yang berkumpul terutama di tempat makan. Aku ingat sebuah kafe dekat rumahku memasang status, “Sesuai dengan edaran dari pemerintah, kami meminta untuk pembelian menu kami melalui Grabfood atau take away ya. Ini demi kalian juga agak kalian tidak diciduk polisi dan tidak dapat kembali ke rumah.”

Aku tahu edaran yang dimaksud dari postingan IG Radio Dakta pada 5 April 2020. Di situ dikatakan bahwa jika ada remaja atau dewasa yang berkumpul di luar rumah pada siang atau malam hari, akan diamankan oleh pihak berwajib di rumah singgah (dekat TPU Padurenan) dan akan dikembalikan kepada keluarga bila sudah dinyatakan negatif Covid-19 oleh Pemerintah Kota Bekasi.

Serem ya?

Ketika diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai tanggal 14 April 2020, aturan itu dipertegas lagi. Kini, usaha kuliner seperti restoran hingga warteg dan pecel lele dilarang melayani makan di tempat. Di banyak tempat makan, termasuk penjual pecel lele di depan kompleks tempat tinggalku, tertempel pengumuman bahwa mereka tidak menerima layanan makan di tempat.

Dari situ aku memperhatikan banyak inovasi yang dilakukan oleh tempat-tempat makan supaya bisa bertahan dengan segala pembatasannya. Berikut adalah 3 inovasi dari usaha kuliner yang aku perhatikan.

Inovasi bisnis kuliner selama pandemi #1 Beralih menjual makanan mentah

Ini dilakukan oleh sebuah warung ramen yang cabangnya bukan hanya ada di Bekasi tapi juga di Jakarta. Aku mulai ngeh dengan pergeseran pemain bisnis kuliner di Bekasi karena mereka. Sejak diberlakukannya peraturan yang kusebutkan tadi, warung ramen ini mulai menjual bahan mentah selain melayani pembelian makanan matang melalui pesan antar.

Mereka menjual frozen food, seperti chicken katsu, fish roll, kentang beku, otak-otak, dan ayam bumbu. Selain itu ada juga daging-dagingan, seperti daging ayam, daging ikan, dan daging sapi dengan segala bentuk potongannya. Mereka bahkan menjual buah-buahan dan sayuran. Bahan-bahan mentah yang mereka tawarkan ini biasa mereka gunakan untuk menyajikan makanan matang sehingga mereka menjamin kualitas bahan-bahan mentah yang mereka jual.

Warung ramen ini memang terkenal enak banget, sih. Bukan cuma ramennya, melainkan juga nasi goreng dan banyak makanan yang mereka jual. Sayangnya, sejak beberapa hari yang lalu, mereka menutup seluruh outletnya hingga pada waktu yang tidak ditentukan.

Selain warung ramen, ada juga sebuah kedai burger yang menjual bahan-bahan mentah mereka, seperti roti bun, keju lembaran, burger patty, saos mayo, bahkan sampai bawang bombay di marketplace. Lalu di media sosialnya, mereka memberi tutorial cara membuat burger yang biasa mereka sajikan.

Inovasi bisnis kuliner selama pandemi #2 Menjual makanan dalam kemasan

Ini dilakukan oleh beberapa restoran Jepang. Mereka menjual makanan-makanan yang biasa mereka hidangkan di restorannya, seperti beef yakiniku, chicken teriyaki, ayam kung pao, atau sapi lada hitam dalam kemasan standing pounch dan ready to heat. Makanannya matang, tapi karena dikemas seperti saos spageti, kita bisa menyimpannya di lemari pendingin selama beberapa hari. Bila pembeli ingin mengonsumsinya, mereka tinggal memanaskannya.

Beberapa rumah makan Padang juga ada yang menjual rendang ready to heat seperti ini. Adikku pernah membelikanku di marketplace. Kupikir-pikir, penjualan dalam kemasan seperti itu jadi banyak keuntungannya. Pembeli bisa membeli dalam jumlah yang banyak dalam satu waktu untuk beberapa kali makan. Penjual juga bisa memperluas pemasaran produknya dan mempermudah distribusinya.

Inovasi bisnis kuliner selama pandemi #3 Menjual minuman dalam kemasan botol literan

Aku sempat melihat iklannya, dua buah kedai minuman teh dan kopi yang biasa menjual produknya dalam gelas plastik, kini menjual produknya dalam kemasan botol 1 liter. Minuman tersebut bahkan dijual di marketplace.

Kuingat-ingat, sepertinya sejak sebulan yang lalu aku memang tidak pernah membeli minuman teh dan kopi padahal biasanya paling tidak seminggu sekali aku membeli minuman semacam itu. Kondisi masa pendemi seperti ini membuatku berpikir beberapa kali untuk membeli minuman yang dihidangkan dengan es. Takut batuk, euy. Berhubung ada yang kemasan 1 literannya, aku jadi menimbang untuk membelinya. Kemasan botolan 1 liter ini tidak ada tambahan esnya. Jadi aku tidak perlu khawatir batuk.

Ada yang mau nambahin?

Sumber gambar: Wikimedia Commons

BACA JUGA Memulai Usaha, Mulainya dari Mana? dan tulisan Meita Eryanti lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version