BPJS Kesehatan memang rumit. Mungkin begitu yang akan tenaga medis katakan ketika harus berhadapan dengan lembaga khusus negara ini. Meski begitu, sering kali BPJS juga cukup bermanfaat ketika penggunaannya tepat sasaran pada orang-orang yang membutuhkan.
Namun masalahnya, banyak aturan BPJS Kesehatan yang nggak tertulis dalam website mereka. Pada web yang informasinya terbatas itu, hanya tercantum hal-hal umum yang tak bisa terjawab kalau seseorang tidak mengalaminya langsung di lapangan. Masyarakat kita kebanyakan berpikiran kalau semua bentuk sakit bisa diatasi dengan BPJS, mereka bahkan juga berpikir kalau sakit yang mereka derita bisa langsung diatasi oleh dokter spesialis.
Hal-hal rawan komplain seperti itu yang kadang bikin saya sebagai tenaga kesehatan harus geleng-geleng kepala sambil pelan-pelan menjelaskan. Bismillah, sabar, gitu tok wes pokoke. Coba kita telaah tiga hal yang perlu diketahui terkait klaim BPJS Kesehatan.
#1 Pada Faskes Tingkat 1, pasien tidak bisa serta-merta langsung bertemu dokter spesialis
Pada setting fasilitas kesehatan tingkat pertama, klinik atau puskesmas misalnya, banyak pasien yang mengira kalau mereka bisa bertemu langsung dokter spesialis. Ya bisa ketemu sih, tapi BPJS-nya bisa dipakai atau tidak itu urusan lain.
BPJS Kesehatan itu menganut sistem rujukan bertingkat. Ketika Anda menderita penyakit yang tidak emergency, misalnya batuk pilek baru satu hari, gatal-gatal, diare ringan, dan penyakit-penyakit yang bisa diatasi oleh dokter umum di fasilitas kesehatan tingkat pertama, maka tenaga medis di sana tidak akan merujuknya Anda ke dokter spesialis.
Untuk merujuk ke dokter spesialis pun seorang dokter umum perlu alasan yang benar-benar bisa diterima dan masuk akal. Misalnya, ada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan obat-obatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama, atau penderita gagal jantung yang sudah sampai bengkak atau sering sesak. Nah, ketika bertemu langsung pasien yang seperti itu, mereka tidak akan ragu untuk merujuk.
Masalahnya, banyak orang yang baru saja pusing satu hari langsung minta rujukan untuk datang ke dokter spesialis. Plis deh, dicoba pakai obat dari dokter umum saja belum, eh tiba-tiba sudah minta ke spesialis.
Meskipun kadang dongkol, kemungkinan besar ini terjadi karena tidak banyak orang tahu aturan dari BPJS Kesehatan. Ndak papa, tenaga kesehatan di tingkat pertama sudah biasa menjelaskannya pelan-pelan.
#2 Pada UGD rumah sakit, tidak semua penyakit bisa diklaim BPJS
Syarat supaya sebuah penyakit bisa dicover BPJS Kesehatan dalam situasi UGD rumah sakit adalah penyakit itu harus gawat. Kebalikan dengan puskesmas, UGD rumah sakit tidak bisa membuat klaim untuk penyakit yang ringan, misalnya seperti sakit kepala ringan, batuk pilek baru satu hari, atau gatal-gatal.
Kenapa? Ya karena penyakit yang tidak emergency seperti tadi seharusnya memang datang ke fasilitas kesehatan tingkat satu, bukan fasilitas kesehatan tingkat dua seperti UGD rumah sakit.
Kalau begitu, penyakit apa yang bisa langsung pakai BPJS di UGD rumah sakit? Jelas yang gawat seperti lemas pada pasien diabetes mellitus, nyeri perut tidak tertahankan, serangan jantung, atau bahkan stroke yang semuanya perlu penanganan emergency di UGD, dilanjutkan terapi oleh dokter spesialis di ruangan. Begitu.
Terkadang yang jadi dilema adalah ketika keluarga pasien merasa ada perbedaan perlakuan antara pasien BPJS Kesehatan dengan pasien umum gara-gara ada tenaga medis di UGD yang bertanya, ‘Maaf, pasiennya ada BPJS atau nggak, ya?”
Pertanyaan semacam itu bakal nyaman atau nyelekit tergantung pilihan kata dan nada bicaranya, tapi alasan tenaga medis bertanya seperti itu bukan berarti mau membedakan kelas sosial pasien, ya. Melainkan lebih kepada mempersiapkan berkas-berkas yang harus diisi untuk mengajukan klaim BPJS nanti.
#3 BPJS Kesehatan tidak bisa digunakan untuk semua jenis kecelakaan
Pada kasus kecelakaan, yang bikin tenaga medis di UGD pusing itu bukan tentang penanganan masalah pasien, melainkan pemilihan kata ketika harus menjelaskan pada keluarga pasien. Seorang tenaga medis harus menjelaskan tentang pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan, tindakan apa saja yang perlu dilakukan, dan tentu saja menjelaskan tentang BPJS Kesehatan yang tidak bisa digunakan untuk pasien kecelakaan.
Ada empat tipe kecelakaan yang tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan, lho. Pertama, kecelakaan kerja. Kedua, kecelakaan tunggal akibat kelalaian, misalnya pengendara sedang mabuk. Ketiga, kecelakaan antara dua orang di jalan. Keempat, kecelakaan dengan transportasi umum.
Untuk kecelakaan kerja, urusannya ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan, sementara untuk kecelakaan di jalan kecuali disebabkan oleh kelalaian sendiri biasanya ditanggung oleh Jasa Raharja. Regulasinya memang agak ruwet dan tidak semudah BPJS Kesehatan lantaran sistem klaimnya harus diurus di luar rumah sakit, salah satunya ke kantor polisi dan kantor-kantor lainnya.
Nah, ketiga hal di atas sangat sering terjadi dan sayangnya tidak banyak orang Indonesia yang tahu peraturan yang berlaku. Wajar saja mengingat BPJS Kesehatan sendiri tidak begitu gamblang menjelaskan detail aturan yang berbau praktis seperti itu.
Meski begitu, kita harus sangat bersyukur sudah ada BPJS Kesehatan di negara ini. Setidaknya adegan-adegan film yang menunjukkan para aktor yang sengsara akibat gagal bayar biaya pengobatan keluarganya yang sakit kini harusnya sudah tidak ada lagi.
Penulis: Prima Ardiansah Surya
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Berlomba Mengutuk BPJS, padahal yang Buruk Pelayanan Rumah Sakitnya.