Akhir-akhir ini berita tentang kemungkinan resesi ekonomi ramai menjadi perbincangan. Mulai dari menteri, pengamat, analis, hingga mahasiswa ingusan seperti saya turun gelanggang menyuarakan kekhawatiran terjadinya resesi.
Awalnya, tentu, saya bodo amat dengan apa yang sedang terjadi di ranah makro, karena saya masih sibuk berpikir yang mikro yaitu kuliah online di rumah bikin stres. Tapi kemarin, saya disadarkan bahwa saya juga harus aware dengan berita dan kabar nasional.
Di suatu sore di akhir pekan yang sejuk, saya duduk bersama seorang perempuan untuk menghabiskan waktu petang. Kami mengobrol di kafe dengan pemandangan cukup asri, ditemani angin sore yang sejuk. Di sela-sela perbincangan, ada seorang bapak yang meminta saya untuk memfotokan dia bersama istrinya. “A, boleh minta tolong fotoin?” Saya langsung mengangguk seraya mengambil hape bapak tersebut.
Satu cekrek. Dua cekrek. Tiga cekrek.
Setelah difotokan, bapak itu melihat hasilnya, kemudian ia mengambil ruang percakapan untuk berbasa-basi.
“Kuliah di mana, A?”
“Udah tingkat berapa?”
Saya jawab sekenanya, agar percakapan tidak memanjang. Setelah itu, bapak tersebut berkata, “Oh, berarti belum mikirin kerja, ya. Santai ajalah. Dikira tingkat akhir yang mau nyari kerja. Bentar lagi kayaknya bakal resesi ekonomi lho.”
Saya manggut-manggut memberikan kesan bahwa saya mendengarkan pesannya secara utuh, padahal hanya agar perbincangan segera selesai. Dan syukur, strategi saya berjalan jitu, bapak itu melengos dan pergi bersama istrinya setelah mengucap terima kasih.
Walau saya merasa pertemuan dengan bapak itu tidak terlalu berkesan, tapi pernyataannya tentang resesi ekonomi cukup membuat saya berpikir. Pertanyaan paling mendasar seperti apa itu resesi, apa dampaknya bagi saya, dan seterusnya, membuat saya mencari tahu lebih banyak tentang resesi ekonomi.
Setelah mencari dan membaca, akhirnya saya tahu kalau resesi adalah keadaan ketika pertumbuhan ekonomi minus selama dua kuartal berturut-turut. Kuartal dua, dari April hingga Juni, sudah minus, tepatnya 5,23%. Nah, kalau kuartal tiga, nanti sampai akhir September ternyata minus lagi, Indonesia akan dinyatakan mengalami resesi ekonomi. Singkatnya begitu.
Pertanyaan selanjutnya yang kemudian muncul, “Terus, kalau resesi, saya harus bagaimana?”
Saya, mahasiswa yang masih mengandalkan beasiswa dari orang tua, mulai berpikir apa persiapan yang harus dilakukan sebagai ancang-ancang merespons resesi. Bukannya apa-apa, saya ingin melek finansial, biar nggak terlalu menyulitkan orang tua, hehehe.
Setelah membaca petuah-petuah bijak dari para pengamat ekonomi, setidaknya ada tiga tips yang bisa kita lakukan, khususnya untuk mahasiswa yang miskin belum berpenghasilan. Tips berikut adalah hasil adaptasi dan tafsir saya sendiri, tentu.
Menyeimbangkan waktu nongkrong
Walau pandemi masih berlangsung, sudah banyak mahasiswa yang kembali ke habitatnya untuk nongkrong bersama teman-teman. Dalam sudut pandang kesehatan, barangkali itu bisa jadi buruk, karena bisa meningkatkan kemungkinan penularan virus. Tapi dalam kacamata ekonomi, itu malah bisa jadi bagus, karena mendorong peningkatan konsumsi masyarakat dan produksi yang dilakukan UMKM. Jadi, ekonomi lebih segar dan hidup.
Mahasiswa mungkin tidak sadar bahwa kebiasaan nongkrongnya di kedai-kedai kopi, bisa menumbuhkan geliat perekonomian nasional. Mereka tidak sadar bahwa uang yang dihamburkan adalah untuk kesejahteraan bangsa. Sungguh, nongkrong adalah hal yang sangat berdampak. Walau begitu, waktu nongkrong harus diseimbangkan alias jangan sering-sering. Kita harus sedia payung sebelum hujan.
Meski nongkrong bisa menstimulus perekonomian, kita tetap harus siap dengan kemungkinan resesi bakal terjadi. Kita harus menyisihkan uang untuk menabung. Kendati uang kita tidak seberapa banyak, menabung tipis-tipis adalah jalan yang mesti kita tempuh untuk menghalau derasnya resesi di kemudian hari. Itu bukan kata saya, tapi kata ekonom. Jangan terlalu konsumtif.
Investasi kecil-kecilan
Ketika Anda membaca investasi, khususnya dalam tulisan ini, tolong jangan khususkan definisinya dengan membeli satu atau sejumlah instrumen investasi. Saya tidak merujuk pada saham atau reksadana. Itu tugas perencana keuangan.
Ketika sedang pandemi begini, ditambah kuliah online, kita bisa “berinvestasi” dengan meningkatkan kapasitas diri. Membeli buku dan membacanya, kemudian mendiskusikannya dengan teman-teman adalah satu dari sekian banyak cara. Investasi dengan mengembangkan diri adalah investasi paling mendasar. Dan, membaca buku demi tetap waras dan mendayagunakan nalar adalah hal paling mudah.
Para penerbit buku, mulai dari penerbit besar hingga kecil, mayor sampai indie, semua terkena getah kecut pandemi. Maka dari itu, agar literasi tidak padam, malah harusnya meningkat, kita harus ramaikan khazanah literasi Indonesia dengan membeli buku-buku ori dari para penerbit atau distributor, baik secara konvensional maupun online. Setidaknya, walau di rumah saja, kita bisa tetap hidup bergairah dengan bacaan-bacaan yang menggugah.
Membantu orang tua
Di saat semua orang tua menjerit karena kebutuhan harus tetap terpenuhi sementara jalan pemenuhan kebutuhan bisa jadi terseok-seok, kita sebagai mahasiswa–orang yang sekolah–harus membantu.
Bantuan paling ringan bisa dengan pekerjaan fisik seperti membereskan rumah, dan lainnya. Bantuan lumayan berat bisa dengan menyalurkan saran strategis agar ekonomi keluarga tidak ikut-ikutan resesi. Dan bantuan paling lumayan bisa dengan berhenti meminta uang dan mencoba mencari penghasilan.
Seperti yang saya lakukan, menulis di Terminal Mojok adalah salah satu usaha melancarkan tips ketiga. Dan tentu, lebih jauh agar tetap bisa membeli buku dan nongkrong.
Tiga hal itulah yang bisa kita lakukan, wahai kawan-kawan seperjuangan. Selamat mencoba.
BACA JUGA 4 Kuliner Bandung yang Sudah Menyandang Status Legendaris dan tulisan Akbar Malik Adi Nugraha lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.