Film Indonesia di bawah ini bisa membantu masyarakat untuk lebih memahami situasi terkini.
Akhir-akhir ini, berita utama dipenuhi dengan pemandangan unjuk rasa yang membara di mana-mana. Mahasiswa turun ke jalan, buruh menyuarakan tuntutan, dan massa tumpah ruah menuntut reformasi. Gelombang demo besar bukan lagi hal yang asing, tapi sebuah realitas yang kita hadapi.
Di tengah semua ketegangan dan emosi ini, film bisa jadi lebih dari sekadar hiburan. Ia bisa menjadi cermin yang membuat kita merenung, memahami akar masalah. Kita bisa diajak melihat gambaran besar dari apa yang terjadi di luar sana.
Tulisan ini merekomendasikan 3 film Indonesia yang rasanya sangat relevan dengan kondisi negara saat ini. Ketiga film ini punya benang merah yang kuat dengan apa yang kita alami saat ini.
#1 Pengepungan di Bukit Duri yang mirip dengan peristiwa 1998
Film Joko Anwar yang rilis pada April 2025 ini menggambarkan masa depan yang menakutkan. Pengepungan di Bukit Duri berlatar belakang tahun 2027. Ceritanya, 16 tahun setelah kerusuhan besar yang mirip dengan tahun 1998, di mana rasisme terhadap etnis Tionghoa dinormalisasi. Ceritanya mengikuti Edwin (Morgan Oey), seorang guru yang mencari keponakannya, yang merupakan anak dari seorang korban pemerkosaan saat kerusuhan. Film ini menyoroti bagaimana kegagalan figur otoritas bisa membuat anak-anak kehilangan arah.
Relevansi film ini dengan demo yang berlangsung sekarang sangatlah jelas. Di tengah maraknya demo, seringkali muncul hoaks yang berupaya memecah belah, salah satunya dengan isu rasisme yang menyinggung etnis tertentu. Film ini adalah peringatan keras tentang bahaya perpecahan dan kegagalan sistem dalam melindungi warganya. Pengepungan di Bukit Duri menjadi refleksi nyata bahwa demo bukan hanya soal politik, tapi juga soal tumpukan masalah sosial yang menunggu untuk meledak.
#2 Istirahatlah Kata-kata, salah satu film Indonesia yang berani
Film yang disutradarai oleh Yosep Anggi Noen ini rilis pada 2016. Film ini adalah potret puitis yang intim dari kehidupan penyair dan aktivis Wiji Thukul yang hilang di era Orde Baru. Berbeda dari aksi massa, Istirahatlah Kata-kata justru fokus pada penderitaan individu, ketakutan, dan kesepian Thukul saat harus bersembunyi.
Film ini dianggap sebagai salah satu film terbaik 2016 karena pendekatannya yang berani. Alih-alih menampilkan adegan dramatis, film ini menggunakan dialog yang minim dan tempo yang lambat untuk mengupas sisi manusiawi seorang pejuang. Kisah ini terasa sangat relevan dengan salah satu tuntutan utama para demonstran: penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu dan jaminan kebebasan berekspresi. Istirahatlah Kata-kata mengajarkan kita bahwa setiap kata, setiap jeda, dan setiap keheningan dalam perjuangan memiliki makna yang mendalam.
#3 Aum! Film yang serius sekaligus lucu
Film yang dibintangi Jefri Nichol dan Chicco Jerikho ini tayang pada 2021 lalu. Aum! adalah film yang berani karena mengusung genre mockumentary dengan format film dalam film. Ia menceritakan proses di balik layar sebuah film independen bertema reformasi yang mana para aktornya adalah aktivis palsu.
Relevansi film ini dengan demo yang terjadi sekarang tidak hanya sebatas semangat perlawanan, tetapi juga cara penyampaiannya. Para aktivis dalam film mendokumentasikan aksi layaknya para demonstran di era digital. Sekarang dapat dengan mudah kita saksikan para pendemo yang menyiarkannya aksinya lewat media sosial. Aum! menunjukkan bahwa keberanian bersuara, entah lewat film atau di jalanan adalah warisan yang harus terus dijaga, namun juga perlu disikapi secara kritis.
Itu tadi 3 film Indonesia yang bisa jadi bahan refleksi di tengah demo yang marak terjadi. Menonton film-film ini bukan sekadar mengisi waktu luang, tapi juga memberikan kita kesempatan untuk merenung dan lebih peka terhadap kondisi di sekitar. Mereka mengingatkan kita bahwa di balik setiap teriakan di jalanan, ada cerita panjang yang perlu dipahami. Jadi, selamat menonton dan semoga film-film ini bisa jadi teman diskusi yang berharga.
Penulis : Muhammad Syifa Zamzami
Editor : Kenia Intan
BACA JUGA Dilema Mantan Aktivis yang Kini Jadi PNS: Ingin Ikut Demo, tapi Takut Karier Terancam.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
