Sebelum menulis artikel ini, saya malah penasaran. Apa ada orang yang ingin merantau ke Jogja (baca: Daerah Istimewa Yogyakarta)? Apa yang ditawarkan daerah yang serba nanggung ini? Hanya ada upah tidak layak, minim industri, serta gesekan sosial di sini. Tapi tetap banyak orang yang ingin merantau, bahkan menghabiskan sisa hidup di Jogja.
Tapi saya melihat beberapa daerah, terutama kabupaten “satelit” di sekitar Jogja. Ya wajar sih, Jogja masih sedikit lebih mending. Setidaknya, Jogja masih lebih maju.
Maka saya ingin membantu Anda, para calon perantau, untuk menghindari beberapa daerah di Jogja. Semata karena ingin sedikit menyelamatkan hidup Anda. Minimal, masih hidup nyaman di daerah yang kurang membahagiakan (tapi istimewa) ini.
Standar daerah “ramah” bagi perantau di Jogja
Sebelum saya tunjukkan 3 daerah tidak ramah perantau, saya akan tunjukkan kriterianya. Bagi saya, perkara keramahan masyarakat bukan poin utama. Toh namanya perantau memang akan sering bergesekan dengan warga lokal. Kecuali Anda punya cukup energi untuk mengiyakan semua nyinyiran, serta punya cukup modal untuk iuran ini itu.
Kriteria pertama adalah perkara fasilitas umum. Bagi perantau baru, keberadaan fasum adalah harga mati. Dari akses transportasi sampai fasilitas kesehatan. Jangan salah, beberapa daerah di sekitaran Jogja itu minim fasum yang memadai.
Kedua adalah perkara keberadaan pusat ekonomi dan industri. Apabila jauh dari hal tersebut, sudah pasti tempat ini tidak ramah bagi perantau. Kecuali Anda sudah pensiun atau remote working. Toh apa gunanya Anda merantau jika masih jauh dengan zona padat usaha?
Ketiga adalah perkara kultural. Saya memaklumi jika para perantau tidak serta merta ingin terikat dengan masyarakat sekitar. Apalagi harus mengikuti budaya setempat yang sering padat dana. Selain membuat canggung di rumah, ada potensi gesekan lebih besar dengan masyarakat. Toh prinsip perantau adalah srawung secukupnya, iuran seperlunya.
Baiklah, kita sepakati 3 poin di atas. Kini waktunya mencari 3 daerah yang tidak ramah bagi perantau. Cukup 3 daerah saja. Terutama yang selama ini sering diincar perantau. Kenapa cuma 3? Kalau banyak-banyak, nanti saya kena bacotan nir konteks dan dituduh benci Jogja lagi.
#1 Bangunjiwo, daerah dekat kota tapi tidak kota sama sekali
Saya mulai dari daerah dekat rumah. Selama ini Bangunjiwo Bantul dipandang ramah untuk perantau di Jogja. Pertama, karena ada potensi pembangunan universitas baru di barat daerah ini. Kedua, dan yang utama, karena berdekatan dengan Kecamatan Kasihan yang sudah lebih dulu ramai. Masalahnya, berdekatan bukan berarti sama ramahnya.
Bangunjiwo kekurangan satu fasum yang dimiliki Kasihan: bus Trans Jogja. Selain itu, akses menuju fasum lain juga terhalang pegunungan gamping. Anda perlu mendaki bukit hanya untuk menuju Jalan Wates yang lebih ramai.
Keberadaan industri di Bangunjiwo juga masih sangat minim. Sedangkan untuk menuju zona ekonomi juga lumayan jauh. Belum lagi harus menerjang jalan rusak dan jadi jalur alternatif truk. Kultur masyarakat di Bangunjiwo juga lebih tradisional daripada Kasihan.
Kecuali Anda adalah pecandu area persawahan, Bangunjiwo kurang tepat sebagai tempat merantau. Mungkin lebih cocok sebagai tempat melepas penat sejenak. Toh mulai banyak guest house dan villa di Bangunjiwo sampai Bibis di sebelah barat.
Baca halaman selanjutnya: Tempel, daerah di Sleman yang sering dianggap ramah perantau…