Saya mahasiswa UIN yang sama sekali tidak menentang kemajuan lembaga perguruan tinggi, tapi, saya punya pendapat kontra atas pendirian fakultas kedokteran di UIN.
Jangan salah, kita semua setuju bahwa kedokteran adalah salah satu bidang yang sangat penting untuk kemajuan peradaban. Namun, ketika UIN mulai membuka Fakultas Kedokteran, kita harus bertanya, ”Apakah ini memang langkah yang tepat?”
Jangan sampai hanya karena tren atau desakan pasar, UIN jadi latah mengikuti jejak universitas umum. Ini perkara serius.
Mari kita bicara dengan kepala dingin dan kritis, karena ada beberapa alasan kuat yang mendasari kenapa UIN sebaiknya tetap fokus pada apa yang sudah menjadi identitasnya: pendidikan berbasis agama.
Membunuh kepakaran ilmu pengetahuan
UIN, baik di Jakarta, Malang, Makassar, atau mana pun itu, selalu dikenal sebagai lembaga pendidikan tinggi yang memadukan ilmu agama dengan sains sosial. Namun, dengan hadirnya Fakultas Kedokteran di kampus-kampus ini, kita berisiko melihat apa yang seharusnya menjadi fondasi kuat pendidikan Islam di UIN justru terbengkalai. Dan faktanya, sejauh ini memang terbengkalai.
Pembagian Universitas Negeri (UN) dan Universitas Islam Negeri (UIN), memiliki fokus dan tujuan yang sering kali tak terpikiran banyak pejabat kampus. Dalam Undang-undang no 12 tahun 2002 tentang Pendidikan tinggi, tidak disebutkan secara jelas pembagian tersebut. Sejarah mencatat bahwa pembagian itu telah dimulai sejak lama pada masa pemerintahan colonial yang memimpin Pendidikan keagamaan. Bagi saya salah satu fungsi pembagiannya berkenaan pada masalah fokus utama kurikulumnya.
Sebagai contoh problem paling tampak ialah kurikulum yang dicampur-campur dengan bahasa-bahasa keislaman. Ini sangat aneh dan bahkan menambahkan mata kuliah keagamaan di semester 1 dan 2 yang semakin membuat mati kepakaran mahasiswa dalam bidangnya.
Baca halaman selanjutnya: Nggak semua mahasiswa dari kalangan pesantren dan sekolah keislaman…