Sama seperti daerah di Indonesia lainnya, Gunungkidul juga kaya akan khasanah bahasa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Meski masih satu rumpun sama Kota Yogya, dialek orang Gunungkidul cukup berbeda dengan dialek warga Jogja Lantai 1 itu.
Belajar dialek Gunungkidul sebenarnya tidak terlalu sulit. Kuncinya gampang, pokoknya setiap kata yang di dalamnya ada huruf y, maka cukup diganti dengan huruf z. Misalnya, kata “kepiye” menjadi “kepize” (bagaimana), “sayur bayam” menjadi “jangan bazem”, “mbak ayu” menjadi “mbak azu” (kakak perempuan), “kepuyuh-puyuh” menjadi “kepuzuh-puzuh” (beseran), dan lain sebagainya.
Selain itu, masih banyak bahasa Gunungkidulan yang memiliki cita rasa berbeda dengan logat Kota Yogya dan sekitarnya. Dari sekian banyak bahasa khas Gunungkidul, berikut sejumlah kata yang sering muncul dalam percakapan sehari-hari.
#1 Klomoh
Kata “klomoh” sering digunakan masyarakat Gunungkidul saat melihat ada orang yang makannya belepotan, acak-acakan, atau awut-awutan. Biasanya, ketika ada seseorang yang habis makan gorengan dan mulutnya penuh minyak disebut klomoh-klomoh.
Contohnya, “Gek koe ma mangan apa, lha tek ngasi klomoh kozo ngono kui cangkemu?” (Tadi kamu makan apa, kok belepotan seperti itu mulutmu?)
#2 Bezutalah
Kata “bezutalah” atau “bizungalah” oleh masyarakat Gunungkidul kerap digunakan untuk mengungkapkan kekaguman atau rasa kaget ketika melihat suatu tindakan tertentu. Kata ini mirip dengan ungkapan “Masyallah” atau “Ya Allah”, yang biasa digunakan untuk mengekspresikan rasa kagum atau heran.
Sebagai contohnya, “Bezutalah lha tek ngejo, ono omah kok apie ora jamak.” Artinya, “Masyallah, rumah kok bagus banget.” Selain itu, kata “bizutalah” juga kerap dipakai sebagai awalan untuk sambat atau mengeluh.
#3 Tek Jamak
“Tek jamak” merupakan sebuah ungkapan untuk menanggapi perilaku yang berlebihan. Umumnya, kata ini dipakai untuk mengekspresikan ketika melihat seseorang yang bertindak lebay dan cenderung mengada-ada. Adapun padanan kata “tek jamak”, yaitu “tek ngejo” dan “tek ora mekakat”.
Contohnya, “Tek jamak wong kae, tekno ora seneng jangan kamplong we njuk wajane diwalik.” (Mentang-mentang tidak suka sayur pepaya, wajannya dibalik.)
#4 Mazu
“Mazu” atau “mayu” adalah kegiatan makan nasi sisa kemarin yang masih enak dikonsumsi (sarapan nasi dengan sayur sisa kemarin sore). Adapun makanan yang biasa dikonsumsi untuk mazu adalah nasi thiwul dan jangan nget-ngetan (sayur yang dipanaskan). Nantinya, nasi tersebut akan dimakan secara bersama-sama (kembulan) dengan keluarga.
Contohnya, “Kene mampir, mazu oseng-oseng terong, Lik.” (Sini mampir, sarapan oseng-oseng terong, Om.)
#5 Nggambreng
Arti kata “nggambreng” adalah bau busuk. Orang Gunungkidul biasa memakai gaya majas hiperbola ini saat mencium aroma tidak sedap, seperti bau kentut, bau badan, dan bau-bau busuk lainnya.
Contoh, “Bizungalah, lha tek kelekmu ambune nggambreng tenan.” (Lha kok ketekmu baunya busuk banget.)
#6 Menus
Salah satu bahasa slang Gunungkidul yang paling sering digunakan dalam percakapan sehari-hari adalah “menus”. Kata ini merupakan singkatan dari menungas ora urus (manusia tidak berguna). Kata menus menjadi umpatan yang cukup kasar di Gunungkidul.
Contohnya, “Dikongkon wong gerang malah ngenyek, o lha menus!” (Disuruh orang tua malah ngece, dasar menus!)
#7 Jabang Bazik
Kata “jabang bazik” atau “jabang bayi” kerap diucapkan oleh masyarakat Gunungkidul untuk mengekspresikan kekesalan terhadap sesuatu. Selain itu, kata ini juga dipakai untuk menunjukkan rasa kaget. Pada dasarnya, kata jabang bazik sama seperti ungkapan, “Oalah, oh begitu.”
Contohnya, “Jabang bazik, jebul anake Menthuk ki gelem ngombe ciu to, Lik.” (Jabang bazik, ternyata anaknya Menthuk itu mau minum ciu to, Om.)
#8 Nggendring
Kata “nggendring” bisa diartikan pergi tanpa pamit atau lewat di depan orang tetapi tidak menyapa (nyelonong, melipir). Biasanya, kata ini juga digunakan saat melihat perilaku orang yang berjalan dengan cepat tanpa menyapa atau tidak mendengarkan.
Contoh, “Talah, ono bocah lewat ngarep omah kok malah nggendring ora aruh-aruh.” (Anak lewat di depan rumah kok tidak menyapa, malah nggendring.)
#9 Dengah-dengah
“Dengah-dengah” memiliki arti seadanya atau apa adanya. Kata ini sering digunakan sebagai bentuk rasa rendah hati atau sikap sederhana.
Contohnya, “E dengah-dengah, Zu, arepo mung kelan jangan mbazung we anggere podo kuat waras.” (Seadanya saja, Mbak. Meski cuma masak sayur lembayung, yang penting sehat dan kuat.)
#10 Kemecer
“Kemecer” merupakan kata yang dipakai saat kita menginginkan sesuatu. Kata ini mirip dengan kepingin, tetapi biasanya kemecer digunakan untuk mengungkapkan keinginan terhadap makanan.
Contohnya, “Aku ki kemecer mangan walang goreng gek cah, talah ngasi kemruwek wetengku. (Aku pengin banget makan belalang goreng, sampai bikin perutku kemrucuk.)
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Audian Laili