Warteg sebenarnya tidak semakin mahal
Setelah menemukan jawaban bahwa banyak warung nasi padang yang menjajakan menu murah, saatnya beralih ke warteg. Muhammad Kholid, seorang pengusaha warteg di Jogja yang Mojok hubungi berusaha menjawab anggapan tersebut.
Kemunculan warteg di berbagai penjuru tanah air berawal dari awal 1970-an. Warteg mulanya banyak hadir di Jabodetabek menyasar kalangan buruh pabrik. Sampai saat ini, menurut pengamatan Kholid, warteg paling menjamur memang di Jabodetabek dan Bandung.
Untuk para pengelolanya, selain dari Tegal, banyak juga yang berasal dari Brebes dan Pemalang. Daerah-daerah yang masih punya satu kesamaan dialek bahasa Jawa ngapak di pesisir utara bagian barat Jawa Tengah.
Keluarga Kholid sudah sejak awal 1990-an menggeluti usaha warteg. Orang tuanya pernah membuka warteg di sejumlah titik di Jabodetabek. Sebelum akhirnya mencoba peruntungan di Jogja pada 1998.
“Kalau saya memang agak kaget. Dulu di Jakarta memang warteg terasanya pilihan paling murah karena warung lain harganya di atas menu-menu kami,” kata lelaki kelahiran Tegal ini.
Buatnya, berdagang makanan di Jogja memang perlu mematok harga yang tidak terlalu tinggi. Apalagi jika hendak menyasar segmen pasar kalangan pelajar dan pekerja.
Soal harga yang perlahan naik karena laju inflasi dan kenaikan bahan baku, itu sudah pasti. Namun menurut Cholid sebenarnya warteg secara umum masih dicitrakan sebagai warung yang murah dan merakyat.
“Di Jakarta dan Bandung, sepengamatan saya warteg masih dianggap terjangkau. Di Jogja juga, cuma memang di sini pilihan makanan murahnya banyak. Ada warmindo dan warung padang tertentu yang murah-murah,” jelasnya.
Warteg dikenal dengan lauk dan sayuran yang beragam. Warung ini biasanya juga menyajikan menu nasi lengko khas Tegal. Sajian sehat yang isinya tahu goreng, tempe, tauge, mentimun, dan sejumlah elemen lainnya.
Seporsi makanan di warung milik Kholid biasanya berisi dua macam sayur dan satu jenis lauk. Jika menggunakan ayam, harganya saat ini Rp13 ribu. Nominal yang terjangkau dan tak jauh dengan warmindo dan warung padang kebanyakan.
Belakangan juga banyak berkembang waralaba warteg yang punya konsep sedikit mewah. Harganya memang sedikit lebih mahal ketimbang warung dengan konsep sederhana seperti milik Kholid.
“Brand warteg yang franchise lebih mahal memang. Tapi tentu mereka kan ada perhitungannya sendiri, beda sama yang kaya punya saya,” ujarnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono