Cerita soal hantu-hantu di UGM sudah jadi urban legend tersendiri. Bahkan, belum lama ini, viral di media sosial tentang lokasi paling mistis atau ghost spot di kampus tersebut.
Mojok sendiri beberapa kali menuliskan liputan tentang lokasi paling mistis di Kampus Biru ini. Reporter Mojok sampai melakukan ‘ritual’ agar hantu-hantu di UGM muncul. Misalnya, tengah malam menyanyikan lagu “Gugur Bunga” sambil berjalan memutari bundaran Fakultas Teknik UGM. Namun, hantu-hantu itu tak juga muncul.
Soal keberadaan hantu di UGM dan lokasi paling mistis di kawasan UGM, Mojok mendapat pencerahan dari satpam-satpam UGM yang menceritakan pengalaman mereka bertemu mahkluk tak kasat mata. Menurut mereka, lokasi paling mistis bukan di kampus. Ada tempat yang lebih angker yang dikelola oleh UGM.
***
Hari mulai gelap. Kami duduk berdua di bangku Kopi Lembah yang letaknya di sekitar Taman Kearifan UGM. Pepohonan rimbun yang tinggi menjulang di sekitar, ujungnya sudah tak tampak lagi seiring tenggelamnya matahari.
Di hadapan saya, Arif Nurcahyo (57) yang akrab disapa Yoyok masih asyik menceritakan pengalamannya. Ia merupakan Ketua Pusat Keamanan Keselamatan Kesehatan Kerja dan lingkungan (PK4L) UGM. Bisa juga disebut Komandan Satpam.
Keramaian kedai kopi ini mulai berkurang. Di sisi lain, Yoyok yang sedari tadi menceritakan tantangan bekerja menjaga ketertiban dan keamanan kampus, mulai bercerita tentang sisi lain dari tugasnya dan para satpam.
“Di sini ini, banyak juga Mas kalau mau dibilang,” ujarnya sambil mengedarkan tangan ke sekitar. Lalu menunjuk ke arah embung yang letaknya tak jauh dari tempat kami berada.
Belum lama ini, sempat viral di media sosial unggahan dari akun @txtdariiugm tentang titik-titik berhantu di kampus ini. Saya menyodorkan ponsel ke Yoyok, menunjukkan sejumlah titik yang ditandai merah di denah tersebut.
Yang pengen tes mental sabi dah touring ke sini. Siapa tau dapat kenalan baru dari dunia metaverse pic.twitter.com/gckaSQaSDi
— Txtdariugm (@Txtdariiugm) August 16, 2022
“Wah, masa di sini (Taman Kearifan) nggak ada,” ucapnya.
Sambil menatap kembali denah itu secara jeli, Yoyok lalu melanjutkan penjelasannya.
“Nah, kalau ini, memang banyak yang bilang begitu,” ucapnya. Menerangkan titik Jembatan Penyeberangan Fakultas Pertanian ke Laboratorium Diagnostik Fakultas Kedokteran Hewan. Menurut Yoyok di sana, sebagaimana tertera di keterangan denah, sering ada penampakan seorang wanita.
Ia tertawa ringan sambil menceritakan hal-hal mistis tentang area tempat kerjanya. Menurutnya, buat para satpam itu sudah jadi hal biasa.
“Satpam malah malu, kalau ketahuan penakut,” ujarnya terbahak.
Namun, lokasi paling seram menurut Yoyok justru bukan di sekitar gedung-gedung kampus ini. Bahkan area itu tidak ada di denah titik berhantu yang beredar di media sosial. Tak semua mahasiswa UGM pernah ke sana, hanya segelintir saja.
Lokasi paling mistis tersebut yakni Hutan Wanagama yang letaknya di Gunungkidul. Kawasan yang biasanya hanya dikunjungi oleh mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. Dan tentu, para satpam yang ditugaskan berjaga di sana.
Mojok pernah menuliskan kisah kontributor kami yang juga mahasiswa Jurusan Kehutanan UGM tentang pengalamannya di Wanagama melalui tulisan, Misteri Hutan di Yogyakarta dan Jin Ningrat yang Cantik-cantik.
Sore itu ia hanya sekilas bercerita tentang kisah mistis. Lelaki berkacamata ini menyarankan saya untuk bertanya pada para satpam yang bertahun-tahun biasa bertugas di lapangan. Baik pagi, siang, sore, hingga tengah malam. Di sekitar area kampus hingga di hutan Wanagama.
Tantangan tak kasat mata para satpam UGM
Kami berpisah. Saat hendak menyalakan motor, saya mengedarkan pandangan ke sekitar. Benar, di balik kerindangan dan kesyahduan di kala siang, area Taman Kearifan memang cukup membuat bergidik di kala malam menjelang.
Beberapa hari berselang, saya menjumpai Muhammad Hamdan hasan (39) di kantor PK4L yang letaknya ada di Perumahan Bulaksumur. Lelaki ini sudah sejak 2004 menjadi satpam di UGM. Meski kini lebih banyak berurusan di aspek K3L, namun dulu ia sempat lama bertugas di unit regu yang tugasnya menjaga area kampus.
Unit regu terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift pertama jam 6.00 sampai jam 14.00, kedua jam 14.00 hingga jam 22.00, dan yang terakhir jam 22.00 hingga 6.00. Selama 24 jam para unit regu bergantian menjaga setiap sudut kampus ini. Termasuk sesekali ditugaskan selama sepekan ke Hutan Wanagama.
Awalnya Hamdan juga bercerita tentang tantangan nyata yang kerap ia alami saat bertugas. Sebelum akhirnya turut menceritakan hal-hal tak kasat mata yang kadang sedikit ‘mengganggu’ ia dan para rekan.
“Semua bagian di kampus ini punya cerita,” kata lelaki asal Gunungkidul ini.
“Bahkan di kantor ini saja, kalau malam, cukup ngeri. Apalagi kalau yang menginap sedang sedikit,” ujarnya. Bangunan-bangunan di Perumahan Bulaksumur UGM, termasuk Kantor PK4L memang punya arsitektur bergaya lama.
Gedung Pusat yang penuh cerita
Namun, buat Hamdan, titik yang menyimpan banyak cerita di kampus ini ada di area Gedung Pusat. Mulai dari Grha Sabha Pramana hingga Gedung Rektorat. Di sana, para professor dan guru besar yang meninggal dunia biasa disemayamkan sebelum dimakamkan.
“Konon, pondasi bangunan Gedung Pusat ke bawah sama tinggi bangunan ke atas itu sama. Jadinya kokoh sekali. Bahkan gempa Jogja 2006 tidak berpengaruh banyak,” ujarnya.
Gedung Pusat UGM ini diresmikan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1959. Bahkan, bangunan yang dirancang oleh GPH Hadinegoro ini disebut sebagai simbol bangunan modern pertama buatan Indonesia.
“Bayangkan, zaman itu, bangunan ini dibangun oleh pekerja lokal semua. Konon cerita banyak insiden juga di sana,” ucapnya bernada penasaran.
Suatu hari, saat masih bertugas di unit regu, Hamdan sedang berjaga malam di area Gedung Pusat. Saat itu ia sedang buar air kecil di salah satu toilet yang ada di sana. Saat sedang nyaman buang air kecil, terdengar suara tawa perempuan. Suara yang terasa dekat dari telinganya.
Ia lantas mengedarkan pandangannya ke sekitar. Lalu melihat ke atas.
“Ada perempuan berambut panjang. Sampai wajahnya tertutup rambut semua,” ucapnya tenang. Meski bisa menceritakan dengan tenang, tentu saat kejadian Hamdan mengaku langsung lari terbirit-birit.
Ia juga pernah berpatroli bersama temannya di gedung yang sama. Tengah malam, Hamdan sedang berada di lantai satu sedangkan sang rekan sedang di lantai tiga.
Tiba-tiba saja, sang rekan menghampirinya dengan berlari kencang. Sambil terengah-engah, ia menceritakan kalau mendengar suara tangisan. Namun, ketika dicari sumbernya, tak ada penampakan seorang pun di atas sana.
“Ya sebenarnya banyak. Mungkin itu beberapa di antaranya. Yang jelas, percaya nggak percaya, hal seperti itu kadang kami temui,” ujar Hamdan.
Kini, ia tak lagi berpatroli maupun berjaga malam seperti dahulu. Lebih banyak berurusan dengan aspek keselamatan kerja. Namun, hal-hal mistis itu masih terus terbesit di benaknya.
Berjaga di Wanagama
Setelah berbincang dengan Hamdan, saya juga menghubungi Kastari (44), sosok satpam yang juga mulai bekerja di UGM sejak tahun 2004. Hingga kini, lelaki asal Minggir, Sleman ini masih aktif di unit regu.
Menurut penuturan komandan satpam UGM, Kastari sejak dulu memang jadi salah satu petugas yang paling sering menjaga Hutan Wanagama. Dulu, sekali bertugas ke Wanagama, durasinya bisa sampai dua pekan. Namun, beberapa tahun belakangan, hanya sepekan.
Saya dan Kastari berbicang lewat telfon. Sebelum menceritakan kisahnya di Wanagama, ia juga berbagi cerita mengenai pengalaman berjaga malam di sekitaran area Bulaksumur. Hal yang masih teringat di benaknya adalah pengalaman di sekitar Fakultas Teknik UGM. Salah satu tempat yang konon paling mistis di UGM.
Di area barat UGM ini, ia beberapa kali berjaga malam. Ia ingat, suatu malam di tahun 2008, ia hendak berjalan ke toilet dari pos tempatnya berjaga di dekat bengkel teknik.
“Jarak toiletnya lumayan jauh,” ujarnya.
Setelah sampai di toilet yang letaknya tak jauh dari musala, ia mengambil wudu. Ia mengaku merasa sedikit aneh. Bulu kuduknya berdiri.
“Kondisi wong arep diwedeni ki wes ono cirine, suasana tidak enak, podo mrinding, terus seperti dunia ini berhenti berputar sejenak,” paparnya.
Usai membasuh kaki, ia lantas menengok ke arah pagar benteng. Sontak, ia dikagetkan dengan sebuah penampakan.
“Ada sugus di sana,” ucapnya.
Hening sejenak. Saya butuh waktu beberapa detik untuk mencerna apa itu ‘sugus’ yang Kastari maksud. Akhirnya terbesit di pikiran saya permen sugus yang kedua ujungnya diikat tali.
“Ohhh, pocong maksudnya, Pak?” tanya saya tertawa.
“Nah iya. Sugus itu saya nyebutnya, Mas,” jawabnya.
Saat melihat penampakan sugus tersebut, Kastari mengaku gelagepan. Katanya, wujud sugus di dunia nyata ini beda dengan yang muncul di film maupun tayangan televisi.
“Yo muka item, hancur, terus mata melotot,” ucapnya ngeri.
Meski begitu, tantangan terberat buatnya adalah saat berjaga di Wanagama. Di sana, ia harus tinggal di hutan yang luasnya kisaran 600 hektare ini selama 24 jam setiap hari dalam sepekan. Mulai dari berpatroli keliling hingga melakukan penebangan pohon di sana.
Suatu hari, ia harus bermalam di area petak 17, untuk melakukan penebangan sejumlah pohon Kasia Mangium yang ada di sana. Ia bersama tiga rekan lainnya bermalam menggunakan bivak. Di tengah malam, ia dan teman-teman merasakan hujan lebat dan angin kencang.
“Kami di dalam hanya berdoa, anginnya mosak-masik dan hujan deras juga hanya di area itu,” kenangnya.
Hujan tak henti-henti, akhirnya ia ingin pindah ke pondokan. Namun, saat sedang dalam perjalanan, ia merasakan sesuatu yang janggal.
“Di tengah jalan saya seperti seperti dikerudungi mantol, dalam hitungan menit saja, gelap gulita. Saya merasa ada benda seperti selimut ngerukupi seluruh tubuh saya, tidak kelihatan apa-apa di sekitar saya,” tuturnya.
Cerita di petak lima Wanagama
Selanjutnya, Kastari menceritakan pengalaman di lokasi paling mistis di Wanagama. Kali ini di petak lima yang berada di sekitar area perkantoran. Menurutnya, di sana banyak rekan yang mengalami pengalaman aneh.
“Rekan saya namanya Mas Nur, pernah tiba-tiba dia tidak bisa jalan dan bingung. Ada suara erangan terus ada bayangan hitam besar mendekati. Dia tidak bisa apa-apa, kaku kaya ngancing, dua menitan akhirnya bisa gerak lagi,” ucapnya.
“Banyak sekali fenomena aneh-aneh pokoknya di sana,” sambungnya.
Kastari bercerita kalau ada sejumlah rekannya yang sebenarnya tidak betah berjaga di sana. Mengajukan pindah tugas untuk menjaga kawasan Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) UGM yang letaknya di Berbah, Sleman.
“Tapi sebenarnya ya utamanya karena merasa takut. Dan memang berat juga tugas di sini, karena ya di hutan dan sepekan penuh,” katanya.
Setiap orang tentu punya pandangan beragam tentang hal mistis seperti ini. Bagi Kastari pun, pengalaman seperti yang ia ceritakan tak jadi penghalang untuk bertugas.
“Buat saya di Wanagama, batu dan pohon, itu benda hidup. Ya meski pohon memang makhluk hidup, tapi dianggap mati sama banyak orang. Buktinya hutan banyak yang merusak semena-mena,” ujarnya.
“Menjaga kelestarian hutan dan ekosistem adalah kerja saya di Wanagama. Apa yang kita jaga di sana pasti mendoakan kita yang baik-baik,” sambungnya. Menutup perbincangan kami.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Tengah Malam, Kami Mencoba Ritual Pemanggilan Hantu di UGM