Tak mau menganggur usai kena PHK di tahun 2004, seorang koki hotel bintang lima di Yogyakarta membuka warung makan yang ia namai Warung Makan Demen. Ia meracik satu menu yang jadi klangenan para pelanggan, Ayam Cha Do Jo.
***
Mendirikan warung setelah kena PHK
Letak Warung Makan Demen tak jauh dari keramaian Jalan Laksda Adisucipto atau lebih dikenal dengan Jalan Yogya-Solo. Tapi letaknya memang nyempil. Di belakang Ambarrukmo Plaza (Amplaz), ada sebuah gapura dengan jalan yang mengantarkan kita sampai di warung Makan Demen. Tepatnya, di Jl.Brotowali, Nologaten, Kapanewon Depok, Sleman, Yogyakarta.
Rabu 5 Januari 2022, Pukul 21.00, saat pekerja Plaza Ambarrukmo berlalu-lalang hendak pulang. Saya memasuki gapura yang menuju Warung Makan Demen. Saya sangat bersyukur, antrean tidak membludak.
Saya mengobrol dengan Pak Priyono (53) pemilik warung. Warung Makan Demen berdiri sekitar tahun 2004, dirintis Pak Priyono dengan dua sahabatnya. Kala itu mereka bertiga, baru saja di PHK dari Hotel Ambarrukmo.
Hotel ini merupakan hotel paling mewah pertama di Yogyakarta yang mulai beroperasi pada tahun 1966. Hotel ini dibangun bersamaan dengan tiga hotel bersejarah di Indonesia yaitu Hotel Indonesia, Hotel Samudera Beach Pelabuhan Ratu dan Hotel Samudra Beach Bali.
Di hotel ini, Pak Priyono bekerja sebagai koki, sedang dua orang temannya sebagai pekerja biasa. Mereka kena PHK karena saat itu hotel tersebut tidak lagi beroperasi.
“Karena sudah tidak punya pekerjaan aku kepikiran buka warung makan, Mas. Dan aku mengajak dua teman untuk bekerja sama,” ujar Pak Priyono.
Karena berpengalaman menjadi koki, Pak Priyono menahkodai dapur Warung Makan Demen. Sementara untuk melayani pelanggan diserahkan kepada kedua temannya. “Mereka membantu melayani pelanggan menyajikan minuman, dan keperluan lain, Mas,” terang Pak Priyono. Ada raut kesedihan ketika saya tanya dua temannya tersebut karena ternyata mereka sudah meninggal.
Saya bertanya ke Pak Priyono, mengapa warungnya itu dinamakan demen?
Sebelum menjawab ia menghisap rokok yang diapit jari di tangan kanannya. Demen berarti senang atau suka, begitulah kata beliau, ketika pertama kali Pak Priyono membuka warung makan ia hanya berpikir serta berharap semua pengunjung yang datang ke warungnya merasa senang dan suka.
Lahirnya Ayam Cha Do Jo dari tangan Pak Priyono
Salah satu menu di Warung Demen yang terkenal adalah Ayam Cha Do Jo. “Ayam Cha Do Jo itu ayam kuah dengan cabai hijau, Mas,” kata Pak Priyono setelah saya tanya perihal arti dari ayam Cha Do Jo.
Do Jo sendri merupakan singkatan dari “Lado Ijo” atau cabai hijau. Istilah tersebut didapat dari kenalan Pak Priyono yang berasal dari Sumatra. Namun sayangnya Pak Priyono tidak ingat Sumatra sebelah mana. Kemudian saya menbcoba mencari melalui mesin pencarian internet. Istilah Lado Ijo bermunculan sebagai sebutan untuk sambal cabai hijau yang dibuat oleh orang Padang.
Ayam Cha Do Jo merupakan menu eksperimen yang dibuat dari tangan Pak Priyono sendiri. Awalnya, Warung Makan Demen memang menyediakan berbagai macam menu seperti; bakmi goreng atau rebus, nasi goreng, udang pedas, capcay dan lainnya. Akan tetapi Pak Priyono merasa harus memiliki ciri khas tersendiri untuk warung miliknya, kemudian ia coba-coba membuat Ayam Cha Do Jo.
Ayam Cha Do Jo yaitu ayam dengan ukuran cukup besar yang diselimuti dengan tepung crispy, kemudian disiram kuah saus yang didampingi dan bertabur wortel, tahu, jamur dan bunga kol. Juga ditambah dengan acar timun serta taburan kerupuk di atasnya. Sekilas memang seperti ayam kuah steak. Namun, cita rasa jelas jauh berbeda, gurih, pedas, dan porsi dari sajian ayam Cha do Jo sudah mampu membuat perut kenyang.
Menu Ayam Cha Do Jo ini paling banyak jadi buruan pelanggannya. Sebelum pandemi, ia bisa menghabiskan bahan baku hingga 25 kg daging ayam per hari. Kini, rata-rata sehari ia membutuhkan 15 kg daging ayam.
Obrolan saya dengan Pak Priyono pada malam itu harus berakhir. Serombongan pengunjung berdatangan, artinnya Pak Priyono harus mengosak-asik wajan memasak pesanan pelanggan.
Pelanggan yang rela menunggu berjam-jam
Saya melangkah pelan menyaksikan para pelanggan, memastikan ada pelanggan yang telah selesai menyantap makan malam. Kemudian mata saya tertuju pada dua lelaki yang duduk berdua. Ia memperkenalkan namanya Pak Patul (46) asal Yogyakarta. Beliau adalah pelanggan lama warung makan demen sejak tahun 2010. Beliau menyebut dua menu andalan kesukaannya. “Aku suka capcay dan Ayam Cha Do Jo, Mas,” jawab beliau dengan ekspresi meyakinkan.
Sebagai pelanggan setia, menurut Pak Patul cita rasa yang melekat pada sajian kuliner Warung Makan Demen rasanya enak banget sesuai dengan selera lidahnya. Selain itu ketika ia memakan capcay, bahan-bahan yang digunakan dalam masakan tersebut sangat lengkap, porsinya banyak, serta penyajiannya berkelas. “Pokoknya mantap, Mas. Harganya miring banget dan soal kualitas rasa di atas rata-rata,” imbuh beliau.
Pak Patul juga bercerita bahwa ia pernah datang kemari pada saat ramai-ramainya, sehingga ia harus menunggu datangnya pesanan selama 2 Jam. Menurutnya meski menunggu lama bukan perkara yang sia-sia, sebab rasa yang diterima lidahnya memiliki nilai sempurna.
Saya beralih ke pelanggan lain yang selesai menikmati makanan. Naharudin (23) Mahasiswa asal Lampung. Beliau pelanggan sejak tahun 2016, “Enak, Mas. Porsinya banyak dan harganya sangat terjangkau,” terang beliau ketika saya tanya tentang alasan gemar makan di Warung Makan Demen.
Saya sendiri sepakat dengan apa yang dikatakan narasumber tentang cita rasa makanan di warung makan demen. Porsinya juga menggunung atau banyak dan harga yang terjangkau. Untuk satu porsi Ayam Cha Do Jo, harganya hanya Rp14 ribu, harga yang menurut saya sangat miring dengan cita rasa ala restoran atau hotel. Warung makan ini bukan dari pukul 17.00-12.00.
Reporter : Nikma Al Kafi
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Cerita Aktivis Muhammadiyah yang Menikahi Gadis NU dan liputan menarik lainnya di Susul.