MOJOK.CO – Tertawa? Bahagia? Itukah respons Anda dengan kabar keberhasilan “pemberantasan” bau di Kali Item, Jakarta? Tunggu, Anda seharusnya marah!
Awalnya, lucu juga melihat betapa paniknya pemerintah Indonesia mematut diri menjadi tuan rumah acara olahraga terbesar di Benua Asia, Asian Games ke-18, yang akan dihelat di Jakarta dan Palembang pada 18 Agustus-2 September 2018.
Sejak berbulan lalu kita sudah menyaksikan ekspose media tentang perkembangan pembangunan Stadion Jakabaring dan upaya lain mempermak Palembang agar menjadi kota yang pantas dikunjungi olahragawan terbaik dari seantero Asia.
Namun, Juli ini, kurang dari sebulan sebelum hari H, pemberitaan bukan lagi soal “Ya, pembangunan di X sudah selesai x persen,” melainkan menjadi, “X belum selesai dibangun sementara Asian Games tinggal menghitung hari.”
Nada berubah dari optimistis menjadi panik. Ultra-mega-panik melanda Jakarta, lokasi sekaligus poros komando persiapan acara raksasa ini.
Tapi, buat penonton seperti saya, semua masih menghibur. Entah saat menyaksikan bagaimana grafiti dikerjakan petugas kebersihan. Saat geleng-geleng dengan suporter berangasan yang merusak kursi Stadion Jakabaring.
Sayangnya, kesenangan itu harus berakhir ketika kepanikan merambat ke Kali Sentiong a.k.a. Kali Item. Anda pasti sudah tahu duduk masalahnya.
Berada di dekat Wisma Atlet untuk peserta Asian Games yang akan datang dari berbagai penjuru Benua Asia, Kali Item membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resah. Pertama, karena warnanya hitam. Kedua, karena baunya yang luar biasa busuk menguar ke mana-mana.
Kali Item yang bau busuknya sudah berdekade-dekade mengganggu warga yang tinggal di sekitar maupun yang kerap lewat sana rupanya bikin malu pemerintah
Aksi koboi dilancarkan. Pasang waring seharga setengah miliar—yang membuat warga Internet tertawa terbahak-bahak saking konyolnya.
Puncaknya, dengan bantuan teknis dari Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama), setengah ton bubuk DeoGone ditumpahkan ke Kali Item untuk menghilangkan bau itu. Pagi ini saya menonton video wawancara warga sekitar Kali Item di Detik.com. Berhasil, kata warga, sudah tidak bau. Padahal “dulu bau banget,” salah seorang warga lain menjawab.
Jadi, Kali Item yang sudah puluhan tahun bau itu ternyata bisa dibikin tidak bau dalam satu minggu? Luar biasa. Negara dan kota yang paling sensi sama asing dan aseng ini ternyata sangat ramah kepada orang asing.
Sesuatu yang sudah jelas jadi masalah orang selama puluhan tahun, sekali lagi: puluhan tahun, dan seakan tidak akan mungkin bisa diatasi, ternyata bisa diselesaikan!
Dan keinginan untuk membuat sungai tak lagi bau itu, usaha untuk membuat trotoar yang layak untuk pejalan kaki itu, dilakukan bukan untuk warga negaranya sendiri. Sang pembayar pajak. Orang yang hidup dan menghidupi negara ini. Tapi, untuk tamu asing dari 44 negara.
Agar fantastis, saya berikan daftar negara peserta Asian Games ke-18.
- Afghanistan
- Bahrain
- Bangladesh
- Bhutan
- Brunei Darussalam
- Filipina
- Hong Kong
- Kuwait
- India
- Irak
- Iran
- Jepang
- Kamboja
- Kazakhstan
- Korea
- Kirgistan
- Laos
- Lebanon
- Makau
- Maladewa
- Malaysia
- Mongolia
- Myanmar
- Nepal
- Oman
- Pakistan
- Palestina
- Qatar
- Korea Utara
- Tiongkok
- Arab Saudi
- Singapura
- Sri Lanka
- Suriah
- Tajikistan
- Thailand
- Timor Leste
- Taiwan
- Turkmenistan
- Uni Emirat Arab
- Uzbekistan
- Vietnam
- Yaman
- Yordania
Untuk tamu asing dari ke-44 negara itulah Kali Item dibersihkan. Transportasi di Palembang diperbaiki. Trotoar di Jakarta disempurnakan.
Dengan segenap kemarahan, saya aturkan terima kasih Indonesia! Terima kasih Jakarta, salah satu kota yang konsisten masuk 10 besar kota dengan polusi terburuk di dunia! Terima kasih sudah menunjukkan dengan sangat eksplisit bagaimana mental inlander, mental minder di hadapan orang asing itu, bekerja!
Seiring doa demi kesuksesan Asian Games 2018, saya yakin resep panjang umur adalah dengan tinggal di Jakarta. Bisa dibayangkan, jika bumi terancam hancur seperti di film-film distopian, saya tidak akan heran jika warga Jakarta tetap bertahan hidup. Bagaimana lagi, orang Jakarta sudah ditempa dengan kehancuran kecil setiap hari. Sudah biasa. Sudah hafal. (P/S)