MOJOK.CO – Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman membagikan tips keluar dari kemiskinan. Wow. Luar biasa. Dahsyat. Akhirnya ada juga yang terpikirkan solusi ini.
Jika ditanya, apa sih yang bikin seseorang menjadi miskin, kita-kita yang selama ini berbangga menjadi sobat miskin tentu paling ahli dong untuk menjawabnya. Orang jadi miskin ya sudah pasti karena pendapatannya lebih kecil daripada pengeluaran.
Kita juga amat sangat ahli menjawab, apa saja penyebab pendapatan kita (atau seseorang lah, kalau kamu nggak merasa miskin) lebih kecil daripada pengeluaran.
Bisa jadi karena boros.
Tapi, untuk membatasi kapan seseorang disebut boros dan kapan seseorang disebut kekurangan, dalam dunia perburuhan ada istilah kebutuhan hidup layak (KHL) yang terdiri dari 7 komponen dan puluhan item turunan. Komponen-komponen itu terdiri dari makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, serta rekreasi dan tabungan.
Dari KHL ini kemudian ditentukanlah standar upah minimum yang per kabupaten dan kota, jumlahnya bervariasi.
Sedangkan BPS memakai Garis Kemiskinan untuk membatasi seseorang bisa disebut miskin apa nggak. Garis Kemiskinan adalah batas pengeluaran seseorang selama satu bulan yang jika pengeluarannya di bawah itu, ia bisa disebut miskin. Angkanya sebesar Rp425.250 per kapita per bulan.
Saya harap Fadjroel Rachman membaca tulisan ini dan sampai sini, clear sama penjelasannya.
Tapi ada kalanya kita yang miskin ini, meski berpenghasilan, tetap tak bisa memenuhi kebutuhan hidup layak. Contoh, tadinya beli beras masih mampu, sekarang jadi harus ngutang karena iuran BPJS Kesehatan naik. Atau contoh lain, karena anak sudah mulai masuk sekolah, tadinya penghasilan masih bisa disisihkan untuk nabung, sekarang jadi tidak bisa.
Tapi sesulit apa pun hidup ini, kalau masih punya pekerjaan, kalau masih punya pemasukan rutin, masih alhamdulillah namanya. Sebab, ada orang-orang yang pemasukannya tak tentu karena jadi buruh lepas (atau jadi freelancer berupah kecil, beda nama sih, tapi sama saja). Namun, jadi buruh lepas pun, kita kadang tetap perlu bersyukur, sebab menurut data BPS Agustus 2009, di setiap 100 orang angkatan kerja, ada 5 orang yang menganggur.
Penyebab kemiskinan adalah kajian yang kompleks. Daftarnya merentang dari kualitas pendidikan, situasi politik, kualitas pemerintahan, korupsi, kerusakan lingkungan, harga komoditas, penggunaan teknologi untuk mengganti tenaga manusia, disabilitas, diskriminasi, kelebihan populasi, perang, wabah penyakit… kalau daftar ini diteruskan, saya malah jadi seperti merendahkan kapasitas intelektual Fadjroel Rachman.
Tapi kapasitas intelektual Pak Fadjroel ini memang perlu dipertanyakan. Sebab ia baru saja, dengan bermodel tabel Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2019, memvonis bahwa perokok miskin di Indonesia sebaiknya berhenti merokok karena rokok adalah komoditas peringkat kedua dalam menyumbang garis kemiskinan.
Tahukah anda, penyumbang terbesar kedua garis kemiskinan di Indonesia? ROKOK! Tidakkah lebih baik kita menghentikan konsumsi rokok ini? Sekarang angka kemiskinan terendah dalam 20 tahun terakhir, 9,22 persen! (BPS, 2020). Terimakasih kerja keras Presiden @jokowi & jajaran~ FR pic.twitter.com/hHRQ2smDLp
— Fadjroel Rachman/JURU BICARA PRESIDEN RI (@fadjroeL) January 16, 2020
“Tahukah anda, penyumbang terbesar kedua garis kemiskinan di Indonesia? ROKOK! Tidakkah lebih baik kita menghentikan konsumsi rokok ini? Sekarang angka kemiskinan terendah dalam 20 tahun terakhir, 9,22 persen! (BPS, 2020). Terimakasih kerja keras Presiden @jokowi & jajaran~ FR”
(Anda harusnya ditulis dengan diawali huruf kapital. Itu antara keras dan Presiden ada spasi ganda. Terima kasih dipisah. Kalimat diakhiri titik. Tolong Perpres 63/2019 dibuka lagi, Pak Fadjroel.)
Bagaimana saya jadi tidak mempertanyakan, atau merendahkan kalau mau ekstrem, jika dalam satu twit Fadjroel Rachman bisa menyebut beli rokok membuat orang miskin sekaligus memuji Jokowi menurunkan angka kemiskinan?
Padahal di tabel itu, di atas rokok ada beras, di bawah rokok ada telur, daging, mi instan, gula, kue, kopi, tempe, roti, tahu, bawang merah, ikan, bawang, dan seterusnya.
Tidakkah ini tidak menggoda orang namanya? Menggoda untuk meneruskan logika Pak Fadjroel bahwa keluar dari kemiskinan bisa dilakukan dengan berhenti merokok, berhenti makan beras, berhenti ngopi, berhenti punya rumah, berhenti pakai bensin, dan berhenti mandi.
Juru bicara presiden kok baca tabelnya begitu.
Lah, kalau saya melihatnya malah beda. Tabel ini justru jadi penggugat soal angka upah orang Indonesia. Masak situ nggak prihatin ketika 25,82% penghasilan orang di perdesaan malah habis untuk beli beras saja? Ini kan antara penghasilannya terlalu kecil atau harga berasnya terlalu mahal.
Pernyataan ini tidak bisa tidak membuat saya teringat pernyataan Puan Maharani saat menjadi Menko PMK dulu, ketika mengomentari harga beras mahal yang memberatkan warga miskin. Solusinya khas orang kaya: Orang miskin disuruh diet nasi. Ngurangi makan nasi.
Pola pikir yang mirip-mirip lah sama anak-anak neolib di Twitter ketika memandang kemiskinan. Pasti bilangnya cuma karena kamu malas, malas, dan malas. Coba bilang “Dasar pemalas!” ke guru honorer kalau berani, Nyet!
Logika sejenis Fadjroel Rachman ini makin absurd ketika komoditas rokok tercatat sebagai penyumbang cukai terbesar yang uangnya dipakai untuk menalangi defisit BPJS Kesehatan dan entah membayari apa lagi dalam belanja negara.
Rokok disebut-sebut membuat negara menghabiskan ongkos sampai ratusan triliun setiap tahun untuk mengobati orang yang sakit karena rokok. Tapi data ini dipertanyakan. Bagaimana menyebut suatu kanker paru-paru yang diidap seseorang disebabkan rokok, bukan polusi, misalnya.
Artinya, rokok itu merugikan masih jadi bahan perdebatan.
Tapi kalau uang negara terbuang sia-sia karena korupsi, menggaji tinggi komisaris BUMN yang inkompeten, mengganti kerugian perusahaan negara yang dikelola dengan serampangan, mengongkosi kerugian pascabencana gara-gara usaha pencegahan bencana menyedihkan, soal-soal ini tak ada perdebatan lagi.
Klasemen sementara LIGA KORUPSI INDONESIA:
1. Jiwasraya: 13.7 Triliun
2. Asabri: 10 Triliun
3. Bank Century: 8 Triliun
4. Pelindo II: 6 Triliun
5. Kota Waringin Timur: 5.8 Triliun
6. BLBI: 4.5 Triliun
7. E-KTP: 2.3 Triliun
8. Hambalang: 700 Miliar(Source: WAG)
— Buya Eson (@emerson_yuntho) January 14, 2020
Halo Pak Fadjroel, dapat salam dari Pak Emerson Yuntho.
Jadi, Pak Fadjroel Rachman/JURU BICARA PRESIDEN RI *insert centang biru*, kalau mau jadi juru bicara yang baik dan bisa dengan elegan memuji bos Anda, mending itu pelemahan KPK yang jadi keresahan banyak orang yang Anda desakkan ke presiden.
Mudeng ora, Son?
BACA JUGA Bukan Jokowi, Inilah Daftar Penyebab Kita Jadi Miskin atau artikel lain di POJOKAN.