Zahra di Sinetron ‘Suara Hati Istri’ Tunjukkan Indosiar sedang Naik Level - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Pojokan

Zahra di Sinetron ‘Suara Hati Istri’ Tunjukkan Indosiar sedang Naik Level

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
2 Juni 2021
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Karakter Zahra di sinetron Indosiar ‘Suara Hati Istri’ dikritik di mana-mana. Kritiknya pun serius beneran. Nggak yang sekadar ngejek-ngejek lagi.

Lagi dan lagi. Sinetron Indosiar kena lagi. Setelah konsisten jadi bahan ledekan netizen dengan adegan-adegan sinetron yang kocak dan memeable selama beberapa tahun ke balakang, kali ini Indosiar naik tingkat ke level yang agak serius.

Tak ada lagi selentingan soal CGI yang ala kadarnya, adegan joget TikTok untuk bangunin pasien koma, atau plot cerita yang demen pakai jurus “ujug-ujug”. Melalui sinetron Suara Hati Istri kini Indosiar sudah naik level dengan mengangkat dua isu sensitif.

Isu pertama, pernikahan di bawah umur.

Pada mulanya, netizen tidak begitu ngeh dengan sinetron yang jelek saja belum ini, maklum sih, reputasi sinetron Indosiar kan begitu-begitu aja dari dulu, kalau tidak ada yang kontroversial ya nggak bakal dibahas.

Namun, semua berubah sejak muncul potongan adegan ketika Zahra, karakter istri yang dimadu pada usia 17 tahun (diperankan oleh artis usia 15 tahun), digambarkan akan melakukan adegan ranjang dengan suaminya yang berusia 39 tahun.

Baca Juga:

xxx mojok.co

Film ‘XXX: State of the Union’ tentang Apa Sih?

17 Januari 2023
autobiography mojok.co

Teror Patriarki di Film Autobiography, yang Personal pun Politis

16 Januari 2023

SJW-SJW pun bermunculan, dan kali ini banyak netizen yang mendukungnya. Apalagi karakter Tirta digambarkan kerap melakukan kekerasan seksual simbolik. Seperti ketika malam pertama, Tirta memaksa halus si Zahra padahal sang istri sudah sempat menangis ketakutan.

Kecaman datang dari mana-mana. Terutama kalau mengacu pada UU Perkawinan No. 16/2019 maka usia minimal pernikahan (baik laki maupun perempuan) adalah 19 tahun. Sedangkan pada UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak, minimal seseorang bisa menikah itu usia 18 tahun.

Sinetron ini pun dinilai netizen melanggengkan praktik perkawinan anak dan justru menjadi bagian dari kekerasan berbasis gender di Indonesia.

Isu kedua, poligami.

Lewat karakter Pak Tirta (lebih tepat disebut “Om” sih sebenarnya), sinetron Suara Hati Istri ditampilkan sebagai seorang suami yang kaya raya, sukses, dan bebas masalah finansial. Netizen baru ngeh sinetron ini bermasalah ketika menyadari bahwa topik poligami dijadikan sebagai kunci konflik membangun cerita.

Topik poligami adalah topik yang berat. Jika tidak hati-hati, akan banyak orang yang merasa tersinggung.

Dalam hal ini Suara Hati Istri agaknya kurang aware dengan sensitivitas itu. Gambaran poligami menjadi arena yang begitu banal dan tanpa tedeng aling-aling di sinetron tersebut (ada adegan Om Tirta menculik Zahra).

Apalagi Om Tirta ngebet menikahi Zahra, gadis berusia 15 tahun, yang mana sempat punya hubungan spesial dengan anaknya sendiri, Alsyad. Makin berat lagi, alasan Zahra diizinkan menikah oleh ayahnya adalah karena keluarga Zahra terlilit utang oleh Om Tirta.

Jalan cerita ini sebenarnya masih agak masuk akal, maksudnya bukan cerita yang baru-baru amat. Di naskah-naskah fiksi atau film zaman dulu, alasan menikahkan anak karena terlilit utang itu sebenarnya cerita yang cukup sering diangkat.

Masalahnya, alih-alih mengemasnya dengan serius, Suara Hati Istri didesain dengan agak buru-buru dan kurang hati-hati. Isu poligami sendiri sudah panas, dan karakter Tirta dalam mendominasi Zahra kelewat brutal—terutama ketika tayangan ini muncul di stasiun televisi pada jam tayang prime time (18.00).

Padahal, produser dan sutradara Suara Hati Istri bisa belajar dari film Berbagi Suami (2006) yang disutradarai Nia Dinata. Meski sama-sama topik poligami, film Berbagi Suami tidak mendapat kritik keras seperti sinetron Suara Hati Istri pada era itu.

Padahal secara garis besar, keduanya punya akar konflik yang sama. Bahkan ada satu benang merah yang mirip antara keduanya. Jika Suara Hati Istri punya Zahra sebagai seorang istri yang dipoligami pada usia begitu muda, Berbagi Suami punya karakter Ming (diceritakan masih 19 tahun) ketika dipoligami.

Dua kata kunci yang membuat keduanya bisa berbeda diterima masyarakat adalah ini: KEBERPIHAKAN dan RISET.

Suara Hati Istri tidak menonjolkan sikap keberpihakan pada karakter perempuan. Alih-alih menampilkan “perlawanan” pada praktik poligami dan pernikahan di bawah umur, sinetron ini justru menormalisasi dan meromantisirnya. Apalagi terlihat bagaimana Zahra kayak terima-terima aja dipoligami oleh om-om.

Beda dengan film Berbagi Suami yang dibikin usai riset yang panjang, sehingga bikin Nia Dinata perlu menampilkan gambaran poligami lewat berbagai latar belakang sosial dalam tiga segmen cerita yang berbeda.

Sebaliknya, Suara Hati Istri malah terjebak dengan keharusan dapat rating tinggi. Barangkali ingin mengangkat soal risiko poligami, tapi karena plot cerita yang ujug-ujug, beberapa gambaran yang ditampilkan justru berbalik menunjukkan bagaimana poligami yang dipaksakan malah bisa menciptakan keluarga yang “baik” dan “romantis”.

Belum dengan problem yang terjadi justru muncul karena hasutan istri Om Tirta yang lain atau karakter pembantu perempuan di sinetron ini. Adegan yang justru mengafirmasi bahwa benar adanya kalau sesama perempuan malah bisa saling menjatuhkan… bahkan di dalam rumah tangga yang sama!

Lewat “fitnah-fitnah keji” dari para karakter lain, antagonis dalam cerita ini pun tak melulu jatuh pada Om Tirta (yang level antagonisnya jauh lebih jahat ketimbang Thanos atau Darkside), tapi malah perempuan-perempuan lain di sekitar Om Tirta. Perempuan-perempuan yang digambarkan sebagai tukang hasut untuk semakin membuat protagonis menderita.

Sangat berbanding terbalik dengan Berbagi Suami karya Nia Dinata, bagaimana sebagai sama-sama “korban” dalam praktik poligami, Nia Dinata menunjukkan bagaimana sesama istri yang dipoligami saling support, tidak saling menjatuhkan satu sama lain.

Perspektif inilah yang membedakan dua tayangan tersebut. Yang satu memakain persepektif feminin, sedangkan Suara Hati Istri malah memakai perspektif maskulin. Hal yang digambarkan dengan adegan bahwa perempuan pun bisa jahat ketika dipoligami.

Sebenarnya jika ada pihak yang harusnya paling marah dengan adegan-adegan dalam Suara Hati Istri, maka  pihak itu adalah suami-suami yang melakukan praktik poligami di dunia nyata. Mereka-mereka yang demen ikut seminar poligami atau yang mengampanyekannya.

Lah iya dong, citra mereka semakin diperburuk dengan keberadaan sinetron ini. Dalam Berbagi Suami, kritik itu sebenarnya ada tapi diwujudkan dalam tone yang lembut. Sehingga masih banyak masyarakat yang menerimanya dengan baik, meski mereka pelaku poligami sekalipun.

Begitu berbeda dengan Suara Hati Istri, yang dari judulnya seperti membela kaum perempuan tapi isinya justru menormalisasi penderitaan perempuan. Udah gitu perempuan yang dijadikan “korban” di bawah umur lagi.

Dan ketika mengingat lagi persoalan yang mendera Indosiar dan sinetron-sinetronnya belakangan ini (yang masalahnya selalu soal remeh temeh), harus diakui—lewat kasus ini—Indosiar sedang naik level ke persoalan yang lebih serius.

Serius banget sembrononya.

BACA JUGA Dari Sekian Banyak Sunah Nabi Kenapa Hanya Memilih Poligami? dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Terakhir diperbarui pada 2 Juni 2021 oleh

Tags: FilmIndosiarpoligamiseminar poligamiSinetronsuara hati istrizahra
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

xxx mojok.co
Hiburan

Film ‘XXX: State of the Union’ tentang Apa Sih?

17 Januari 2023
autobiography mojok.co
Podium

Teror Patriarki di Film Autobiography, yang Personal pun Politis

16 Januari 2023
Panduan mempersiapkan perpisahan
Hiburan

Panduan Mempersiapkan Perpisahan: Sebuah Tutorial Menghadapi Kehilangan

30 November 2022
komik lokal Gundala
Kilas

Peluang Bagi Komikus, Komik Lokal Indonesia Lagi Banyak Difilmkan

22 September 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Maringopi bayar seikhlasnya

Kopi Lain Boleh Mahal, Maringopi Tetap Bayar Seikhlasnya

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023

Zahra di Sinetron ‘Suara Hati Istri’ Tunjukkan Indosiar sedang Naik Level

2 Juni 2021
Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU / satu abad yang Gini-gini Aja MOJOK.CO

Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja

28 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
warung madura mojok.co

Tiga Barang Paling Laris di Warung Madura Menurut Penjualnya

27 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023

Terbaru

jumat curhat mojok.co

Polda dan Polres Gelar ‘Jumat Curhat’ untuk Wadah Uneg-uneg Warga

1 Februari 2023
remaja ktd sumedang

Siswi di Sumedang yang Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan Boleh Kembali Sekolah

1 Februari 2023
500 Triliun Anggaran Kemiskinan Cuma Dipakai Rapat dan Studi Banding Doang?

500 Triliun Anggaran Kemiskinan Cuma Dipakai Rapat dan Studi Banding Doang?

1 Februari 2023
kemiskinan di diy mojok.co

Pakar UGM Mempertanyakan Garis Kemiskinan di DIY

1 Februari 2023
wali kota semarang

Wali Kota Perempuan Pertama Kota Semarang Langsung Dapat PR dari Megawati

1 Februari 2023
awal bulan puasa mojok.co

Muhammadiyah Tetapkan Awal Bulan Puasa 23 Maret, Bagaimana Cara Penentuannya?

1 Februari 2023
bacaleg pks

PKS Terima Bacaleg Non-Kader, Banyak Juga yang Non-Muslim

1 Februari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In