MOJOK.CO – Tolong bedakan antara pendidikan seks dengan tulisan mesum. Kalau kamu sulit membedakan keduanya, mungkin di dalam otakmu bukan bersemayam jutaan neuron, tetapi sebuah kain dengan merek Hings.
Tulisan saya yang berjudul “Panduan Memahami Gelagat Cewek Sange Untuk Para Cowok” mendapat komentar yang sungguh berwarna. Terima kasih untuk tanggapan positif dari artikel “pendidikan seks” ini. Terima kasih juga untuk yang menanggapi artikel ini dengan komentar khas pembaca baru Mojok: “Artikel sampah…”
Ada pula orang yang menganggap saya sedang menyesatkan dan menjerumuskan orang ke arah negatif. Pandangan yang visioner dan saya tampung dengan senang hati. Paling tidak, beliau yang berkomentar itu membaca artikel sampai tuntas. Perkara interpretasi memang tidak bisa saya kontrol.
Namun, paling tidak, sekali lagi, dia membaca artikel “gelagat cewek sange” itu. Dengan membaca, dia sudah masuk ke dalam tahap awal belajar sesuatu. Saya sih menggiring tulisan saya itu sebagai bentuk pendidikan seks, bukan sebatas tulisan mesum.
Ada pembaca perempuan yang kaget, kok Mojok menayangkan artikel seperti ini. Sikap ini perlu dimaklumi karena membicarakan pendidikan seks secara terbuka masih jadi aktivitas tabu di Indonesia. Sisa-sisa anggapan lama bahwa ngomongin soal seks itu tabu masih saja ada. Padahal, sejak balita pun, anak sudah harus diajari pendidikan seks. Tentu porsi dan intensitasnya berbeda dengan yang sudah remaja.
Pendidikan seks untuk remaja bisa kamu temukan contohnya lewat film Dua Garis Biru (2019) garapan Ginatri S. Noer. Film yang dituduh secara serampangan mengajarkan seks bebas ini saya rasa sukses menjadi peringatan ke orang tua tentang dua hal. Pertama, menjaga kedekatan dengan anak. Kedua, pendidikan seks wajib masuk dalam “kurikulum keluarga”.
Jangan sampai, lantaran tidak mendapatkan pendidikan seks sejak dini, anak tidak bisa mengenali tanda-tanda pelecehan seksual. Misalnya anak perempuan tidak sadar sedang dilecehkan oleh orang dekat ketika kemaluan atau teteknya disentuh-sentuh. Anak perempuan harus tahu batasan bagian tubuh mana yang boleh disentuh dan mana yang tidak.
Seiring usia, rasa penasaran anak pasti berkembang. Bahkan, perkembangan rasa ingin tahu ini tidak bisa diimbangi oleh orang tua, terutama soal kondisi tubuh. Seks bukan hanya berarti aktivitas ngeue, tetapi juga mengenali perubahan pada tubuh ketika anak mulai puber. Mimpi basah, ejakulasi, tetek mulai membesar, tumbuh bulu-bulu halus di tubuh, menstruasi, dan lain sebagainya, bisa dipahami anak lewat pendidikan seks bersama bapak atau ibunya.
Anak, yang menjadikan internet sebagai jalan pengetahuan dasar selain ilmu di bangku sekolah, berpeluang menciptakan jarak dengan orang tua. Nasibnya akan sama seperti pendidikan seks, yang dianggap tabu.
Nonton film, ada adegan ciuman, ibu langsung panik menutup mata anaknya. Jelaskan secara singkat dan jelas soal ciuman dan cinta kepada anak. Caranya gimana? Ya cari tahu sendiri sana. Jangan malas dan bebal begitu.
Setelah masa remaja, anak akan masuk masa dewasa. Mereka sudah mengenal anatomi diri, mengenal rasa jatuh cinta, hasrat bersentuhan dengan lawan jenis, hingga pikiran untuk menikah.
Daniel H.T, penulis Kompasiana, pernah menuliskan kisah temannya. Teman dari Daniel ini punya pacar yang takut diajak ciuman. Alasannya? Karena takut hamil! Teman Daniel dan pacarnya ini lulusan S1. Sebuah kenyataan bahwa tingkat pendidikan tidak berkaitan dengan pengetahuan soal seks.
Suatu kali, Tribunnews pernah menaikkan sebuah berita. Ada pasangan suami istri yang belum punya anak setelah 3 tahun menikah. Ketika konsultasi dengan dokter, pasangan itu mengaku belum pernah berhubungan badan. Keduanya berpikir dengan tidur satu ranjang bisa hamil. Apa ya pasangan ini menganggap diri mereka sejenis vertebrata dengan pembuahan luar tubuh?
Apa ya keduanya nggak pernah merasakan sange? Atau, apakah keduanya nggak pernah nonton bokep? Satu hal yang pasti, keduanya tidak pernah mendapatkan pendidikan seks. Memetakan gelagat seks itu penting. Kalau sange tidak tersalurkan, kamu bisa stres. Kalau jomblo, ya bisa “solo karier berkawan tangan”, kalau punya pasangan yang segera di-“smack down”.
Tapi kan nggak semua keinginan cewek untuk cuddling itu pasti sange. Nggak semua cewek yang kalau ketemuan pakai baju agak terbuka itu sebuah undangan untuk kelon. Makanya, panduan untuk memahami gelagat sange itu penting. Dan ini bentuk tulisan pendidikan seks.
Sementara itu, tulisan mesum biasanya “lebih spesifik” ketika menggambarkan kondisi pra-kelon, kelon, dan pasca-kelon. Biasanya juga dibumbui dengan narasi-narasi sensual, menggiring imajinasi kita untuk mengkal-mengkal seperti kuda liar.
“Sore hari, hujan rintik-rintik, Ibu Kos keluar dari kamarnya hanya mengenakan daster yang tipis. Matanya sayu, bibirnya sedikit terbuka. Ia berahi, tetapi sulit dilampiaskan semenjak ditinggal pergi suaminya untuk selama-lamanya.”
“Ia berjalan ke arahku. Aku hanya bisa terdiam, sibuk memandang buah dadanya yang masih ranum meski sudah menginjak usia 40. Aku tak berdaya, hanya penisku yang bergerak, bergeliat mencari ruang kosong di antara celana dalam. Mulai mengetat. Aku gelisah.”
“Saat itu, kosan memang sedang kosong. Teman-temanku sibuk main PUBG di burjo samping kos. Ibu kos tahu betul waktu yang tepat untuk menggoda. Ohh, aku tidak berdaya.”
Nah, itu contoh awalan tulisan mesum. Ada sih edukasi di sana. Edukasi mencari waktu sela untuk kelon. Lho, ini juga pendidikan, sih. Yang nggak bakal kamu temukan di buku teori, tetapi learning by doing.
Pada akhirnya, tolong bedakan antara pendidikan seks dengan tulisan mesum. Kalau kamu sulit membedakan keduanya, mungkin di dalam otakmu bukan bersemayam jutaan neuron, tetapi sebuah kain dengan merek Hings.