Tak Sopannya Belasungkawa Hasto Kristiyanto Memang Penyakit Politikus Narsis

kesalahan politikus narsis Indonesia hasto kristiyanto PDI perjuangan harun masiku maudy ayunda pemilu pilkada poster narsis pejabat politikus iklan politik sampah vidual ashraf sinclair politik onani

kesalahan politikus narsis Indonesia hasto kristiyanto PDI perjuangan harun masiku maudy ayunda pemilu pilkada poster narsis pejabat politikus iklan politik sampah vidual ashraf sinclair politik onani

MOJOK.COKalian mungkin kaget melihat sebuah poster ucapan belasungkawa dari seorang Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto. Wajahnya tampak lebih dominan daripada orang yang meninggal. Sungguh kesalahan politikus narsis Indonesia nggak berubah dari dulu.

Menjelang Pemilu dan Pilkada, saya selalu resah dengan sampah visual yang bertebaran di jalan-jalan. Saya nggak kenal 90% orang-orang yang memajang wajah mereka di sana. Saya justru lebih hafal muka-muka selebgram yang tiap hari di-endorse pemutih ketiak dan pembesar payudara itu. Hadeeeh~

Masalahnya, kita semua tahu jenis iklan seperti ini nggak efektif untuk pemilih pemula. Memperkenalkan politisi nggak hanya dengan pasang poster dan nampangin wajahnya di mana-mana tanpa tahu kinerja mereka apa, sepak terjang di dunia soial dan politiknya apa, dan prestasinya apa. Kita sebagai target market politik, adalah pemalas yang sebenarnya sedang diperjualbelikan untuk memilih.

Di level yang sangat akut, seorang politikus mengucapkan belasungkawa dengan nampangin wajahnya di samping orang yang meninggal. Bukannya terlihat raut dukacita, sang politikus narsis justru kelihatan jumawa. Jangan salahkan netizen kalau mereka bingung siapa yang meninggal, posternya memang misleading.

Sudahlah saya nggak mau komentar soal EBI-nya karena saya nggak mau misuh. Yang jelas, bukan sebuah hal yang elok kalau ucapan belasungkawa saja dijadikan sebuah kendaraan politikus narsis yang wajahnya ingin kelihatan terus. Di luar itu semua, dukacita mendalam juga saya rasakan atas meninggalnya seorang aktor dan figur publik Ashraf Sinclair, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.

Nggak cuma tentang meninggalnya Ashraf Sinclair dan menjelang Pemilu+Pilkada, btw. Ucapan dengan narsisme semacam ini juga banyak ditemukan pada perayaan hari besar. Kata-katanya sih, selamat menunaikan ibadah puasa, selamat Natal, selamat. Tapi… yang dipampangkan wajahnya adalah pejabat yang sebenarnya nggak populer-populer amat. Mengingat ini saya jadi ingin nyanyi lagunya Maudy Ayunda.

Untuk apa~

Sebenarnya ada sebutan khusus untuk menggambarkan fenomena politikus narsis yang bertebaran. Namanya adalah politik onani. Iya, kalian nggak salah baca. Memasang poster, baliho, dan spanduk dengan menyematkan wajah sendiri adalah upaya memuaskan politikusnya sendiri. Ini adalah turunan dari sifat narsistik yang dimiliki politikus di mana-mana.

Ada banyak hal yang melatarbelakangi tindakan politik onani, beberapa di antaranya adalah kekuasaan dan kebutuhan validasi dari orang banyak. Orang yang terbiasa dengan uang dan kekuasaan cenderung narsistik. Pokoknya menampakkan diri adalah kebutuhan. Nggak peduli orang lain, yang jelas diri sendiri puas menatap foto sendiri terpasang di baliho paling besar. Mantap!

Dibandingkan dengan meletakkan foto wajahnya di poster, mendingan politikus narsis belajar lebih jauh tentang personal branding dan guirella marketing. Beberapa orang yang sadar akan citra diri mereka yang perlu dijaga bahkan menyewa staf khusus untuk merumuskan langkah-langkah mempromosikan diri pada masyarakat.

Sementara guirella marketing akan banyak memberikan inspirasi bagi politikus dengan megiklankan dirinya secara berbeda sekaligus efektif. Intinya marketing yang nyeleneh tapi tapi tepat sasaran. Ini juga bisa dirumuskan dengan menyimpulkan beberapa riset staf personal branding.

Manajemen artis dan pejabat kelas atas mungkin sudah pakai staf khusus untuk merumuskan personal branding. Nggak perlu kaget, ilmu semacam ini bahkan secara spesifik dipelajari di jurusan Ilmu Komunikasi, bukan sekadar ilmu kira-kira.

Kesalahan Hasto Kristiyanto dalam mengucapkan belasungkawa saya rasa sudah jelas. Ketidakpantasan pasang fotonya sendiri, sampai kepikiran menyebarkan posternya di media sosial yang kebanyakan dihuni milenial dan gen Z adalah lampu hijau untuk diserang netizen.

BACA JUGA Jokowi Polah, Kaesang Pangarep yang Kena: Derita Anak Bungsu atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version