Surat Terbuka untuk Mahasiswa yang Ngira Dosen Tak Ngapa-ngapain karena Pandemi - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Pojokan

Surat Terbuka untuk Mahasiswa yang Ngira Dosen Tak Ngapa-ngapain karena Pandemi

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
25 Juni 2020
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Mahasiswa selama ini sudah bersusah-payah bikin tugas, beli kuota, sampai bayar SPP, tapi kenapa dosen nggak ngapa-ngapain? Makan gaji buta ya?

Halo kawan-kawan mahasiswa di manapun kalian berada. Semoga selalu sehat dan tetep bahagia. Perkenalkan, saya redaktur media ghibah tanah air mojok.co sekaligus tukang ajar di dua kampus (negeri dan swasta) di Solo, Jawa Tengah.

Begini. Saya barusan membaca sebuah tulisan komplain dari seorang mahasiswa dan jadi lumayan tersentil. Isinya kurang lebih berisi protes mempertanyakan kinerja dosen selama kuliah online.

Menurut tulisan komplain tersebut, mahasiswa selama ini sudah bersusah payah untuk bikin tugas, beli kuota, sampai bayar SPP, tapi kenapa dosennya nggak ngapa-ngapain? Kok enak banget?

Hm. Untuk lebih jelasnya. Silakan baca sendiri tulisan tersebut di bawah ini.

[cm] lagi kuliah online trus nemu akun mahasiswa yg komen kayagini, menurut kalian gimana? pic.twitter.com/pZSxBFTRMe

— COLLE | Cek Pinned (@collegemenfess) June 24, 2020

Baca Juga:

UKT beasiswa untuk mahasiswa

UNY Panggil Pembuat Utas Soal UKT, Pemda DIY Siapkan Beasiswa untuk Mahasiswa

18 Januari 2023
panitia acara mahasiswa

Pengalaman Pahit Menjadi Panitia Acara Mahasiswa, Tombok hingga Konser Gagal

10 Januari 2023

Iya, saya tahu. Sebagai dosen yang baru 2,5 tahun ngajar, saya paham keluhan mahasiswa model begini. Hal yang saya pikir juga ada di pikiran ratusan mahasiswa saya. Kalau tiap kuliah isinya cuma wasap grup atau lewat zum gitu, lantas apa bedanya dengan belajar otodidak dong?

Ya, pandangan itu tidak salah. Sama sekali tidak salah. Namun, sebelum kalian merasa sepakat untuk melempar kesalahan ini ke seluruh dosen di Indonesia, saya akan menyoroti tiga hal dari surat protes mahasiswa itu.

Pertama, soal tudingan “belajar otodidak” yang harus dilakukan mahasiswa selama pandemi.

Masalah yang harus dipahami lebih dulu adalah soal ini: apakah mas-mas dan mbak-mbak mahasiswa tahu, kalau selama kuliah normal pun sebenarnya pembelajaran yang terjadi tidak benar-benar berada di kelas, melainkan justru di luar kelas?

Lagian, mahasiswa itu—saya pikir—jauh lebih banyak belajar ketika ikut kegiatan ekstrakulikuler di luar. Baik aktif di organisasi pergerakan mahasiswa, UKM, atau komunitas-komunitas sesuai minatnya. Ngotot belajar di kelas? Kok saya malah baru tahu ada mahasiswa ngebet banget pengen belajar di kelas. Ini justru info baru buat saya.

Selama ini saya memahami, kelas hanya merupakan tempat agar perkuliahan bisa terdata dan bisa dipertanggungjawabkan secara administratif. Meski begitu, dosen sebenarnya punya otoritas untuk memindahkan kelasnya (meski kadang bisa berbenturan dengan aturan kampus).

Saya ambil contoh pakai kebiasaan saya kalau ngajar misalnya. Sebagai dosen, saya tidak jarang menyempatkan waktu di luar kelas untuk belajar bersama. Entah di kantin atau di taman kampus. Tentu saja mahasiswa saya bebaskan untuk makan-minum juga selama pelajaran.

Hal ini karena saya menyadari betul, kadang belajar di kelas itu emang membosankan. Sebagai dosen saja saya bosan, apalagi mahasiswa saya. Dan dulu, ketika semester pertama saya ngajar, saya akui cara ajar saya terlalu pedagodi.

Itu lho, ngajarin ke mahasiswa pakai teori yang bener ini, lalu nunjukin yang salah ini. Bener-bener kayak guru SD. Cara mengajar yang jatuhnya bikin ngantuk mahasiswa.

Tak banyak mahasiswa yang cukup nyaman dengan metode pengajaran semacam itu. Apalagi mahasiswa saya cenderung lebih ingin dilibatkan dalam pelajaran. Masalahnya, ketika upaya melibatkan mahasiswa ini (atau dalam bahasa kerennya: lebih andragogi), ternyata cara ini juga masih kena protes mahasiswa pula.

Kalau semua dikerjakan mahasiswa terus dosennya ngapain? Cuma fasilitator doang? Cuma jadi moderator doang? Lah kok enak.

Semakin terlihat lagi ketika pandemi ini melanda, pelajaran model androgogi macam gini makin terlihat brutal lagi karena pertemuan fisik dibatasi. Akhirnya mahasiswa merasa dipaksa belajar mandiri.

Kalau gini caranya, ngapain kuliah?

Hm. Padahal, banyak dosen yang merasa kalau mahasiswa itu sudah bukan lagi pembelajar yang perlu dituntun. Kalau memang mahasiswa ingin dikembalikan ke metode kuno, secara personal saya sangat siap. Karena saya selalu menempatkan diri sebagai tukang ajar yang jadi pelayan bagi mahasiswa. Palugada deh, apa lu mau gua ada.

Meskipun setelah saya baca lagi, contoh di tulisan komplain mahasiswa tadi hanya dengan pengajaran upload video penjelasan dari dosen. Udah, itu doang. Hal yang bikin saya makin bingung.

Lah kalau kayak begitu, bukannya jatuhnya jadi sama aja? “Tinggal download videonya, lihat, kerjakan tugasnya beres.” Lantas, karena video pengajaran untuk semester sekarang bisa dipakai lagi untuk tahun depan untuk kelas yang berbeda, bukan tidak mungkin muncul lagi surat yang sama semester depan… “Terus dosennya ngapain?”

Duh, kena lagi deh saya.

Kedua, soal tudingan kerja dosen jadi nggak ngapa-ngapain karena kuliah online.

Soal ini, saya sepakat. Apalagi dosen kayak saya yang harus ngelaju Jogja-Solo bolak-balik naik kereta, naik angkot, dan naik ojek. Dengan kebijakan kuliah online, hal ini sangat membantu, dan mungkin bikin dosen kayak saya jadi terlihat “nggak ngapa-ngapain”.

Puadahal, banyak dosen yang justru semakin berat ketika kuliah online ketimbang ketika perkuliahan normal di kelas. Karena ada yang namanya… TUGAS MAHASISWA.

Sebagai dosen, hal yang paling mengerikan bagi saya bukan soal besok mau ngajarnya gimana, melainkan tugas-tugas mahasiswa udah saya cicil koreksi atau belum. Ketika pegawai biasa pusing dengan cicilan rumah dan cicilan motor, dosen kayak saya malah selalu pusing dengan cicilan koreksi tugas-tugas mahasiswa saya.

Kenapa harus dicicil? Karena kalau ditotal, jumlah tugas mahasiswa dari saya ngajar di dua kampus itu ada 300-an makalah tiap minggu. Itu pun hanya dari dua mata kuliah. Sekarang coba sampeyan bayangkan sendiri sebanyak apa tugas yang diterima dosen yang ngajar full 20 sks satu semester.

Apalagi karena ada pandemi, tugas online ini semacam diharuskan pihak jurusan untuk ngukur tingkat keseriusan mahasiswa mengikuti kuliah online. Jadi bisa dibayangkan sekriting apa mata para dosen tiap minggu harus mengoreksi tugas-tugas mahasiswanya.

Jadi kalau mahasiswa merasa terlalu berat dengan tugas-tugas kuliah, dosen pun sebenarnya mengalami problem yang sama. Jangan dipikir ngasih tugas mahasiswa itu dosen-dosen girang, dalam kacamata dosen pemberian tugas ke mahasiswa itu seperti membawa makin banyak kerjaan yang bakal dibawa ke rumah.

Poinnya, jangan merasa jadi korban sendirian deh dari efek pandemi. Semua kena repot juga kok, Mas atau Mbak.

Ketiga atau terakhir. Soal paling sensitif: nilai.

Memang betul ada dosen yang kasih nilai mahasiswa itu pakai sistem dadu. Ngasal. Saya akui itu ada.

Kenapa? Karena ketika masih jadi mahasiswa, itu juga masalah yang pernah saya alami. Namun, dengan semakin banyaknya dosen-dosen muda, yang usianya tak berbeda jauh dengan mahasiswanya, ada cukup banyak dosen yang hati-hati untuk urusan memberi nilai.

Dengan makin banyaknya dosen muda, sisi kemanusiaan dosen ngasih nilai pun jauh lebih kuat zaman sekarang. Mungkin karena masih satu zaman, jadi lebih nyambung secara emosional dengan mahasiswanya.

Di antara teman-teman dosen—misalnya, sangat jarang dari mereka memberi nilai mahasiswa sampai D atau E. Kecuali untuk hal-hal yang sifatnya adminsitratif.

Seperti soal persentase jumlah presensi—misalnya, yang secara otomatis sistem SIAKAD kampus akan memberi mahasiswa nilai E kalau kurang persensinya. Dan kadang-kadang hal semacam itu benar-benar di luar keputusan dosen. Meski akhirnya pihak yang kena komplain ya dosennya lagi.

Jadi untuk urusan tudingan ngasih nilai jelek ini, ya itu sifatnya kasuistik. Sangat sulit untuk diratakan karena pengalaman antar-satu mahasiswa dengan mahasiswa bisa sangat berbeda. Bisa karena emang mahasiswanya nggak pernah ngirim tugas lalu dapet nilai jelek, lantas koar-koar soal kejelekan dosennya. Bisa juga karena dosennya yang nggatheli.

Nah, karena hal semacam ini sangat kasuistik, tentu saja justru jangan menghakimi semua dosen suka kasih nilai jelek. Ada kok emang dosen yang kayak gitu, tapi kan ada juga yang nggak. Jadi mbok ya jangan digeneralisir.

Untuk urusan nilai, mahasiswa sekarang emang sangat berani main labrak ke dosen. Seperti ketika saya diwasap marah-marah sama mahasiswa karena dapet nilai B (standar nilai paling rendah dari saya). Alasannya, karena si mahasiswa merasa tugasnya bagus jadi seharusnya nilainya A, tanpa mengindahkan bahwa ia sudah telat beberapa hari ngirim tugas UAS ke email saya.

Duh, duh. Emang mahasiswa zaman sekarang kritis-kritis… nilai B sebagai bonus aja dianggap jelek. Ngejar apa sih emangnya mahasiswa model begitu? IPK 4? Stafsus Presiden?

BACA juga Memang Kamu Digaji Berapa, Kok Mau-Maunya Ngajar? atau tulisan soal hubungan Dosen dan Mahasiswa lainnya.

Terakhir diperbarui pada 25 Juni 2020 oleh

Tags: Dosenkuliah onlineMahasiswapandemi
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

UKT beasiswa untuk mahasiswa
Pendidikan

UNY Panggil Pembuat Utas Soal UKT, Pemda DIY Siapkan Beasiswa untuk Mahasiswa

18 Januari 2023
panitia acara mahasiswa
Geliat Warga

Pengalaman Pahit Menjadi Panitia Acara Mahasiswa, Tombok hingga Konser Gagal

10 Januari 2023
cara daftar kip kuliah mojok.co
Pendidikan

Syarat dan Cara Daftar KIP Kuliah, Beasiswa Penuh dari Kemendikbudristek

24 Desember 2022
Uneg-uneg

Lowongan Kerja Butuh yang Berpengalaman, Bagaimana Nasib Fresh Graduate?

18 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Karma: Ketika Kunci Disembunyikan Sosok Cantik Penunggu Ruang Osis kuntilanak MOJOK.CO

Karma: Ketika Kunci Disembunyikan Sosok Cantik Penunggu Ruang Osis

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
Mbah Minto lan Filosofi Jalmo Tan Keno Kiniro

Surat Terbuka untuk Mahasiswa yang Ngira Dosen Tak Ngapa-ngapain karena Pandemi

25 Juni 2020
Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja MOJOK.CO

Cak Nun Salah, Jokowi Bukan Firaun karena Firaun Tidak Setuju UU Cipta Kerja

21 Januari 2023
PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023
mie ayam takeshi bantul yang ayamnya ora umum!

Mie Ayam Takeshi Bantul, Ekstra Ayamnya Ora Umum!

22 Januari 2023

Terbaru

difabel penyelenggara pemilu

Penting! Keterlibatan Difabel sebagai Penyelenggara Pemilu Perlu Didorong

28 Januari 2023
rans entertainment mojok.co

Gurita Bisnis RANS Entertainment, Perusahaan Raffi Ahmad yang Akan IPO

28 Januari 2023
Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU / satu abad yang Gini-gini Aja MOJOK.CO

Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja

28 Januari 2023
Penampilan Yogyakarta Royal Orchestra (YRO) dalam sebuah acara. (Dok.Istimewa)

Yogyakarta Royal Orchestra akan Gelar Konser Musik di Pelabuhan Sunda Kelapa

28 Januari 2023
Sekda DIY, Baskara Aji di Kepatihan Yogyakarta, Jumat (27:01:2023) menyampaikan tuntutan perpanjangan masa jabatan Kades berpotensi meningkatkakan tindak korupsi. MOJOK.CO

Sekda DIY: Perpanjangan Masa Jabatan Kades Rentan Korupsi

28 Januari 2023
parpol nasdem

NasDem Klaim Belum Ada Koalisi Perubahan, Gejala Perpecahan?

27 Januari 2023
erk rimpang mojok.co

ERK Rilis Album ‘Rimpang’ yang Bercerita Soal Pergerakan Bawah Tanah

27 Januari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In