MOJOK.CO – Kesempatan kerja yang banyak tak mesti berarti masyarakatnya sejahtera. Ini yang terjadi di Karawang yang disebut-sebut sebagai kota industri.
Ratusan pengangguran di Kabupaten Karawang yang menamai diri Solidaritas Pengangguran dan Pribumi Karawang (SPPK) berunjuk rasa di depan kantor Bupati Karawang Kamis (12/09) karena geram tidak pernah diterima saat melamar pekerjaan di sejumlah perusahaan. Mereka meminta supaya pemerintah dapat memahami nasib yang sedang mereka alami ini.
Sambil membawa ratusan hingga ribuan surat lamaran pekerjaan, mereka berujuk rasa. Sejumlah pencari kerja mengaku rata-rata sudah sering mengirimkan surat lamaran pekerjaan ke perusahaan yang ada di Karawang, tapi tidak pernah mendapatkan panggilan.
“Ini menjadi bagian dari upaya warga pribumi Karawang dalam mencari keadilan karena sangat banyak warga pribumi yang menganggur, tidak pernah mendapat kesempatan bekerja di perusahaan,” kata politikus Gerindra Nace Permana yang ikut dalam aksi, dikutip dari IDN Times.
Hal ini menjadi kenyataan aneh dan pahit. Ratusan bahkan ribuan pabrik yang telah dibangun di Karawang, yang makin subur sejak 1990-an, ternyata tidak menjadi jawaban atas masalah kebutuhan pekerjaan masyarakatnya. Berdasarkan catatan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karawang, ada 35-40 ribu pencari kerja dalam setahun. Jumlah yang sebenarnya pasti lebih besar dari itu. Pasalnya, jumlah itu hanya berdasarkan dari total pemohon kartu kuning di dinas tersebut.
Dalam aksi tersebut, muncul sebuah video yang memperlihatkan salah seorang mengajukan protes kepada pemerintah setempat di sela-sela audiensi.
Di situ tampak mas-mas berbaju batik mempertanyakan, apakah pemerintah setempat memang belum bisa memprioritaskan masyarakatnya untuk bekerja di perusahaan yang dibangun daerahnya sendiri?
Sayangnya, banyak netizen yang tidak sependapat dengannya. Ada yang menganggap bahwa kemampuan dan keahlian memang harusnya menjadi hal yang paling utama untuk dipenuhi supaya diterima perusahaan. Bukannya malah berdasarkan daerah tempat tinggal semata. Karena bagaimanapun juga keahlian dianggap hal yang paling fair terkait persaingan mencari kerja.
Selain itu, ada pula yang justru mempertanyakan protes si mas berbaju batik soal mahalnya membuat surat lamaran. Banyak yang menganggap bahwa pernyataan tersebut kurang make sense. Lantaran si zaman sekarang, bukankah kebanyakan lamaran pekerjaan dilakukan dengan serba online?
Memang, pendapat tersebut tidak salah. Akan tetapi, yang sedikit terselip adalah kenyataan yang harus dialami oleh masyarakat Karawang sendiri dengan keberadaan perusahaan-perusahaan di sana. Ya, pasti kita bisa memperkirakan kan, berapa besar kerugiaan lingkungan yang harus dialami oleh alam Karawang? Suatu hal yang sulit terbantah bahwa ini berdampak tidak baik untuk masyarakatnya.
Melihat kenyataan yang harus dialami Karawang seperti melihat Indonesia dalam lingkup yang lebih kecil. Dengan akses yang lebih mudah, tentu persaingan menjadi semakin ketat pula. Cukup menyedihkan memang, mengetahui bahwa kondisi masyarakat kita yang belum siap bersaing, justru sudah dihadapkan dengan saingan-saingan lain dari luar.
Lagi-lagi, ini PR. Asal menerima investasi, ternyata belum tentu dapat menyejahterakan masyarakatnya sendiri.
BACA JUGA Bagi-bagi Uang Kok Cuma ke Koruptor dan Pengangguran, ke Semua Orang Dong! atau artikel Audian Laili lainnya