MOJOK.CO – Sebagai mitra, driver Gojek sering merasa keberatan dengan beberapa kebijakan perusahaan. Salah satunya bonus harian melalui sistem poin. Sulitnya mendapat poin maksimal, memaksa mereka memperpanjang jam kerja. Namun, menjajakan top up Gopay menjadi alternatif untuk mempercepat pertambahan poin.
Teman-teman sekalian yang sering menggunakan transportasi online bernama Gojek untuk mobilitas sehari-hari, pasti akhir-akhir ini sering ditawari oleh drivernya dengan pertanyaan, “Nggak top up Gopay-nya sekalian, Mas/Mbak?”
Pertanyaan ini hampir selalu saya terima ketika menggunakan aplikasi mereka. Tentu saja mereka berharap, saya bersedia.
Awalnya sih saya merasa biasa saja ketika ditawari untuk top up Gopay di mereka. Walau seringkali Gopay saya masih ada. Toh, saya tidak perlu ribet pergi ke ATM atau harus mengeluarkan biaya tambahan seperti jika mengisi Gopay di ATM. Pasalnya, saya paham, bahwa penawaran tersebut sangat dibutuhkan para driver untuk menambah poin mereka yang kemudian menambah penghasilan dari bonus, yang akan mereka peroleh di ujung hari.
Teman-teman, para driver ini tidak ‘dibayar’ dengan tarif yang kita bayarkan itu, mereka ini ‘dibayar’ dengan bonus. Bonus harian lah yang sangat mereka harapkan. Tarif yang kita bayarkan, itu terlalu murah, Teman-teman. Hampir tidak sesuai dengan usaha yang mereka keluarkan.
Saya tahu, sebenarnya para driver ini juga tidak ingin menanyakan hal itu terus-menerus kepada konsumen. Tidak dapat dimungkiri, banyak dari teman-teman saya yang bercerita, terkadang ia merasa risih dan sebal dengan pertanyaan tersebut.
Bahkan beberapa orang bercerita di media sosial, mereka pernah mengalami, ketika memesan Go-car, Go-ride atau Go-food, driver akan menawari terlebih dahulu, apakah konsumen bersedia top up Gopay? Tidak sedikit yang menolak top up Gopay, kemudian orderan tersebut dibatalkan secara sepihak.
Ya, gimana ya. Kadang-kadang memang kitanya tidak membutuhkan Gopay, kadang uang cashnya lagi ngepas, bahkan Gopay kita masih banyak, buat apa diisi!!1!1 Tapi ya gitu, kita kadang nggak enak buat nolak tawaran Abang Gojek-nya. Perasaan sungkan yang berujung kasihan.
Saya kira, para driver ini memahami dampak risih yang dirasakan konsumen. Yang nantinya bisa jadi berdampak pada rating yang diberikan. Kemudian mempengaruhi poin dan lebih lanjut akan berdampak pada bonus yang didapatkan.
Tapi masalahnya, jika mereka berhasil menjajakan top up Gopay kepada konsumennya, hal ini akan menjadikan para driver bakal mendapatkan poin tambahan. Hayo loh, gimana? Jadi berasa simalakama gitu kan?
Masalah rating atau peringkat dalam dunia ini, memang menjadi nyawa bagi para driver. Hal ini menjadi tolok ukur kepuasan konsumen ketika menggunakan layanan yang disediakan. Bila si driver ini mendapatkan peringkat yang standar, maka kemitraan mereka bisa terancam. Mereka akan dianggap tidak dapat memberikan pelayanan yang baik, driver bisa dikenakan suspen hingga diputus kemitraannya atau pemblokiran akun secara otomatis.
Pemberian peringkat yang rendah bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan driver terhadap willayah kota tersebut, rendahnya kemampuan mengemudi, serta buruknya perilaku driver, yang bisa jadi dinilai dari sikapnya apakah dapat memberikan kenyamanan bagi konsumen?
Ini hanyalah secuplik dari permasalahan yang dialami oleh para driver. Bisa dibayangkan kan, betapa serba salahnya tindakan yang harus mereka pilih itu.
Tentu saja, semua aturan tersebut di luar kontrol mereka. Para driver hanya menjalankan kebijakan dari perusahaan transportasi online tersebut, tidak dapat melakukan kendali apapun, walau mereka disebut sebagai mitra.
Jika kita perhatikan di pemberitaan, para driver ini pun sering melakukan demo untuk menuntut aturan yang dapat memberikan kesejahteraan bagi mereka. Jika memang mereka adalah bagian dari mitra, seharusnya posisinya sejajar. Sehingga, para driver ini bakal dilibatkan secara struktural dan formal. Nah, kalau para driver ini benar-benar dilibatkan dalam pembuatan aturan, apakah mungkin mereka akan melakukan demo untuk menuntut aturan tersebut?
Coba kita lihat, dalam Gojek, kira-kira siapa yang menentukan aturan main, tarif, poin, dan bonus? Apakah driver juga turut menentukan hal tersebut? Jika memang iya, mengapa banyak driver yang justru keberatan dan bahkan tidak mengetahui aturan main yang selalu berubah?
Skema mengenai mitra ini menjadi janggal bukan?
Sebagai anggota mitra perusahaan, para driver pun harus mengeluarkan modal sendiri, mulai dari kendaraan, bensin, serta uang untuk pulsa hingga paket data. Dengan seluruh keringat, waktu, airmata, tenaga, dan modal yang dikeluarkan oleh para mitra, apa yang kemudian mereka dapatkan di luar bonus harian?
Padahal, mereka merupakan salah satu elemen baru di tengah masyarakat yang dapat memberikan manfaat nyata di lapangan. Iya, mereka merupakan solusi terbaik saat ini, ketika Pemerintah masih belum mampu memberikan transportasi publik yang nyaman dan memadai.
Ehm, kamu nggak percaya kalau Gojek menyebut para drivernya ini adalah mitra? Sini, cek di sini. Di salah satu lamannya, mereka menyebut seperti ini, “Jadilah bagian dari revolusi Karya Anak Bangsa, dengan menjadi mitra dalam salah satu era perubahan yang paling membanggakan untuk mencapai Indonesia yang lebih baik.”
Itu jelas-jelas disebutkan bahwa para driver ini adalah mitranya Gojek. Mitranya, Saudara-saudara!!!11!
Di situ juga disebutkan, bagaimana cara bergabung menjadi mitra Go-Box, mitra Go-Ride, mitra Bisnis Go-Life, dan mitra Go-Car. Namun ketika diklik di dalamnya, hanya disebutkan apa saja persyaratan ketika bergabung serta bagaimana cara bergabung. Tidak disebutkan apa saja yang bakal didapatkan oleh mitra jika nantinya bergabung. Bagaimana sistem kerjanya, bagaimana sistem bagi hasilnya. Tidak dinyatakan seperti layaknya sebuah mitra.
Orang yang berminat bergabung, diminta langsung daftar saja, tanpa mereka benar-benar tahu kesepakatan di antara kedua belah pihak itu bagaimana. Dikarenakan apa, Teman-teman? Karena pihak Gojek sering mengubah-ubah peraturan yang telah dibuatnya sendiri. Tentu saja mereka tidak berani memberikan aturan itu di awal. Lha wong nantinya juga bakal diganti lagi kok.
Pihak Gojek sendiri mengklaim, per April 2018, mereka telah memiliki satu juta driver. Tidak dapat dimungkiri, pekerjaan ini kini menjadi salah satu alternatif pekerjaan yang paling menjanjikan, karena Pemerintah yang katanya iklan blek merah itu dapat menurunkan angka pengangguran sebesar 5,13%, ternyata belum benar-benar dapat dirasakan. Pekerjaan menjadi driver dengan segala hal tidak mengenakkannya menjadi pilihan, dengan keterpaksaan tentu saja.