Sejarah Panjang Penggunaan Dokumen Fotokopi sebagai Syarat Pemberkasan

ilustrasi Sejarah Panjang Penggunaan Dokumen Fotokopi sebagai Syarat Pemberkasan mojok.co Selama Hidup di Indonesia Masih Harus Fotokopi e-KTP, Teruslah Marah

ilustrasi Sejarah Panjang Penggunaan Dokumen Fotokopi sebagai Syarat Pemberkasan mojok.co

MOJOK.COKonon mesin fotokopi itu dibuat karena penemunya malas. Kini, ia seharusnya ditinggalkan karena perkembangan kemalasan begitu pesat.

Di negeri yang tidak antah berantah, seorang pemalas yang jenius bernama Shikamaru sedang bersantai sambil melepaskan topeng Anbu. Shikamaru tidak ada hubungannya dengan penemuan mesin fotokopi, tapi seorang pemalas-jenius yang sama bernama Chester Floyd Carlson sedang dalam tahap pengujian sinkronisasi jelaga dan refleksi cahaya. Dikatakan bahwa blio memang bekerja sebagai penyalin dokumen dan sedang kesusahan mencari jalan pintas agar kerjaannya cepat selesai.

Jadilah mesin fotokopi.

Anda memang berhak dongkol tentang bagaimana pemberkasan di zaman digital seperti ini masih saja mensyaratkan fotokopi sebagai dokumen pelengkap. Gen Z bakal bilang, “This is so nineties, so yesterday.” Tapi, kalau kita tarik sejarah panjang penggunaan dokumen fotokopi, semua tak pernah sesimpel itu.

Awalnya mesin penemuan Chester Floyd Carlson memang dianggap tak memiliki masa depan karena nggak akan berguna. Tapi, konon datanglah seorang pengusaha kaya Las Vegas yang membeli mesin tersebut pada kurun 1930-an. Pada tahun-tahun saat Amerika mengalami the great depression atau depresi besar, pengusaha Las Vegas itu justru bersemangat. Prostitusi, miras, dan judi diakui sebagai sebuah industri penuh dosa dan pengusaha Las Vegas membutuhkan mesin fotokopi untuk menyebarkan kebahagiaan ini dalam bentuk dokumen. Mereka juga sering mencetak lotre dan kupon-kupo judi dengan mesin ini.

Penjajah Belanda yang ketika itu menduduki Indonesia turut mendapat sebaran dokumen tersebut, bahkan kena promosi judi Las Vegas. Ia sebenarnya sedang bersedih karena tak ada satu pun pribumi yang mau diajak kerja sama, itu adalah masa sulit, tidak tepat buat berjudi. Bocah-bocah pribumi bahkan tidak melihatnya sebagai sosok yang gagah bak pahlawan Marvel.

Setelah mendapat dokumen dan promosi dari pengusaha Las Vegas, penjajah yang namanya hilang dari buku sejarah ini lalu punya inspirasi. Alih-alih turut bergembira dengan industri penuh dosa yang kini legal di Las Vegas, ia justru kagum dengan bagaimana dokumen tersebut bisa tersebar juga ke Indonesia. Maklum, mereka biasanya pakai merpati dan masih tulis tangan manual. Cucu-cucu Daendels turut menyaksikan si pejabat Belanda yang keheranan ini. Mereka kemudian rela menemani si pejabat berlayar ke Amerika untuk menemui pengusaha Las Vegas tersebut demi memuaskan rasa penasaran.

“Ini mesin fotokopi, Meneer!” kata si pengusaha Las Vegas sambil teler.

Si Meneer pun terkagum dan berniat membawa mesin fotokopi itu ke Indonesia, mau dipamerkan pada pribumi. Dia merasa, jika berhasil membawa mesin fotokopi itu ke Indonesia, ia bisa dipandang sebagai sosok yang sakti, hati rakyat pun bisa luluh. Mirip-mirip kayak Iron Man yang membawa banyak teknologi canggih buat Avenger.

Meneer kembali otw menuju Nusantara dengan kapal besar. Meski sempat macet di terusan Suez selama berbulan-bulan, bantuan dari ikan paus sperma sangat membantu. Mereka bahkan sempat membentuk aliansi nelayan di atas kapal untuk menyeimbangkan persediaan bahan pangan.

Akhirnya mesin fotokopi pun sampai, fungsinya untuk menduplikasi dokumen dianggap tidak begitu penting, yang jelas si Meneer sekarang jadi idola anak-anak. Si Meneer yang memiliki mesin kloning, katanya. Rencana berjalan mulus. Mesin fotokopi itu dianggap seperti sebuah robot canggih, representasi Belanda yang bakal membawa Indonesia ke zaman serbamodern. Saking sakralnya, selama berpuluh tahun mesin fotokopi dijaga ketat oleh tentara NICA supaya tidak disalahgunakan. Siapa pun yang hendak menyentuh mesin ini, harus gelut dulu.

Tumbuh bersama tirani, seorang pemuda bernama Abinaya (bukan nama sebenarnya) merasa ada yang janggal dengan pemujaan berlebihan terhadap Si Meneer. Ia bertapa dan menemukan ilham bahwa segala upaya yang dilakukan Belanda adalah tindakan jahat dan pembodohan terhadap rakyat. Ia kemudian melakukan riset kecil-kecilan soal pejabat Belanda yang berkuasa saat itu, si Meneer, dan mencari tahu kelemahannya. Ya, tidak lain mesin fotokopi, itulah aji-aji Meneer yang tak tertembus.

Abinaya kemudian melakukan penyerbuan ke rumah Meneer dibantu sekawanan monyet bekantan untuk menghadapi tentara NICA. Pertempuran tak bisa terhindarkan. Tentara NICA tumbang karena kebetulan belum minum kopi purwaceng. Abinaya dan kawanannya mencuri satu-satunya mesin fotokopi di Indonesia dan membunuh Meneer malam itu juga. Tragedi berdarah ini tidak diceritakan di buku sejarah karena terlewat sadis.

Pada 1945, saat sidang BPUPKI yang pertama, putra Abinaya yang bernama Abiroma menceritakan seluk beluk pertarungan ayahnya kepada para petinggi. Semua hadirin dalam sidang tersebut kemudian mempertanyakan keberadaan mesin fotokopi. Abiroma tidak berkeberatan menunjukkan bahkan memberikan demo menggunakan mesin canggih ini.

Abiroma mengusulkan agar BPUPKI mengumpulkan seluruh ilmuwan pribumi dan membuat mesin yang serupa demi menghormati perjuangan ayahnya dalam mengalahkan si Meneer. Namun, sidang itu menyepakati bahwa fungsi mesin tersebut suatu saat pasti bakal merepotkan, terutama dalam hal pemberkasan. Beberapa aktivis lingkungan pun turut menolak dilanggengkannya mesin pengganda dokumen itu karena dikhawatirkan menyebabkan generasi bangsa tumbuh menjadi orang-orang yang boros kertas. Sidang pertama BPUPKI pun berlangsung alot.

Seminggu kemudian Abiroma beserta RT-RW setempat ditemani Pak Kades menghadiri pertemuan kecil petinggi BPUPKI. Abiroma turut mengajak serta bocah-bocah fans si Meneer yang dulu sempat luluh setelah melihat datangnya mesin tersebut dari Las Vegas, saat peristiwa itu berlangsung, si bocah sudah menjadi papah muda. Kelompok Abiroma bersikukuh untuk melanggengkan mesin fotokopi sebagai lambang perjuangan Abinaya. Menurut mereka, walau naa Abinaya mungkin tidak akan masuk buku sejarah, setidaknya anak-anak akan fotokopi jawaban PR dibantu mesin fotokopi.

Setelah diskusi panjang yang juga dihadiri keponakan dari ajudan Moh. Hatta (kebenarannya masih berusaha dikonfirmasi ulang), akhirnya mereka menyepakati bahwa mesin tersebut akan digandakan, fungsinya dilanggengkan, namun nama si Meneer dan Abimana dihapuskan. Sejak saat itulah kita tahu bahwa kantor pemerintahan memang lebih pro Abiroma, tidak heran banyak lembaga negara yang selalu ribet mensyaratkan dokumen berupa fotokopi KTP, KK, dst. dst. Padahal fitur e-KTP harusnya udah canggih banget. 

Mensyaratkan lampiran dokumen fotokopi bukan sekadar punya tujuan untuk menghamburkan kertas. Di sisi lain, persyaratan ini adalah perlambang konspirasi atas sejarah kemerdekaan yang terpinggirkan. Kita perlu bersabar, setidaknya kita jadi tahu sejarah kelam fotokopi dan kenapa abang-abangnya selalu galak kayak tentara NICA.

Konon, mereka yang percaya dengan sejarah ini adalah orang-orang menganggur dan bakal ngetik “hoaks” di kolom komentar medsos Mojok.

BACA JUGA Administrasi Ribet di Indonesia Itu Sebuah Keharusan. No Fotocopy No Party dan tulisan AJENG RIZKA lainnya.

Exit mobile version