Sebaiknya Baliho Kampanye Caleg Berinovasi, Biar Nggak Jadi Basi

MOJOK.COPileg akan diselenggarakan tak lama lagi, tentu saja baliho kampanye caleg ada di sana-sini. Tetap dengan desain yang itu-itu saja, masih dengan formula yang serupa.

Debat capres putaran kedua, telah terlaksana kemarin (17/02). Kita pun diajak untuk semakin mengenali bagaimana gagasan, sikap, dan ambisi para calon tersebut—untuk memantapkan dan menyantolkan pilihan. Sebetulnya tidak terlalu sulit mengenal mereka-mereka ini. Toh, terlalu sering informasi tentang mereka muncul di berbagai pemberitaan, meski sereceh apapun yang mereka lakukan.

Padahal di hari yang sama dengan Pilpres, kita juga akan memilih calon anggota legislatif. Lantas, sudahkah kita betul-betul tahu siapa saja orang-orang yang katanya dengan penuh pengorbanan dan perjuangan akan mewakili kita dan menyuarakan berbagai kebutuhan kita ini?

Kita memang beberapa kali melihat di jalan-jalan nama mereka dipajang, beserta gelar panjangnya, nomor urut, foto wajah mulusnya, partai dan slogan sederhana—yang banyak absurd-nya. Baik jalan nasional hingga gang-gang kecil padat penduduk yang makin sumpek dengan keberadaan baliho sok eksis dan nggak memperindah blas ini. Pokoknya selama masih ada ruang untuk menancapkan dan menempelkan baliho untuk promosi diri, maka kesempatan tersebut bakal terisi. Tak peduli enak dipandang atau tidak. Tak peduli menganggu kenyamanan atau tidak. Pokoknya, foto dan namanya harus terlihat jelas. Supaya orang-orang yang lewat dapat mengingat-ingat.

Sebetulnya saya tidak paham mengapa para caleg kita masih tak juga berkembang. Dari tahun ke tahun, formula mempromosikan dirinya masih sama: bikin kita jengah bahkan pengin muntah. Dengan teknologi yang sudah semakin memungkinkan untuk menggunakan berbagai cara kreatif, kenapa cara mereka kok, ya, masih gitu-gitu aja?

Oke, kita abaikan saja mengenai teknologi terkini yang jauh lebih efektif sebagai sarana promosi. Toh, disanggah bagaimanapun, mereka tetap butuh pasang baliho kampanye di ruang publik untuk menarik massa dari kaum-kaum yang nggak terbiasa pakai teknologi buat ngepo-ngepo. Selain itu, memang ada benarnya juga memasang baliho kampanye semacam itu, apalagi di tempat-tempat strategis seperti lampu merah. Melihatnya berulang-ulang, tentu memori tentang si caleg tersebut semakin tersimpan dalam otak kita. Maka, kemungkinan untuk teringat dan terbayang tentang nama dan wajahnya ketika hari pencoblosan, tentu akan lebih besar. Nah ini lah yang sebetulnya mereka harap-harapkan.

Namun yang sangat saya sayangkan, kenapa kok desain dan informasi yang mereka sampaikan dalam baliho kampanye tersebut masih tetap sama dan nggak berusaha bikin masyarakat lebih cerdas? Meski sekarang sudah mulai bermunculan foto-foto caleg yang lebih nampak santai dan nggak kaku—kayak foto KTP. Nyatanya informasi yang diberikan masih saja sebatas nama dengan gelar akademiknya—supaya nampak intelek, nomor urut, nama partai, slogan singkat—yang saking singkatnya nggak jelas maunya itu apa, dan terkadang menyertakan juga foto tokoh besar untuk memberi tahu masyarakat bahwa tokoh tersebut juga ikut mendukungnya. Sudah, hanya sebatas itu saja.

Jika memang baliho kampanye di ruang publik ini diperuntukkan untuk masyarakat yang tidak terbiasa menggunakan internet untuk mencari informasi. Mengapa tidak disertakan sekalian, janji-janji program apa saja yang nantinya bakal diusahakan jika terpilih. Supaya masyarakat betul-betul tahu atau setidaknya bisa memperkirakan: apakah isi pikiran mereka secerdas tampilan dan gelar yang mereka sandang?

Kalau alasannya takut kebanyakan informasi dalam baliho kampanye tersebut sehingga tidak lagi eyecathing untuk dilihatlah, memangnya yang sekarang enak gitu dilihatnya? Lha wong, dari pemilihan warna dan font-nya saja sudah bikin males baca. Itu ukuran fotonya kan bisa dikecilin aja. Nggak usah terlalu narsis-narsis gede-gede amat. Lagian besok waktu nyoblos juga cuma dilihatin nama doang dan nggak ada fotonya, kan? Jadi, buat apa kita harus mengingat wajah-wajah njenengan sekalian? Nah, kalau ukuran fotonya mengecil, kan jadi ada ruang yang lebih longgar untuk ngasih tambahan informasi lainnya.

Sementara untuk tambahan informasinya, jangan langsung menganggap bahwa banyak info justru nggak sedap dipandang mata. Jangan langsung menyerah gitu dong, apa ya njenengan ini nggak sanggup untuk bayar ilustrator buat bikinin desain infografik yang informatif tapi juga enak dilihat? Jangan remehkan kemampuan anak-anak DKV, loh. Masalah font, warna, dan hubungannya dengan efek psikologis pembaca, serahkan saja pada mereka.

Kalau memang njenengan mengandalkan kampanye dengan menggunakan spanduk atau baliho, ya harusnya hal-hal semacam ini dipertimbangkan dengan matang juga. Kira-kira pengin dicitrakan seperti apa, pengin dipilih oleh masyarakat dari kalangan yang mana. Ini perlu dipikirkan dan anak-anak DKV punya ilmu untuk menguatkan promosi diri tersebut. Ya, begitulah…

…memang ada biaya yang agak mahal untuk membangun citra yang baik dalam waktu singkat. Makanya, kalau baik jangan pas ada maunya aja~

Beneran deh, sangat membosankan ngelihat desain baliho kampanye yang gitu-gitu aja. Lagian ya, ayolah, njenengan yang katanya lebih intelek sehingga pantas untuk mewakili ini, tolonglah buat masyarakat lebih cerdas dengan memilih berdasarkan program konkret yang sudah atau bakal njenengan lakukan. Jangan cuma mengandalkan wajah rupawan dan gelar yang sangat panjang hanya untuk menunjukkan bahwa njenengan sungguh sangat berkompeten sekali. Percayalah, kami nggak betul-betul membutuhkan itu.

Lagipula, nggak ada ruginya sama sekali memasang program kerja yang jelas—dan bukan sekadar slogan absurd yang nggak jelas maunya apa. Pasalnya, kalau nanti njenengan terpilih menjadi wakil kami, kami jadi mudah untuk mengkroscek: apakah yang njenengan janjikan betul-betul sudah diperjuangkan?

Exit mobile version