MOJOK.CO – Kata Prabowo-Sandiaga, ketimpangan ekonomi Indonesia tinggi, terus pengin buka banyak lapangan kerja baru. Kalau boleh urun usul, pakai sistem koperasi aja, gimana?
Masa-masa quarter life crisis sepertinya sedang hip bagi generasi muda—macam saya—yang jika dikategorikan masuk di antara generasi milenial dan generasi Z. Di mana berbagai konflik perihal masa depan, terasa berat di pikiran. Hal ini dikarenakan kami mempertimbangkan berbagai macam kemungkinan, tentang karier salah satunya.
Bagi generasi yang kini sedang atau akan melalui konflik 25 tahun tersebut, konsep tentang pekerjaan ideal pun sudah banyak yang berubah. Jika dulu, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau di BUMN menjadi pekerjaan idaman. Bagi generasi kami, bekerja di perusahaan start up ala-ala menjadi sebuah mimpi yang baru.
Bekerja di start up, telah menjadi salah satu alternatif pekerjaan idaman masa kini. Sebab, bekerja di start up dianggap lebih fleksibel dan efisien karena jam kantor yang tidak ketat serta—terkadang—dapat bekerja di mana saja. Selain itu, dalam pekerjaan ini, biasanya cenderung tidak ada struktur kerja yang tegas, sehingga bos terasa seperti teman sendiri—mau becanda dengan saling olok pun, seperti tidak ada masalah.
Tentu saja, ini sangat menyenangkan bagi generasi muda masa kini, yang selalu menginginkan sesuatu yang sat set, nggak kaku, plus ada perasaan berkontribusi langsung dengan lingkungan sekitar. Contoh yang sederhana saja, bekerja di perusahaan start up semacam Gojek, Tokopedia, atau Ruang Guru, semakin menarik minat generasi ini.
Harapan masa depan Indonesia pun, mulai diberikan kepada generasi yang kini telah memasuki masa kerja ini. Salah satunya perihal sistem perekonomiannya. Sebab, masalah ekonomi bagaimana pun juga menjadi tonggak penting untuk keutuhan sebuah bangsa. Ya, lihat saja kubu Prabowo dan Sandiaga yang terus berorasi tentang permasalahan ekonomi Indonesia sebagai bahan kampanyenya. Yang katanya, angka pengangguran semakin tinggi, lapangan kerja terbatas, serta ketimpangan ekonomi semakin membahayakan.
Nah, salah satu sistem perekonomian yang digalakkan oleh salah seorang pendiri bangsa kita—Bung Hatta—adalah koperasi. Sayangnya, saat ini Bang Sandi yang pengusaha itu tidak mengaplikasikannya koperasi cenderung dianggap sebagai sistem perekonomian yang kuno. Atau lebih tepatnya, jika kita mengungkapkan kata koperasi, maka yang muncul sebatas,
“Oh, koperasi simpan pinjam, ya?
Tidak sesepele itu, Ferguso!
Yang namanya koperasi itu bukan sebatas simpan pinjam semata. Ini perkara sistem yang lebih luas. Memang menyebalkan sekali, jika mendengar bahwa koperasi hanya dikaitkan dengan frasa koperasi simpan pinjam (KSP) semata. Yang mana, KSP ini sendiri, sering dijadikan kedok untuk melindungi julukan, ehm, sebut saja Bank Plencit.
Begini, jika kita mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, maka sistem ekonomi yang dimiliki Indonesia tidak lain adalah koperasi. Kata kunci untuk memaknai koperasi dengan mudah adalah, dimiliki dan dikelola oleh dan untuk anggotanya. Dari sini, pemahaman yang paling sederhana tentang koperasi adalah anggota koperasi, juga menjadi pemilik dari koperasi tersebut. Sehingga, usaha yang dijalankan adalah usaha bersama dan tidak ada pemilik tunggal di dalamnya.
Sebetulnya, sistem perekonomian Indonesia telah mengacu pada nilai tersebut. Semua warga negara adalah penyelenggara negara dengan ikut urun pajak. Ketika semua pihak memiliki rasa yang sama, maka haqqul yaqin nggak ada yang namanya korupsi dan pemerintahan sewenang-wenang.
Lantas, bayangkan jika sistem ini juga diaplikasikan pada semua usaha-usaha perekonomian rakyat. Bayangkan jika sistem dari start up digital tersebut semacam Gojek, Tokopedia, dan semacamnya—yang katanya memberikan sumbangsih besar untuk menurunkan angka pengangguran, dikelola dengan sistem koperasi.
Misalnya pada Gojek, yang sebetulnya sudah mengatakan bahwa driver-nya disebut sebagai mitra. Nah, jika kata mitra ini dijalankan dengan semestinya, itu artinya seluruh driver Gojek juga menjadi bagian dari pemilik Gojek.
Apa konsekuensinya? Segala keputusan perusahaan Gojek ini, akan diputuskan bersama, yakni 1 orang 1 suara. Sehingga, tidak ada lagi keluhan-keluhan—yang berujung demo—yang dirasakan oleh driver, mengenai aturan yang tiba-tiba dapat berubah sewaktu-waktu tanpa para driver ini tahu pertimbangan di baliknya. Mereka, hanya diminta untuk menerima, jika tidak mau, ya cao saja.
Jadi, daripada Gojek cari investor mulu dari Amerika, akan jauh lebih menyenangkan, jika modal tersebut dikumpulkan dari para anggotanya. Sistem yang seperti ini, akan mencegah kepentingan sebagian kecil orang dapat mengalahkan mayoritas orang.
Mungkin memang bakal sulit untuk mengubah sistem usaha masyarakat yang sudah lama seperti itu—bahwa dalam setiap usaha, pasti ada pemilik dengan ‘saham’ paling besar. Apalagi ketika dipikir-pikir, apa ya para founder ini rela begitu saja, sudah susah-susah bikin platform, eh pas sudah jadi, justru harus merelakan untuk membagi-bagikan keuntungannya plus rela diatur-atur oleh banyak orang.
Namun sistem ini sebenarnya bukan sesuatu yang mustahil untuk dikerjakan. Sebab, di luar negeri, sistem yang disebut sebagai Platform Cooperative ini, sudah marak dilakukan. Misalnya, Stocksy, sebuah website yang menjual stock photo & video dengan kualitas kece atau Loconomics, yakni platform yang menghubungkan antara penyedia jasa profesional dengan pihak yang membutuhkan. Banyak founder platform yang akhirnya memilih untuk membangun usaha bersama tersebut, sebab ingin menerapkan asas yang lebih berkeadilan.
Jadi, kalau memang kubu Prabowo-Sandiaga yang selama ini terus menerus mengkritisi tentang perekonomian Indonesia dengan ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi tersebut, serta berencana untuk membuka lebih banyak lapangan pekerjaan—supaya dapat menurunkan angka pengangguran yang tinggi, boleh lah pakai sistem koperasi itu. Asal ya jangan Gerindra-nya aja yg dibikinkan koperasi, kalau perlu korporasi Bang Sandi ikut dikoperasikan juga.
Apalagi jika sistem ini juga digalakkan pada usaha platform digital yang katanya milenial banget itu. Saya yakin, jika lapangan kerja yang mau dibikin itu benar-benar menggunakan sistem koperasi, maka kesejahteraan juga akan benar-benar dirasakan oleh seluruh anggota. Sebab, mau nilep uang ‘perusahaan’ aja bakal mikir-mikir, kan itu usaha barengan. Bukan usahanya si Bos doang.