MOJOK.CO – Konon, syarat film bagus dan laku itu cuma satu: diperankan oleh Reza Rahadian. Apalagi jika Reza disuruh-suruh ngerjain skripsi, wow. Review Film Toko Barang Mantan ini akan menyadarkan kalian bahwa Reza memang sakti mandraguna.
Skor layak tonton: 7/10
Tidak henti-henti saya ingatkan bagi kalian yang menganggap spoiler adalah dosa jahanam, maka nonton filmnya dulu baru kembali. Saya nggak mau masuk neraka cuma gara-gara ini.
Sebuah film drama romantis dengan beraninya tayang di bulan Februari, di bulan yang sama dengan perilisan film Milea: Suara dari Dilan yang biasanya punya banyak bala-bala. Kalau saya jadi produsernya, saya agak ngeri-ngeri sedap sih. Satu-satunya senjata yang tersisa adalah hadirnya wajah Reza Rahadian dengan rambut gondrong dan Marsha Timothy yang berdandan ala milenial sukses. Ini cukup menjual.
Saya nggak punya ekspektasi apa-apa saat nonton. Selain karena genre drama romantis bukanlah film yang membuat saya tertarik, saya hanya ingin nonton tanpa mikir dan memahami konteks yang rumit.
Nah, menonton film Toko Barang Mantan, harusnya memang nggak perlu mikir. Perkara cinta, siapa sih yang nggak relate? Menoton film komersil garapan Viva Westi ini memang cocoknya buat refreshing dan hiburan santai.
Pada fase awal, jujur saja saya gagal memahami konsep toko barang mantan yang jadi fokus utama dalam penceritaan film ini. Tidak ada estabilishment yang mengizinkan penonton meraba betapa unik ide menjual kenangan bersama mantan beserta sejarahnya.
Sejarah bersama mantan di berbagai negara bahkan jadi instalasi seni yang dipajang di musem lalu dipertontonkan. Semua orang berhak membaca dan tahu cerita dibalik benda yang diberikan oleh mantan tersebut. Tapi entah mengapa dalam film Toko Barang Mantan ini, kehadiran tokonya jadi kurang believeable dan ngena. Saya kan jadi bingung kenapa orang-orang perlu beli barang mantan selain karena status preloved-nya.
Penggarapan film Toko Barang Mantan sebenarnya berusaha banget ingin rapi dan simpel. Biar jadi sajian yang ringan namun menghibur. Inti dari film adalah selayaknya percintaan masa akhir kuliah. Salah satu akan lulus duluan, sementara yang lain akan bandel dan males-malesan ngerjain skripsi. Cinta memang bisa terpisah oleh gelar sarjana.
Pesan moral: segera selesaikan skripsi dan kerja sebelum pacarmu dilamar lulusan S-3.
Sayangnya saya justru nggak paham masalah utama perdebatan dua insan di film ini apa artinya. Kalau tokoh Laras (Marsha Timothy) begitu ingin dengar ucapan “aku cinta kamu” dari mantannya, lalu Tristan (Reza Rahadian) percaya bahwa cinta nggak melulu harus diucap tapi ditunjukkan, kenapa mereka nggak dipersatukan dengan penyelesaian yang epik?
Alih-alih membuktikan bahwa cinta yang ditunjukkan itu bisa berhasil, Tristan justru luluh dan tunduk dengan kemauan Laras. Cinta mati kali ya bos. Tristan yang gayanya sungguh asoy dengan jeans robek, rambut gondrong, baju tanpa lengan, dan sepatu sneakers saja akhirnya mau ngerjain skripsi dan fokus jadi pengacara demi bisa move on dari Laras. Pokonya di sini Tristan nggak bisa ngapa-ngapain selain ngebucin.
Sementara Tristan sudah setuju kalau cinta juga perlu diucapkan, ayah Tristan justru menunjukkan antitesisnya. Apa yang dilakukan seorang ayah pada anaknya adalah wujud cinta yang ditunjukkan tanpa diungkapkan. Meski bisnis toko barang mantan nggak pernah disokong dana sang ayah, tapi sang ayah begitu peduli sama penjualannya. Please, saya jadi kebingungan di kursi bioskop.
Saya rasa film Toko Barang Mantan benar-benar diselamatkan Reza Rahadian dan Marsha Timothy. Dua aktor ini memang terasa ketuaan memerankan tokoh kasmaran yang berusia pertengahan kepala dua. Tapi lambat laun, mereka berlaku layaknya keajaiban. Saya pengin tepuk tangan khusus di kupingnya Reza Rahadian karena dia begitu piawai menirukan mahasiswa abadi kampus yang kelakuannya kayak seniman belum matang.
Nggak cuma penampilan dan kostumnya yang keren, cara jalan Reza Rahadian aja udah mirip banget sama teman-teman saya yang sukanya rokokan sambil ngopi di kantin kampus, misuhi dosen tanpa henti karena skripsinya macet, plus tanya ke cewek-cewek soal sampo yang bagus.
Belum lagi improvisasi Reza yang kelihatan begitu natural dan mampu menambal beberapa dialog dan potensi plothole. Keren banget. Saya percaya Reza Rahadian kalau punya passion jadi pelawak dia juga bakal jadi legenda.
Ini pahit tapi perlu saya sampaikan bahwa hingga hari ini saya masih nggak bisa membedakan FTV dengan film drama romantis jika wujudnya seperti ini. Ending-nya selalu saja, ah sudahlah~
BACA JUGA Tiga Review Terbaik Parasite yang Menegaskan Film Ini Layak Dapat Oscar atau artikel AJENG RIZKA lainnya.