Resep Klise Menjadi Penulis yang (Setidaknya) Bagus

penulis wikipedia arteria dahlan ngedit bully nyerang mata najwa emil salim

penulis wikipedia arteria dahlan ngedit bully nyerang mata najwa emil salim

Dalam banyak acara talkshow tentang media dan penulisan di mana saya menjadi pematerinya, saya kerap ditanya oleh peserta tentang cara  paling jitu menjadi penulis yang bagus.

Jujur, saya selalu merasa gamang tiap kali ditanya dengan pertanyaan macam ini. Pertama, saya bukan penulis yang bagus. Kedua, karena alasan yang pertama, maka otomatis, saya tidak otoritatif untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Namun, karena saya dibayar tiap kali mengisi acara, maka mau tak mau, saya harus memberikan jawaban (Lha sudah dibayar mosok nggak ngasih jawaban. Ora ilok), dan jawaban saya rasanya selalu sama dan klise: terus membaca dan menulis.

“The six golden rules of writing: read, read, read, and write, write, write.” Begitu kata penulis legendaris Amerika Ernest James Gaines tentang resepnya menjadi penulis.

Saya selalu meyakini, bahwa mengikuti kelas-kelas penulisan yang sekarang mulai menjamur (dan kadang tarifnya nggak masuk di akal) tidak akan membuat seseorang menjadi penulis yang bagus. Ia hanya akan menjadikan seseorang menjadi penulis yang baik. Untuk bisa menjadi penulis yang bagus, syarat mutlaknya adalah jam terbang.

Saya masih ingat betul bagaimana saya rutin menulis di blog di tahun 2009-an. Saat itu, saya sudah suka menulis di blog. Saya menulis apa saja. Tentang hal-hal aneh dan unik yang saya temui, tentang keluarga, tentang hewan peliharaan. Pokoknya tentang apa saja. Kadang kalau mentok nggak punya ide, saya merewrite artikel-artikel yang ada di blog  legendaris bernama “Terselubung” atau artikel-artikel yang ada di Kaskus.

Kebiasaan menulis tersebut tak bisa tidak mulai membuat saya terbiasa untuk punya fondasi logika-logika penulisan. Hal yang konon katanya merupakan dasar paling penting bagi seorang penulis.

Saya kemudian mulai suka baca-baca tulisan seorang blogger Jogja bernama Herman Saksono. Dari tulisan-tulisan Herman Saksono tersebut, saya mulai mencoba untuk membikin tulisan-tulisan yang berisi dengan argumen-argumen kecil, bukan lagi melulu soal keluarga.

Saya juga mulai kenal dengan tulisan-tulisan Yahya Staquf melalui blog bernama Terong Gosong. Dari blog tersebut, saya belajar bagaimana merangkai kisah dengan penulisan humor yang renyah.

Saya juga mulai kenal tulisan-tulisan Umar Kayam dan Prie GS (dua penulis yang sampai sekarang saya terus mengakui sebagai penulis idola saya). Tulisan mereka berdua mengajarkan pada saya betapa tema-tema ringan dan sederhana tetap bisa diolah menjadi tulisan yang bagus, renyah, dan ciamik.

Banyak baca, banyak menulis. Sekali lagi, itu resep yang paling klise yang saya tahu untuk menjadi penulis. Namun, sampai sekarang, rasanya saya belum bisa mengetahui resep lain untuk menjadi seorang penulis yang bagus selain banyak membaca dan menulis.

Ingat, menulis itu skill. Dan ia dilatih melalui kebiasaan yang terus-menerus. Maka Anda akan menjadi penulis.

Tak percaya? Cobalah untuk melihat status Facebook Anda sepuluh tahun yang lalu, niscaya Anda akan bisa melihat, betapa bagusnya tulisan Anda saat ini dan betapa menjijikkannya tulisan Anda di masa lalu.

Penulis: Agus Mulyadi

BACA JUGA: Betapa Enaknya Jadi Penulis Sukses di KaryaKarsa

Exit mobile version