Rasanya selalu menarik menyimak pernyataan-pernyataan calon presiden kita, Prabowo Subianto. Tentu saja bukan sekadar karena ia tokoh penting yang (mungkin, bila jadi) kebijakannya akan memengaruhi hidup saya dan banyak orang lainnya, lebih dari itu, pernyataan-pernyataan Prabowo belakangan ini memang layak simak sebab selalu sukses memancing keributan.
Kita tentu masih ingat dengan pernyataannya tentang wartawan yang jarang masuk mal, tampang boyolali, sampai pernyataannya tentang pemindahan kedutaan Australia baru-baru ini.
Nah, yang paling anyar, pernyataanya yang cukup menyita perhatian adalah saat Prabowo seakan menggambarkan bahwa dirinya bukanlah anak orang kaya.
Pernyataanya itu ia sampaikan saat membuka acara pembekalan relawan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Istora Senayan pada Kamis, 22 November lalu.
Dalam pernyataannya, ia menyebut ia bukan anak orang kaya. Prabowo menyebut bahwa ayahnya yang seorang guru besar adalah sosok dengan gaji tidak besar, sampai-sampai ayahnya itu tak kuat beli mobil.
“Ada yang mengatakan Prabowo anak orang kaya. Babe gue dulu guru tau enggak, guru besar. Tanya gajinya berapa? Iya karena enggak punya duit. Anak-anaknya Pak Mitro yang beliin mobil Pak Mitro,” ujar Prabowo.
Lebih lanjut, ia juga menyebut bahwa dirinya tidak pernah hidup dalam kemewahan, sungguhpun ia pernah menyandang pangkat letnan jenderal.
“Jenderal gajinya berapa? Kalau jenderal hidupnya mewah-mewah, perlu kita pertanyakan juga duitnya dari mana.” Kata Prabowo.
Tentu saja pernyataan Prabowo tersebut mengundang banyak komentar nylekit dari para netizen.
Maklum, menyebut ayah Prabowo sebagai sosok yang bahkan tak kuat membeli mobil memang hal yang cukup mengherankan. Maklum saja, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo merupakan ahli ekonomi pilih tanding. Ia aktif dalam dunia investasi. Lebih dari itu, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Riset (yang saat ini menjadi Menristek).
Pernyataan Prabowo yang mengaku tak pernah hidup mewah juga jauh lebih bikin mengherankan lagi.
Lha gimana, Prabowo merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia. Nilai kekayaannya menurut LHKPN mencapai lebih dari 1,6 triliun.
Prabowo punya kompleks rumah yang luasnya mungkin mengalahkan luas sebuah kampung.
Ia punya banyak kuda peliharaan yang sering ia jadikan teman di saar senggang. Harga kuda-kudanya sangat mahal. Bahkan konon sampai ada yang harganya mencapai 3 miliar rupiah per ekornya.
Kalau yang seperti itu tidak disebut mewah, lalu yang mewah itu yang kayak gimana?
Usut punya usut, apa yang dikatakan oleh Prabowo memanglah sebuah kebiasaan bagi banyak orang yang akrab disebut dengan merendah diri.
Bagi banyak orang, ia adalah sifat yang baik. Karenanya, hal tersebut cukup banyak dilakukan oleh banyak orang, tak terkecuali Prabowo.
Tentu saja Prabowo bukan yang pertama. Sebelum dia, ada banyak tokoh yang juga melakukannya.
Yang paling saya ingat tentu saja adalah SBY.
SBY, dalam sebuah kesempatan, pernah mengupload foto masa mudanya bersama Ibu Ani di Facebook dengan caption yang begitu dramatis.
“Dengan Ibu Ani, saat saya menjadi seorang letnan, bersama-sama tidak punya apa-apa, susah kehidupan kami, tapi kami saling memperkuat agar kuat, tegar, sabar dan terus berikhtiar,” begitu tulis SBY.
Tentu saja saat melihat unggahan foto tersebut, tangan saya tak tahan untuk tidak berkomentar.
Lha gimana, di punya pangkat letnan. Orang tua dan mertuanya sama-sama orang besar. Ayah SBY, Raden Soekotjo merupakan prajurit sekaligus seorang bangsawan yang hidup berkecukupan. Sementara mertua SBY, Sarwo Edhie Wibowo boleh jadi merupakan salah satu jenderal paling terkenal dalam sejarah kemiliteran Indonesia.
Dan SBY bisa bilang kehidupannya susah.
Ya, orang memang cenderung suka dengan kisah-kisah kesederhanaan, kisah-kisah perjuangan from zero to hero, kisah-kisah keberhasilan yang dimulai dari kemelaratan dan ketidakmampuan.
Mangkanya, banyak orang yang kemudian mencitrakan diri sebagai sosok yang sederhana, sungguh pun hidupnya tak pernah sederhana.
Penggambaran kesederhanaan memang senjata yang paling ampuh untuk memancing simpati banyak orang.
Saya jadi ingat dengan film Habibi & Ainun.
Dalam film biopik B.J Habibie, tersebut, ada adegan di mana Habibie digambarkan sebagai sosok yang secara “finansial” tampak rendah.
Saya ingat betul dengan adegan seorang kawan Habibie yang menyindir Habibie atas keberaniannya mengapeli Ainun.
“Rud, kamu harus hati-hati, Mbak Ainun kan banyak yang suka, yang datang kepadanya itu orang-orang hebat semua, ada pejabat, tentara, sampai jaksa. Sedangkan kamu teh siapa?”
Blaik. ((( Kamu teh siapa? )))
Saat nonton adegan tersebut, ingin rasanya saya masuk ke layar bioskop kemudian ngremus wajahnya temennya Habibie.
Habibie itu Insinyur jempolan, Cuuuuuk, ahli mesin pesawat, pendidikan Jerman. Bapaknya kepala jawatan pertanian Indonesia bagian timur. Ibunya seorang terpelajar. Kakeknya adalah seorang pemilik sekolah. Bagaimana mungkin orang dengan riwayat pendidikan dan riwayat keluarga seperti itu masih dibilang “kamu teh siapa?”
Ah, persetan dengan kerendahdirian.