MOJOK.CO – Saya tidak setuju dengan pernyataan Ajeng Rizka bahwa tidak ada pelajaran dari kasus Rachel Vennya. Menurut saya ada satu pelajaran krusial.
Sebenarnya, saya sudah malam membahas Rachel Vennya. Setidaknya, Mojok sudah menayangkan 24 artikel dengan kata kunci Rachel Vennya. Baik untuk artikel dengan judul dan topik dirinya, atau sekadar menyinggung namanya di dalam badan tulisan.
Persebaran tulisannya juga beragam. Kamu bisa menemukannya di rubrik Esai, Pojokan, hingga Balbalan. Iya, nama Rachel Vennya bahkan muncul di dalam artikel sepak bola. Siapa penulisnya? Siapa lagi kalau bukan saya sendiri. Namanya saja “budak alexa”.
Oktober 2021, Ajeng Rizka, redaktur Mojok bahkan menegaskan dirinya sudah kehilangan selera menulis soal Rachel Vennya dan selebgram. Maklum, menurut Ajeng, selebgram itu dekat sekali dengan blunder. Oleh sebab itu, nggak ada pelajaran yang bisa dipetik dari sikap selebgram satu ini.
Beneran, nama Rachel terlalu dekat dengan kontroversi. Mulai dari zaman pacaran, pernikahan mewah, perceraian, sampai kasus-kasus sepele, tapi nyebelin semacam doxxing haters, ngelabrak detik forum, tas ratusan juta, dan berselisih sama klien endorsement.
Terakhir, Rachel Vennya memanipulasi dan kabur dari karantina demi party with bestie. Dia bilang kangen anak sehingga kabur dari karantina? Omong kosong. Hal ini terbukti di persidangan ketika dia mengaku menyuap petugas dengan duit Rp40 juta supaya bisa kabur dari karantina.
Seorang selebgram, menggunakan anaknya yang tidak berdosa sebagai dalih kejahatan. Setelah itu, dia membahayakan hidup teman-temannya sendiri ketika kabur dari karantina. Dosanya saja sudah combo. Namun, tetap saja, dia tidak dipenjara karena menurut hakim, dia anak yang “sopan”.
Menggelikan….
Sebenarnya, kita nggak heran ketika Rachel Vennya nggak dihukum penjara ketika kabur dari karantina. Apalagi disebut hakim sudah berkelakuan “sopan”. Namun, yang kita harapkan adalah kasus suap yang dia lakukan dihukum seberat mungkin.
Suap, korupsi, kolusi adalah borok yang tidak mungkin lagi dihilangkan dari Indonesia. Kini, berkat Rachel Vennya, seorang influencer tidak hanya jago memengaruhi konsumen, tapi juga bisa meng-influence hukum. Asal ada uang, mbak pasti disayang. Begitu?
Petugas hukum harus tahu bahwa ingatan netizen itu semakin panjang berkat dua hal. Pertama, jejak digital. Kedua, saat ini, semua hal bisa viral dengan mudah. Kalau nggak punya menejemen konten dan wording yang bagus, para penegak hukum akan bisa dengan mudah membuat kesalahan dan viral.
Netizen masih bisa dengan mudah menemukan “berita kesedihan” ketika Nenek Asyani, yang mencuri tujuh batang kayu sepanjang 15 sentimeter pernah terancam hukuman lima tahun penjara.
Untuk menyegarkan ingatan pembaca, Nenek Asyani ini memungut kayu-kayu yang dulu ditebang oleh almarhum suaminya. Namun, pihak Perhutani mengklaim kayu-kayu tersebut diambil dari lahan mereka. Maka jadi sudah, nenek renta itu diseret ke pengadilan. Bahkan Nenek Asyani sempat mohon ampun sampai berlutut di depan hakim.
Kurang sopan apa lagi Nenek Asyani?
Ingatan akan “berita kesedihan” Nenek Asyani ini terpanggil ulang berkat dua hal di atas. Selamanya, hingga kelak kiamat datang, kasus Rachel Vennya, seorang influencer yang menyuap petugas untuk menghindari kewajibannya akan terus dikenang.
Jangan-jangan kelak ketika kiamat dan terjadi pengadilan terakhir, Rachel masih berusaha menyuap petugas akhirat demi lolos dari api penyucian? Asal berkelakuan sopan dan punya uang banyak, kan?
Sampai titik ini, saya tidak setuju dengan pernyataan Ajeng Rizka bahwa tidak ada pelajaran dari kasus Rachel Vennya. Menurut saya ada satu pelajaran krusial.
Menurut saya, uang memang nggak bisa menyelesaikan masalah. Namun, kalau uangnya banyak, masalah bisa diselesaikan secara sopan. Terutama di Indonesia, di mana hukum akan selalu tajam ke bawah, tapi impoten ke atas.
BACA JUGA Segala Kemudahan yang Menaungi Rachel Vennya dan Romantika Receh Wartawan Magang dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.