Pramuka adalah Ekskul yang Layak Dibenci dan Patut Disukai

tatcipaparerahedibesu pramuka tepuk pramuka susu sungai hiking tali temali PBB bertongkat jambore nasional mental kedisiplinan ekstrakurikuler pramuka wajib diikuti mojok.co

tatcipaparerahedibesu pramuka tepuk pramuka susu sungai hiking tali temali PBB bertongkat jambore nasional mental kedisiplinan ekstrakurikuler pramuka wajib diikuti mojok.co

MOJOK.COPramuka banyak melahirkan komedi dan tragedi, keceriaan dan kesedihan. Sebagai ekstrakurikuler wajib, Pramuka bisa sangat menyebalkan sekaligus menyenangkan. Ngomongin Pramuka tidak pernah selesai, kecuali kalau ketiduran.

Saya pernah begitu senangnya mengikuti kegiatan Pramuka saat SMP, bahkan sampai dikirim mengikuti Pesta Siaga tingkat kabupaten. Kami sering berlatih sampai sore, ketika minggu pun saya masih telaten menghafalkan gerakan PBB bertongkat.

Iya, baris berbaris pakai tongkat Pramuka dan melakukan gerakan variasinya itu keren banget kalau dilihat. Tidak lupa, kakak pembina sering ngajakin saya dan teman-teman buat susur sungai (tentu nggak saat musim hujan sih) dan hiking di Gunung Prau. Saya inget banget di jalan kami ramai-ramai menyanyi lagu “Apuse” sambil ngemil kacang Mayashi.

Otomatis muka dan kulit saya jadi hitam legam gara-gara passion saya ketika SMP adalah latihan Pramuka. Sudah nggak terhitung berapa luka sayatan akibat jatuh tergelincir di hutan. Bahkan semenjak ikut latihan rapling, saya jadi suka ketinggian. Ajaib!

Pramuka lebih dari sekadar persaudaraan bagi saya. Ia juga mengajarkan saya jadi cewek tomboy yang tahan banting. Ibarat kata, ekstrakurikuler wajib ini turut andil dalam menempa karakter saya yang jadi lumayan rebel ini.

Tahun berganti, saya masuk SMA saya jadi benci setengah mati dengan Pramuka. Perkaranya kompleks, saya pernah dibentak sama kakak pembina, “Woy, dasar kamu otak muntul!” padahal saat itu saya belum tahu kalau muntul itu artinya ubi. Kayaknya ini juga ada hubungannya dengan kekagetan saya terhadap orang ngapak yang pas ngobrol aja kedengeran kayak marah-marah.

Beberapa kali ikutan Persami, pengalamannya selalu menyebalkan. Jam tidur yang kurang, jurit malam yang nggak jelas, sampai acara baris-berbaris yang banyak dibentak. Belum lagi atributnya yang terlalu anyak, aduuuh, kalau ketinggalan salah satunya saja bisa dihukum, Coy! Saya sampai heran kok ada ya kawan saya yang cinta mati ikut latihan Pramuka saat SMA. Bahkan beberapa ikutan Jambore Nasional, ikutan ujian tingkat dan ikutan membina latihan anak-anak SD.

Sebenarnya saya miris dengan apa yang beredar di media sosial, tentang anak Pramuka yang sering terlihat renang di kubangan. Makan kembulan dari nasi yang diletakkan begitu saja di tanah. Pramuka sebenarnya nggak sehina itu, dari apa yang saya alami ketika SMP. Embel-embel latihan mental kedisplinan jadi senjata. Ujungnya kegiatan semacam ini jadi objek olok-olok berjamaah.

Bagaimana pun, saya turut berduka dengan tragedi SMP N 1 Turi yang terdampak musibah ketika rombongan anak-anak melakukan susur sungai. Namun saya nggak bisa nyalahin Pramukanya, pun nggak bisa membelanya.

Sebenci-bencinya saya terhadap Pramuka ketika saya SMA, saya nggak bisa menghindarinya. Saya sampai cari tahu peraturan yang benar-benar mengharuskan ekstrakurikuler edgy ini wajib diikuti. Karena sungguh ini pemaksaan jiwa remaja yang sedang ingin bebas.

Saya nggak tahan, saya sudah kepalang nggak suka dengan latihan kedisplinan yang menjemukan. Saya juga jadi skeptis kenapa kakak pembina Pramuka selalu dipanggil kakak walau mereka sudah tua. Kan nggak sopan, ya?

Menurut UU no 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, ditambah Peraturan Menteri No. 63 Tahun 2014 saya menemukan bahwa ekstrakurikuler seragam coklat ini memang wajib diikuti siswa. Saya lemes. Saya nggak bisa apa-apa selain memenuhi kuota absen dan datang ke sekolah setiap Jumat sore.

Semakin dewasa, saya menemukan banyak banget kawan yang juga membenci latian Pramuka. Tepuk Pramuka jadi lucu-lucuan, padahal zaman dulu saya sangat menghormatinya. Sampai sekarang saya hafal Dasa Dharma, meski saya nggak pernah tahu implementasi nyatanya buat kehidupan sehari-hari itu apa. Gambaran kalimatnya terlalu abstrak.

Teman-teman saya di kampus saat kuliah bahkan menceritakan betapa Pramuka adalah ekstrakurikuler yang paling dibenci orang-orang. Saya jadi menyangka kalau sebenarnya Pramuka itu masih menyenangkan bagi sebagian anak-anak yang menyukai petualangan. Tapi bagi remaja beranjak dewasa yang nggak bisa anteng, mereka merasa terkekang.

Itulah kenapa kakak pembina akan selalu jadi kakak, kalau sudah ‘bapak’ kegiatannya jadi nggak seru lagi buat diceng-cengin.

BACA JUGA 3 Tersangka Tewasnya 10 Siswi SMPN 1 Turi dan Fakta-Fakta yang Bikin Emosi atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version