Para Rekrutan Jokowi yang Mengguncang Dunia Persilatan

Mendengar Alasan Para Perempuan Belajar Muay Thai: Lebih Efektif Buat Bela Diri, Tanpa Perlu Gimik Tenaga Dalam Khodam.MOJOK.CO

Ilustrasi Mendengar Alasan Para Perempuan Belajar Muay Thai: Lebih Efektif Buat Bela Diri, Tanpa Perlu Gimik Tenaga Dalam Khodam (Mojok.co)

MOJOK.CO Seperti jendela transfer pemain di sepak bola, perekrutan di bursa politik tak kalah panas. Rekrutan Jokowi sempat mengguncang dunia persilatan.

Pada titik tertentu, Pilpres 2019 sedikit-banyak mirip dengan peliknya bursa transfer sepak bola dunia. Jual-beli pemain yang alot, pergantian pelatih yang bikin heboh kadarnya sama seperti perombakan personel-personel di satu buku pasangan calon. Mencari figur yang berkualitas, tahan tekanan, cerdik, punya pengaruh, dan lain sebagainya.

Sebagai tim juara a.k.a petahana, Jokowi juga sangat aktif di “bursa transfer”. Ini persiapan menyambut musim baru alias Pilpres 2019. Melepas beberapa orang atau pemain yang tidak lagi punya peran signifikan, lalu merekrut mereka yang dibutuhkan. Beberapa rekrutan Jokowi menjadi sorotan, bahkan menimbulkan kegaduhan di dunia persilatan, alias kehidupan politik Indonesia.

Ada yang nampaknya akan memberikan kesuksesan, tetapi ada juga yang langsung ditendang lantaran malah bikin kontroversi. Yah, mungkin terlalu senang direkrut pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin yang di berbagai survei unggul elektabilitas dibandingkan pasangan Prabowo dan Sandiaga Uno. Saking senangnya, lantas menyerang lawan secara membabi-buta. Langsung semprit, kasih espulso, alias kartu merah.

Siapa saja rekrutan Jokowi yang bikin panas media sosial dan politik Indonesia?

Rekrutan pertama adalah Yusril Ihza Mahendra. Ketum Partai Bulan Bintang tersebut, sebelumnya, disebut sangat dekat dengan kubu Prabowo menjelang Ijtima Ulama. Namun, kedekatan itu sedikit merenggang ketika Prabowo memilih Sandiaga Uno sebagai pasangannya di Pilpres 2019. Hingga Oktober 2018, posisi PBB masih belum jelas. Bahkan, PBB cenderung netral untuk Pilpres 2019.

Namun, banyak kader PBB yang memang pada dasarnya mendukung Prabowo. Agustus 2018, PKS mengungkapkan bahwa dukungan PBB untuk Prabowo sifatnya sangat penting. Seperti bersahutan, satu bulan kemudian, Gerindra mengklaim bahwa PBB sudah resmi mendukung Prabowo. Sayang, plot twist terjadi.

Yusril Ihza Mahendra, sebagai Ketua Umum, justru menjadi pengacara paslon nomor satu. Memang, “posisi” Yusril Ihza saat ini adalah posisi profesional. Seharusnya, tidak mutlak dibaca sebagai dukungan kepada salah satu calon. Toh kita tidak tahu siapa yang dicoblos Pak Yusril Ihza di bilik suara. Namun, politik membuat pemikiran seperti itu tak berlaku dominan.

Ketika ketum suatu partai dekat dengan salah satu pasangan calon, ia akan disebut sudah meletakkan dukungannya. Oleh sebab itu, ketika para kadernya mendukung Prabowo, sang kepala justru mendekat ke Jokowi. Kubu Jokowi seperti mendapatkan sebuah kunci untuk mengamankan suara Partai Bulan Bintang. Seperti seorang pembalap, Jokowi menikung Prabowo secara tiba-tiba.

Merapatnya Yusril ke kubu Jokowi mendapatkan resistensi yang cukup keras. Bahkan, ada sebuah tulisan yang menyebut “kepindahan” ini sebagai pengkhianatan intelektual. Sungguh kepindahan yang tidak diduga-duga sebelumnya.

Nah, rekrutan kedua adalah sosok kunci dari bersedianya Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara kubu petahan. Sosok yang dimaksud adalah Erick Thohir yang saat ini memegang posisi Ketua Tim Kampanye (TKN) Jokowi dan Ma’ruf Amin. Pertemuan antara Erick dan Yusril menjadi titik penting dari merapatnya Ketum PBB tersebut.

Erick Thohir, yang juga menjabat sebagai Ketua Inasgoc disebut sebagai sosok penting dari kesuksesan penyelenggaraan Asian Games. Menurut penuturan dari salah satu volunteer Asian Games, Erick Thohir adalah sosok yang begitu dekat dengan orang-orang di bawahnya. Ia bisa memahami pola pikir milenial. Sebagai sosok yang visioner, Erick adalah sosok yang hangat.

Berhasil meminang Erick sebagai Ketua Tim Kampanye menjadi sebuah kejutan. Di samping seorang pengusaha yang sukses, mantan presiden Inter Milan tersebut juga negositor yang andal. Diprediksi akan merekrut tokoh senior, Jokowi menjatuhkan pilihan kepada sosok muda: Erick Thohir.

Rekrutan ketiga yang tidak perlu ditanya lagi soal cara bikin kontroversi adalah…drum rooollll…Farhat Abbas. Bahkan sebelum bekerja secara optimal, Farhat Abbas sudah kehilangan pekerjaannya sebagai juru bicara Jokowi.

Pada awalnya, Farhat Abbas dianggap akan dijadikan “tembok” oleh kubu petahana. Tujuannya untuk mengimbangi Fadli Zon dan para pendukung Prabowo yang sangat vokal. Namun, begitu memegang posisi penting, Farhat Abbas justru langsung bikin kontroversi.

Farhat Abbas bilang bahwa mereka yang tidak memilih Jokowi di Pilpres 2019 akan masuk neraka. Mendengar juru bicaranya malah bikin kontroversi, bukannya menangkalnya, tim sukses Jokowi mengambil tindakan tegas. Farhat Abbas dinonaktifkan dari posisinya sebagai juru bicara. Langsung kartu merah demi kampanye yang aman dan damai. Niatnya sih begitu.

Nah, rekrutan keempat, yang paling bikin terkejut, siapa lagi kalau bukan Ma’ruf Amin. Sebelumnya, nama-nama seperti Muhaimin Iskandar, Tuan Guru Bajang, Moeldoko, Sri Mulyani, dan KH Said Aqil Siradj yang menyeruak. Bahkan, setelah Jokowi memberi kisi-kisi bahwa pendampingnya punya inisial “M”, nama Ma’ruf Amin belum menjadi “gacoan”.

Saat itu, semua petunjuk seperti mengarah kepada Mahfud MD. Politisi berpengalaman, sangat NU, dan sudah dikenal luas. Namun, di detik-detik akhir, Jokowi memilih sosok yang “memegang stempel halal” secara langsung. Pemilihan ini dianggap sebagai usaha petahana untuk membentengi dirinya dari serangan-serangan dengan muatan agama.

Terlepas dari semua latar belakang, penunjukkan Ma’ruf Amin membuat jendela transfer politik Indonesia bergejolak. Bahkan gejolaknya masih terasa sampai saat ini.

Exit mobile version