MOJOK.CO – Untuk kamu-kamu di luar sana, yang kebetulan terjebak berdebat dengan orang goblok belakangan ini. Nah, ini ada beberapa panduan yang bisa kamu coba.
Hampir semua orang sepakat, berdebat dengan orang goblok itu adalah pekerjaan sia-sia. Kalah memalukan, menang nggak bisa jadi kebanggaan. Lah iya dong, apanya yang keren menang debat sama orang goblok?
Ibarat Real Madrid mau meladeni latih tanding dengan tim Tarakan FC, sudah sejak awal persetujuan mau meladeni latih tanding aja keliru total. Selain bisa bikin cedera serius di otak kamu yang mahal, menang kalah nggak menambah kadar intelektual pula. Bukannya upgrade, malah downgrade.
Namun, ada kalanya muncul situasi yang mengharuskan orang mau repot berdebat dengan orang goblok. Terutama untuk situasi di mana kegoblokan macam ini bisa mencelakakan orang lain. Ya seperti kasus corona terbaru, di mana masih aja muncul orang-orang yang menolak social distancing dengan embel-embel agama.
Mau berbusa-busa logika dan dalil agama yang dipaparkan, orang-orang ini masih aja ngeyel dengan kegoblokannya bahwa agama hadir udah jadi solusi tanpa perlu peduli lagi. Seolah menafikan bahwa banyak pula pemuka agama yang telah menyuruh umatnya untuk BERPIKIR juga.
Nah, untuk kamu-kamu di luar sana, yang kebetulan terjebak berdebat dengan orang model begini. Nih, ada beberapa panduan yang bisa diterapkan.
Tetep have fun
Baiklah, kita semua tahu, berdebat dengan orang goblok itu selalu berhasil menyentil emosi. Terutama kalau orang goblok ini membicarakan hal di luar substansi plus malah mulai menyerang personal.
Contohnya, “Lah kamu aja ngomongnya kayak emak-emak di pasar gitu, mana bisa dipercaya, tolol?”
Itu adalah salah satu contoh bagaimana orang goblok bisa memantik rasa amarah dari lawan debatnya. Bukan demi mencecar pesan yang kamu sampaikan, tapi sedang “membunuh karakter si pembawa pesan”.
Tujuannya cuma satu, kamu jadi marah lantas ambyar udah argumentasimu. Di saat kamu terpancing emosi, di saat itulah kamu kalah.
Ya iya dong, sama orang goblok kok bisa-bisanya marah? Kamu goblok atau gimana?
Cara berpikir yang bisa membuatmu bertahan adalah tetap anggap itu sebagai permainan yang menyenangkan. Ingat, kamu sedang berhadapan dengan orang goblok, bukan sama calon mertua, jadi nggak perlu serius-serius amat.
Tetap ofensif
Cara bertahan terbaik adalah selalu menyerang. Ini cukup ampuh dipraktikkan di segala lini kompetisi. Dari main bola, main dakon, main remi, sampai permainan debat dengan orang goblok.
Salah satu hal yang sering dilupakan oleh kita ketika didebat orang goblok adalah kita sering terlena untuk mempertahankan argumentasi yang sudah disampaikan. Sehingga jadi sibuk menjawab satu demi satu pertanyaan-pertanyaan goblok.
Contohnya, saat bilang bahwa ada baiknya ibadah di rumah saja jangan di masjid dulu untuk daerah-daerah yang rawan corona, lalu orang goblok ini malah menyeru untuk tetap meramaikan masjid. Di saat bersamaan ada aja orang-orang goblok yang masih percaya seruan pembatasan ini adalah konspirasi agar umat Islam jauh dari masjid.
“Lah, kenapa masjid aja yang disuruh dikosongkan, tempat ibadah lain nggak disuruh ngosongin tuh? Mal dan pusat belanjaan masih ramai juga tuh?”
Tanpa mau peduli bahwa seruan ini datang dari Majelis Ulama Indonesia, lembaga yang emang khusus ngurusi umat Islam doang, bukan ngurusi umat non-muslim atau ngurusi pengunjung mal.
Nah, ketika kamu mendapati pertanyaan goblok kayak gitu, ada baiknya kamu jangan berada pada situasi defensif. Jangan sampai kamu ngejawab ala kadarnya. Dengan niat hati ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Jangan, plis, jangan.
Percaya aja, khusus untuk ngadepin orang model kayak begini, jangan pernah berniat memberi pencerahan. Soalnya orang begini bukan nyari pencerahan, mereka cuma orang cari keributan.
Oleh karena itu, ada baiknya kamu ofensif. Mencari premis-premis orang ini. Bukan malah menunggu ditanya-tanya mulu. Misalnya, ketika kamu ditanya seperti contoh di atas tadi. Cara terbaik adalah jangan kamu jawab, tapi balik tanyain.
Misalnya kamu bisa tanya, “Kok tahu tempat ibadah lain nggak dikosongin? Ibadahnya nggak di masjid ya, Mas?”
Atau tanya kayak gini, “Kok sampeyan tahu mal dan pusat perbelanjaan masih ramai? Sampeyan masih doyan ke mal ya?”
Nah, di saat orang ini bakal sibuk menyiapkan jawaban, di situlah ketololan demi ketololan akan muncul dengan sendirinya. Kalau orang ini ngejawab, pakai lagi jawaban itu sebagai bahan untuk bertanya lagi.
Pakai jurus satire
Orang goblok selalu suka dianggap pandai. Sebab, ya mana ada sih orang yang mau dibilang goblok? Di alam bawah sadar orang ini pun selalu muncul perasaan jemawa, “Wah, saya ini pinter banget sebenarnya. Cuma saya nggak dapet kesempatan aja sih.”
Nah, oleh sebab itu, panduan berikutnya menghadapi orang goblok adalah dengan memujinya setinggi mungkin. Sanjung setiap premis-premis yang keluar dengan kekaguman tingkat tinggi. Plus jangan sampai mendebat dengan kalimat-kalimat sarkas.
Kayak contoh tadi misalnya, “Kok sampeyan tahu tempat ibadah yang lain nggak dikosongin? Sampeyan ibadahnya nggak di masjid atau bijimana?”
Jangan begitu. Itu contoh kalimat sarkas. Nah, sedangkan ini contoh kalimat satire yang bisa kamu pakai.
“Sampeyan memang betul-betul agen toleransi ya? Bahkan sampai tahu betul rumah ibadah lain nggak dikosongin. Benar-benar salut saya.”
Atau…
“Bahkan dalam situasi pandemi yang ngeri begini, sampeyan sempet-sempetnya survei ke mal dan pusat belanjaan untuk tahu di sana ramai atau nggak.”
Kalau sampai orang ini akhirnya malah merasa benar-benar tersanjung dengan kalimat-kalimat barusan, itu artinya kamu sedang berdebat dengan orang goblok level makrifat betulan. Dan tidak ada faedahnya lagi kamu ngotot berdebat kalau ketemu orang model begini.
Soalnya, kalau kata kawan saya Agus Mulyadi, “Berdebat dengan orang goblok itu seperti berkelahi dengan babi di kubangan lumpur. Kamunya makin capek, tapi babinya makin girang.”
BACA JUGA Asal-Usul Sikap Goblok atau tulisan soal KEGOBLOKAN lainnya.