MOJOK.CO – Nora tidak “menjinakkan” Jerinx. Dia memberi pilihan sebagai sebuah bentuk akan cinta sederhana yang justru membebaskan.
All Hail The Queen. Nora memberi nama akun Twitter-nya dengan sebuah ungkapan yang menggelitik. Kalau tidak mengikuti kasus Jerinx, kamu tidak akan mendapatkan sensasi menyenangkan ketika membaca nama akunnya. Kesannya sombong karena memuji diri sendiri.
Namun, jika mengikuti keramaian di sekitar nama Jerinx, ungkapan “all hail the queen” itu akan menemui kebenarannya. Nora layak mendapatkan pujian itu. Atas nama segala kesabaran, keberanian untuk menantang haters, dan ketegasannya kepada seniman keras kepala, Nora layak ditempatkan di posisi paling tinggi.
Nora punya banyak kelemahan. Dia juga manusia. Tidak kurang, tidak lebih. Terkadang, dia terlalu berlebihan ketika merespons haters. Yah, karena pada dasarnya Nora tak perlu menanggapi sekumpulan orang brengsek yang gonggongannya hanya keras di media sosial. Namun, saya memahami sikapnya untuk menantang balik.
Dengan caranya sendiri, Nora sedang berusaha keras untuk mempertahankan pernikahannya. Kalau sudah bicara “demi keutuhan rumah tangga”, tidak ada orang yang berhak menjatuhkan hukuman untuk Nora dan Jerinx sendiri. Masing-masing pasangan punya cara untuk menyelamatkan hubungan yang dari awal dibangun dengan cinta. Kita tak punya hak untuk menghakimi mereka.
Kini, usaha Nora untuk bersabar dan meneguhkan diri di tengah prahara yang dipantik Jerinx berbuah manis. Jerinx menarik diri dari kisruh soal Covid-19. Tidak hanya itu, penggebuk drum Superman is Dead itu akhirnya mau divaksin juga.
Semakin banyak pujian yang dialamatkan kepada Nora. Dia dianggap berhasil “menjinakkan” seorang Jerinx yang keras itu. Saya sendiri kurang setuju dengan ungkapan “menjinakkan” itu.
Nora tidak bikin Jerinx jinak. Dia memberi Jerinx berbagai pilihan. Pada titik tertentu, kesadaran dan kebesaran hati untuk memberi pilihan kepada pasangan adalah wujud cinta sesungguhnya. Bagi saya pribadi, cinta tidak pernah memaksa. Dia membebaskan. Termasuk menentukan pilihan, demi kebaikan bersama.
Akhirnya Vaksin juga, dan mau menerima saran dari aku juga 🙏🏻, yuk sama2 kita dukung Indonesia agar lekas bangkit 👍🏻 pic.twitter.com/TDrhiDdyL4
— 𝑨𝑳𝑳 𝑯𝑨𝑰𝑳 𝑻𝑯𝑬 𝑸𝑼𝑬𝑬𝑵 🏴☠️ (@VLAMINORA) August 15, 2021
Sudah hampir dua tahun saya menikah. Puji Tuhan, tidak lama lagi, saya dan istri akan diberkahi dengan keturunan. Pernikahan kami memang belum ada dua tahun. Sejauh ini, semuanya berjalan dengan aman dan nyaman karena perjuangan batin yang kami alami sudah tuntas di belakang.
Saya dan istri melewati masa pacaran selama hampir 10 tahun. Dua tahun pertama diwarnai oleh ego masing-masing. Kami merasa tidak ada yang mau berbesar hati untuk sekadar memberi pilihan. Ke-aku-an itu terasa begitu hebat.
Semuanya berubah di delapan tahun selanjutnya. Istri saya bukan jenis istri yang bisa dengan lugas mengkonfrontasi segala masalah. Berbeda 180 derajat dengan saya. Yang dia pilih ketika marah adalah tidur. Iya, tidur memberinya ketenangan dan “momen lupa” akan segala masalah.
Namun, suatu ketika, dia memberi saya pilihan. Mau berubah atau bubar saja. Dulu, saya punya masalah dengan kemampuan mengontrol emosi. Saya terlalu mudah terbawa ego dan ke-aku-an. Kami mengambil jarak selama satu tahun lamanya supaya saya bisa berubah.
Dalam proses penyembuhan, mentor saya menegaskan satu hal. Dia bilang begini: “Kamu beruntung karena masih diberi pilihan. Tidak banyak orang di luar sana yang punya pilihan. Maunya bertahan karena masih saling mencintai, tapi terpaksa bubar karena tak punya waktu untuk menenangkan dan mengubah diri.”
Hati saya terhantam dengan keras. Mentor saya melanjutkan: “Kamu mau disakiti? Tentu nggak mau. Kalau nggak mau, ya jangan menyakiti orang lain. Hidup kamu dibuat simpel seperti itu saja. Dengarkan orang lain dengan baik. Belajar mendengar itu belajar untuk menghargai keberadaan orang lain.”
Saya melewati satu tahun penuh untuk belajar mengontrol emosi bersama mentor saya ini. Banyak hal yang kami bahas dan dua kalimat di atas yang paling membekas sampai saat ini.
Saya membayangkan Jerinx berada dalam posisi saya dulu. Dia masih beruntung karena Nora memberinya pilihan. Kalau cinta sudah tidak ada, Nora bisa dengan mudah meminta cerai. Namun, sepanjang masa-masa berat itu, dia tidak melakukannya.
Pilihan yang diberikan Nora artinya masih menghargai keberadaan Jerinx. Tahukah kamu, bagi laki-laki, bagi kepala rumah tangga, masih punya pilihan adalah sebuah kemewahan. Bagi saya pribadi, tidak dihormati dan tidak dihargai oleh istri sendiri itu sebuah kegagalan. Bagi sebagian laki-laki, dianggap gagal itu menyakitkan.
Ketika masih diberi pilihan, Jerinx punya ruang untuk berpikir dan menentukan sikap. Maka, ketika dia mau berubah, perubahan itu berasal dari dalam diri sendiri. Bukan karena paksaan saja. Yah, kelak, kalau dia masih berulah, berarti antara dirinya dan ego di dalam kepala belum sepenuhnya berdamai.
Yah, bentuk-bentuk cinta itu memang sederhana. Ucapan selamat pagi, misalnya, termasuk juga memberi pilihan kepada pasangan.
Pada akhirnya, mencintai seseorang adalah sebuah usaha untuk berlutut di depan kebesaran hati yang membebaskan. Bukan mengikat, apalagi membatasi.
BACA JUGA Dari Mbak Nora Kita Belajar, Kebebasan Ekspresi Bukan Tanggung Jawab Pasangan dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.