Negara Udah Sekacau Gini, Kenapa Kita Belum Juga Revolusi?

Negara Udah Sekacau Gini, Kenapa Kita Belum Juga Revolusi? Saatnya Mengeluarkan 2 Cara Terakhir Memperbaiki Indonesia mojok.co

Negara Udah Sekacau Gini, Kenapa Kita Belum Juga Revolusi?

MOJOK.CODilarang mudik, silakan piknik. Nyentil presiden dikit, ramai-ramai dicubit. Udah sekacau gini, kenapa nggak revolusi-revolusi?

“Negara udah sekacau gini, kenapa kita belum revolusi-revolusi juga yak?” tanya teman sekantor tiba-tiba.

Saya ketawa mendengarnya. Bukan, bukan ketawa karena ingin mengejek ide revolusi yang muncul dari pertanyaan itu. Saya tertawa karena… memang rakyat Indonesia semenderita apa sampai harus ada ide revolusi segala?

Gini ya, sebagai negara yang sudah dalam perjalanan begitu luar biasa oleh Presiden yang tak pernah ingkar janji dan selalu konsisten dalam perbuatan maupun perkataan, berikut juga dengan pejabat-pejabat yang begitu dekat dengan rakyat, plus partai dominan yang tak peduli dengan kekuasaan, Indonesia sebenarnya sedang beranjak menuju ke arah kegemilangan yang haqiqi.

Kita bisa bikin daftar itu satu demi satu soal prestasi demi prestasi pemerintah yang bahkan sudah menyilaukan dunia internasional dan alam gaib.

Misalnya, untuk penanganan korupsi saja deh. Sudah hampir beberapa tahun ini, tak banyak lagi berita-berita mengenai pejabat yang ditangkap KPK. Ini menandakan angka ketahuan korupsi di Indonesia sudah menurun drastis. Prestasi luar biasa.

Presiden juga sudah koar sejak dulu kalau dia janji akan memperkuat KPK. Dan sebagai Presiden yang sangat jago soal penguatan infrastruktur, kurang apalagi sih penguatan yang sudah dikasih ke KPK oleh pemerintah?

Pimpinannya aja dari kesatuan kepolisian, institusi aparat paling bersih sepanjang sejarah Indonesia. Penguji Tes Wawasan Kebangsaan pun diduga melibatkan peran intelejen yang punya jiwa patriotisme begitu tinggi. Ketua KPK pun tak mengapa kalau mau naik helikopter jika mau berkendara ke mana-mana.

Jadi, kurang kuat apalagi infrastruktur untuk KPK?

Ini belum dengan memasukkan penanganan pandemi yang luar biasa oleh Pemerintah Indonesia. Masyarakat kebanyakan dibiarkan berjuang secara mandiri di rumahnya masing-masing. Ini pendidikan yang luar biasa guna membuktikan bahwa Indonesia merupakan bangsa yang kuat.

Bahkan, langkah Pemerintah begitu canggih ketika tanpa sadar masyarakat diajak bergotong-royong untuk masuk ke tahap herd immunity. Penanganan pandemi dengan langkah brilian yang bisa menekan pengeluaran negara.

Kalaupun ada yang bocor pada kasus bantuan pandemi oleh pejabat-pejabat terkait, ya jangan dianggap dulu hal itu sebagai korupsi, anggap saja itu sebagai upeti rakyat terhadap pejabatnya. Wujud terima kasih kita sebagai rakyat biasa. Sudah dikasih sarden bansos yang keras kayak permen karet dan minyak goreng yang nggak ada mereknya ini.

Ini belum juga memasukkan kampanye ajaib soal: wisata boleh, piknik disarankan, tapi bagi orang miskin mohon jangan ke mana-mana.

Kalau terpaksa harus sakit dan sampai meninggal dunia, ya silakan bersabar karena itu bagian dari seleksi alam untuk menjadi Warga Negara Indonesia. Anggap saja itu TWK bagi segenap rakyat Indonesia. Bagi yang lolos, selamat. Bagi yang tidak lolos, silakan keluar. Tidak hanya dari Indonesia, tapi juga dari dunia ini.

Lagipula, kalau mau revolusi, kita ini mau revolusi ke siapa?

Pemerintah kita sudah memiliki banyak pendukung dan pecintanya. Hal ini sudah muncul di banyak media sosial dan banyak video YouTube. Dari Seword atau Cokro TV yang ada markibong-nya itu sudah menunjukkan betapa banyak prestasi Pemerintah.

Makanya, jangan baca berita dari majalah Tempo atau harian Kompas dong, terutama ketika media-media itu beritain broboknya Pemerintah. Bahkan kalau perlu, jangan suka membaca. Cukup nonton kontennya Atta atau main Free Fire aja.

Kalau kamu kok sampai berani menyentil Presiden, pemerintah, atau partai penguasa, ya wajar kalau kamu digeruduk oleh akun-akun influencer atau akun yang namanya ada banyak nomor di belakangnya. Kalau lagi apes banget, ya rasain kalau akun-akunmu atau nomor WhatsApp-mu diretas.

Kamu juga sih, kebanyakan baca informasi dari media-media yang berseberangan dengan Pemerintah. Sekali-kali rileks sejenak kenapa sih? Belajarlah untuk tidak peduli. Lagipula, kapan lagi ketidakpedulian bisa menjadi langkah untuk menyelamatkan diri di negeri gemah ripah loh jinawi ini?

Lagian, apa itu devide at impera yang dulu sempat dikerjakan kongsi dagang VOC dari Kerajaan Belanda? Itu mah ketinggalan zaman. Pelihara aja beberapa akun berpengaruh untuk membungkam penyentil-penyentil kadrun atau taliban yang berkeliaran di media sosial. Cepat, murah, efisien, dan tentu bikin rakyat saling adu argumen dengan sesama rakyat.

Selain itu, budaya Indonesia sendiri juga tidak mengenal apa itu arti revolusi. Dalam sejarah berabad-abad bangsa ini, kita lebih kenal apa itu evolusi. Perubahan di sini berjalan begitu lambat. Alon-alon asal kelakon. Itu budaya kita.

Kita butuh tiga abad lebih untuk menyadari bahwa bangsa kita dijajah oleh perusahaan “tambang” rempah-rempah bikinan Kerajaan Belanda. Kita butuh tiga dekade untuk menyadari bahwa kita dikuasai junta militer di bawah kendali Orde Baru. Orang Papua butuh bertahun-tahun untuk sadar tanahnya sedang dijajah perusahaan tambang yang keuntungan sahamnya dimiliki banyak orang-orang luar Papua.

Dan kalaupun ada yang menganggap pemerintahan ini rezim, saran saya, tak usah buru-buru untuk memprotes. Tunggu saja 32 tahun, nanti juga apa yang kamu anggap rezim ini bakal tumbang sendiri kok. Buat apa buru-buru kalau itu mengancam keselamatanmu? Keluargamu? Atau akun media sosialmu yang followers-nya tak seberapa itu?

Selain hal itu tadi, kenapa juga selalu Pemerintah yang jadi tempat berkeluh kesah atas kesalahan-kesalahan kamu-kamu?

Ingat, dalam sistem pemerintahan Indonesia terkini, ide-ide revolusi itu pamali dilakukan karena setiap keterpurukan bangsa itu terjadi semata-mata karena kesalahan rakyatnya. Ya kamu-kamu-kamu yang juga sedang baca tulisan ini.

Kalau ada jaksa yang menerima suap, itu jelas salah rakyatnya. Jika ada penyidik KPK yang diserang air keras oleh oknum kepolisian, itu juga salah rakyatnya. Dan jika penanganan pandemi terlambat sampai mengakibatkan ratusan ribu orang meninggal dunia, ya itu jelas salah rakyatnya juga.

Pemerintah yang ikut serta bikin kerumunan, bikin klaster-klaster baru kayak datang ke nikahan influencer terkenal, bikin acara ramai skala nasional macam Pilkada, mana bisa ditimpakan kesalahan serupa? Semua kan sudah diatur undang-undang.

Dan karena Pemerintah ada undang-undangnya sementara rakyat tidak, ya kalau Pemerintah bilang rakyat yang salah, ya berarti rakyat yang salah.

Terakhir, dan jadi penutup diskusi saya dengan teman saya yang lucu itu. Indonesia tidak butuh revolusi karena orang-orang kritis di Indonesia tidak lagi gampang peduli di dunia nyata. Mereka saat ini lebih peduli dengan engagement, jumlah followers, dan tagar yang berpotensi jadi trending.

Oleh karena itu, ketimbang sibuk memunculkan ide-ide revolusi, lebih baik kamu bikin donasi. Donasi untuk membantu sesamamu yang sekarang lagi sibuk menyelamatkan diri, karena penguasa negeri ini sudah lama untuk tidak peduli.

Sebab, simbol negara, jargon NKRI Harga Mati, dan ideologi Pancasila jauh lebih penting daripada nyawa-nyawa yang kini merenggang dan hanya dibutuhkan ketika ada Pilkada atau saat musim Pemilu nanti.


 

BACA JUGA 5 Keunggulan Bangsa Indonesia yang Tidak Dimiliki Bangsa Lainnya dan tulisan POJOKAN lainnya.

Exit mobile version