Sebelum pindah ke Muntilan Magelang, saya pernah tinggal di beberapa kota berbeda. Saya menghabiskan masa kecil dan remaja di Bekasi. Lalu merantau untuk kuliah ke Jogja. Setelah lulus kuliah, saya sempat tinggal di Serang Banten untuk bekerja, dan akhirnya tiga tahun lalu mantap menetap di Muntilan Magelang.
Awalnya saya pikir hidup di kota kecil kayak Muntilan bakal membosankan. Maaf-maaf saja, dari sekian banyak kota yang saya datangi, kok kayaknya cuma Muntilan yang vibes-nya suram. Nggak ada mal besar, nggak ada kafe kekinian kayak di Jogja, dan bahkan kebanyakan toko di sini sudah tutup sebelum jam 8 malam. Suram betul.
Akan tetapi siapa sangka justru kekurangan itu malah bikin Muntilan Magelang “menjebak” pendatang kayak saya. Saya menyesal pernah meremehkan Muntilan karena tinggal di sini ternyata nyaman.
Ritme hidup berjalan pelan tapi pasti di Muntilan Magelang
Saya menjadi saksi bahwa slow living nyata adanya di Muntilan Magelang. Warga nggak ada yang memulai hari mereka dengan terburu-buru di sini. Bahkan warung sayur langganan dan toko kebanyakan baru buka pukul 7 atau 8 pagi di sini. Waktu yang menurut saya sudah cukup siang mengingat waktu tinggal di Bekasi dulu, kebanyakan warung dan toko buka sejak pukul 6 pagi.
Jangan harap bisa melihat pemandangan kendaraan yang bermacet-macetan di pagi hari. Pada jam sibuk seperti pagi dan sore hari, jalanan Muntilan terasa seperti biasa saja. Hanya ada antrean kendaraan menunggu lampu hijau menyala. Nggak ada yang namanya riuh klakson, atau motor dan mobil yang berkendara berpacu dengan waktu. Nggak ada warga yang stres karena berkejaran dengan waktu di sini.
Kehidupan yang pelan tapi pasti itu bisa saya jumpai di Muntilan. Maka nggak usah heran apabila awal pindah ke sini, saya sempat terkejut di pagi hari dan membatin, “Udah jam segini kok masih sepi?”
Baca halaman selanjutnya: Makanan enak, murah, banyak…












