Merencanakan Selebrasi, padahal Ngajuin Judul Skripsi Saja Belum. Kebiasaan!

Khawatir tidak punya teman usai sidang skripsi

ilustrasi Merencanakan Selebrasi, padahal Ngajuin Judul Skripsi Saja Belum. Kebiasaan! mojok.co

MOJOK.CO – Belum juga ngajuin judul skripsi, sudah takut nggak ada yang menemani usai sidang dan takut selebrasi kelulusan bakal kentang. Tuman!

Sebelum benar-benar mengajukan judul skripsi ke dosen pembimbing, beberapa kawan seangkatan saya saat S-1 dulu sudah duluan lulus ujian proposal. Muka mereka semringah betul, mirip kembang pete baru mekar. Dengan mengenakan jas universitas, ia lalu mengajak serombongan kawannya berfoto di depan air mancur fakultas. Beberapa teman setianya ada yang membawakan bunga, membawakan bucket jajan, dan nggak sedikit yang sempat bikin atribut topi-topi ultah lengkap dengan balonnya.

Kalau boleh jujur, saya memang mahasiswa yang cukup lemot mengerjakan skripsi. Judul skripsi gonta-ganti, dan metode penelitian juga bongkar pasang. Ini adalah hal yang wajar. Tapi, selebrasi usai ujian sempro kawan-kawan saya tadi sedikit banyak memacu saya untuk ngebut. Meski kemalasanlah yang bakal menang, setidaknya memang ada sebuah pancingan untuk minimal ngajuin judul skripsi dulu lah, baru mimpi foto di depan air mancur fakultas.

Saya menyelesaikan kuliah sebanyak sepuluh semester, sebab dua semester lainnya saya habiskan dengan mengelilingi pantai-pantai perawan di Malang. Sebuah penyakit yang sering menjangkit mahasiswa-mahasiswa perantauan saat tinggal di Kota Malang. Terlepas dari dolan-dolan itu, memang benar saya juga melakukan selebrasi berkali-kali untuk merayakan kemenangan melawan rasa malas. Ujian magang, saya selebrasi kecil-kecilan, ujian sempro, saya berfoto di depan air mancur, kawan-kawan saya ngasih bucket sayur bayam merah, katanya biar sehat. Tidak lupa, mereka memberi selamat lewat banyak hal yang saya benci, yaitu balon bergambar Frozen dan Sophia the First. Kebangsatan macam inilah yang bikin saya susah lupa.

Setelah ujian atau sidang skripsi, saya juga kembali melakukan selebrasi yang sedikit lebih heboh. Kali ini makin banyak yang kasih hadiah. Saya dikalungi jajanan kemasan semacam Beng-beng, Smax Ring, dan sejenisnya. Sepulangnya dari sidang, saya juga masih sempat minum-minum soda. Iya, soda.

Tunggu dulu, masih ada selebrasi lagi setelah itu. Kamu pikir setelah wisuda saya lalu berdiam diri di kamar? Tidak, Saudaraku. Saya selebrasi lagi dan lebih heboh! Makan-makan satu geng wisuda, foto-foto dengan berbagai sirkel kawan yang berbeda, dengan berkalung selempang gelar, saya juga keliling kampus buat cari spot bagus. Ada yang kasih saya mahkota, ada yang kasih saya boneka, ada yang kasih sekotak cokelat, sementara saya lari-lari pakai kebaya dan riasan MUA yang cukup menor, riuh.

Meskipun menikmatinya, setelah perayaan yang panjang itu usai, ibu saya pernah bertanya sedikit menyindir. “Magang dirayain, ujian proposal dirayain, sampai wisuda dirayain terus, emang semua mahasiswa sekarang begitu ya, Jeng?”

Mau jawab “nggak”, tapi kenyataannya mahasiswa sekarang memang doyan banget merayakan sesuatu. Setiap langkah yang berhasil ditempuh dirayakan dengan senang-senang. Kalau dipikir-pikir, ini semacam tradisi yang nggak perlu, tapi diada-adain. Jangan salah paham, saya ngerti betul bersenang-senang usai melewati yang sulit itu patut dilakukan. Buktinya saya juga begitu. Sayangnya, kebiasaan ini bikin mahasiswa awal tahun pada ngiler dan berangan-angan duluan. Belum juga ngajuin judul skripsi sudah galau, grogi, dan nervous jika nantinya usai sidang dan wisuda, mereka nggak punya teman buat merayakan.

Saya juga nggak bisa menyalahkan mereka perkara “nggak punya teman”. Sobat rebahan yang nggak doyan nongkrong kayak saya juga berhak bahagia dan bersenang-senang atas apa yang mereka tempuh. Tapi, ketahuilah dik adikku sayang, selebrasi hanya dua persen dari proses kelulusan. Kerisauan mikirin selebrasi sebelum sempat mengajukan judul skripsi itu, konyol saja belum. Ngapain mengkhawatirkan hal yang belum pasti menyakitkan. Lagian, nggak selebrasi juga nggak masalah.

Sampai sekarang, yang saya dapat dari selebrasi itu kenangan dan kesenangan yang telah lalu. Selebrasi mahasiswa adalah sebuah upaya menghargai usaha yang telah berhasil dan bentuknya nggak cuma foto-foto di depan fakultas sambil pegang bucket bunga. Saya pernah mendapati seseorang yang saya kenal, mulai ujian magang, proposal, sampai sidang selalu dirayakan dengan lebay. Pakai karangan bunga sebesar ucapan belasungkawa. Hadeeeh, yang beginian malah memalukan, bakalan jadi bahan omongan satu angkatan.

Saran saya sih, jika sekiranya rangkaian selebrasi ini bikin ngiler dan memotivasimu buat lebih cepat mengajukan judul skripsi, ya bagus, tapi ingat-ingat aja selebrasi itu bisa dilakukan dengan beragam bentuk. Misalnya nih, usai sidang kamu pengin merayakannya sendirian, beli makanan yang sejak dulu kamu inginkan, travelling ke tempat-tempat asing, cari hidden gem kek, atau ya, rebahan seharian sambil mematikan ponsel dan laptop unbothered. Banyak lah caranya.

Nggak usah tuman, khawatir berlebihan nggak bakal ada kawan yang mendampingi di setiap langkah-langkah historismu melewati bangku perkuliahan. Halah, jangan kebiasaan menggantungkan kebahagiaanmu atas orang lain. Wong bahagia itu kamu yang merasakan, jangan digantungkan ke teman-teman yang sedikit pun nggak pernah hadir. Rayakan aja sama diri sendiri, sama keteguhanmu yang kokoh, kesabaranmu yang nggak pernah putus, dan komitmenmu buat menyelesaikan apa yang kamu mulai. Dachlach, jangan aneh-aneh, kerjain skripsimu dulu, gih!

BACA JUGA Skripsi Bukan Cuma Formalitas buat Lulus, di Dunia Kerja Kepakai kok! atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version