Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Menyesal Makan Sate Padang di Depok, Kalap dan Rakus Berakhir Malu-maluin dan Malah Demam

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
7 Agustus 2025
A A
Pertama Makan Sate Padang, Kalap Lagi dan Berujung Demam (Wikimedia Commons)

Pertama Makan Sate Padang, Kalap Lagi dan Berujung Demam (Wikimedia Commons)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dua hari yang lalu, saya menulis soal pengalaman pertama kali makan di warteg. Kenikmatan makan di warteg berujung penyesalan karena kalap dan habis banyak. Nah, sekarang saya akan menulis soal pengalaman pertama kali makan di sate padang yang juga berujung penyesalan. Lagi-lagi karena kalap.

Jadi, kalau kamu membaca tulisan pengalaman pertama kali makan di warteg, di sana saya menjelaskan soal mencoba hal-hal baru. Saya adalah orang yang nggak terlalu niat untuk mencoba hal baru. Apalagi soal makanan lantaran dulu saya kudu menghemat pengeluaran.

Namun, di sisi lain, saya juga sangat lemah dengan ajakan untuk makan enak. Saat akhirnya mencoba makan di warteg, seorang teman yang kos di dekat warung mengajak saya. Lantaran sangat lapar, saya akhirnya mencobanya dan berujung penyesalan. Kali ini, lagi-lagi, datang sebuah ajakan yang sulit saya tolak.

Saya sulit menolak ajakan untuk makan sate padang di depan Depok Sport Center, Sleman. Namanya sate padang Pariaman. Kata teman saya, sate padang di situ sudah cukup legendaris. Selain enak, harganya juga sangat terjangkau untuk dompet mahasiswa. Sudah begitu, saya kalah suara ketika voting mau makan di mana.

Kalah suara, makan sate padang

Nah, di dekat sate padang Pariaman itu ada sebuah warung sambal yang juga legendaris. Namanya Sambel Bawang Bu Santi. Tepatnya persis sebelum tikungan Jalan Babarsari dan Jalan Seturan Raya. Dulu, saya dan teman-teman saya cukup sering makan di sana, ketika harganya masih “agak bersahabat” dibanding sekarang.

Malam itu, mereka ingin sesuatu yang beda. Saya dan seorang teman ingin makan di Bu Santi. Namun, lima orang lainnya memilih sate padang Pariaman. Katanya, biar variasi saja. Masak sambal bawang terus, sesekali yang beda. Kalah suara, akhirnya saya menurut saya.

Gerobak sate padang Pariaman ini kecil saja. Si penjual membuka tenda khas warung makan di trotoar. Beberapa kursi plastik untuk duduk pengunjung langsung penuh ketika kami masuk ke tenda itu. Semua memesan menu yang sama. Minumannya juga seperti pada umumnya; es teh dan es jeruk. 

Ada yang beda di sana dan menarik perhatian saya. Saya tidak tahu istilah dalam Bahasa Minang. Oleh sebab itu, saya sebut saja keripik kentang balado atau keripik kentang pedas. Kebetulan, saya memang menggemari camilan itu. Inilah awal dari “bencana” karena kalap itu.

Nikmatnya sate padang Pariaman

Sejak SMA, saya sudah menggilai menu-menu warung nasi Padang. Nah, kalau sate padang sendiri, saya akan ragu. Ya mau gimana, untuk mendeteksi sebuah “benda”, indera yang pertama bekerja adalah mata. Biasanya sih begitu. Makanya, ketika melihat potongan daging yang kecil untuk sate padang, saya merasa ragu.

Salah saya adalah membandingkannya dengan sate kambing atau sate sapi. Iya, saya salah karena nggak menggunakan indera penciuman untuk kemudian mendeteksi. Dan malam itu, indera penglihatan, penciuman, rasa, dan sentuhan saya berpesta. Ternyata, mulai dari kuah santan hingga rasa dagingnya, sangat memuaskan.

Saya bukan ahli kuliner. Makanya, saya nggak bisa menjelaskan apa saja bumbu sate padang. Yang bisa saya deteksi adalah bumbunya bisa meresap ke dalam daging. Santan yang menemani juga cocok di lidah. Rasanya gurih dan sedikit pedas. Saya bersyukur kalah voting dan nggak makan di Bu Santi malam itu.

Kalap karena keripik kentang pedas

Semua teman saya makan dengan lahap. Salah satu teman saya mencomot keripik kentang pedas di meja dan meremasnya. Persis ketika kita menggado mie instan mentah. Setelah agak remuk, dia menuangkan keripik kentang pedas itu ke sate padangnya yang sudah habis separuh. 

Dia menyuapkan sepotong ketupat, potongan daging, dan sendoknya penuh kuah santan. Raut wajahnya menunjukkan rasa puas. Sebuah kepuasan yang langsung memantik rasa ingin tahu saya. Makanya, saya meniru teman saya. Persis langkah demi langkah.

Dan benar, rasa pedas dari keripik kentang pedas mengangkat makanan ini satu level. Begitu batin saya. Pedas memang kesukaan saya. Dengan cepat, keripik kentang pedas di piring saya tandas. Belum puas, saya mengambil lagi sebungkus, meremas, dan menuangkannya ke dalam sate padang saya.

Iklan

Saya melakukan itu sampai tiga kali. Teman saya sempat bilang jangan terlalu banyak ketika dia melihat saya mengambil keripik kentang pedas untuk kedua kalinya. Ah, peduli amat, pikir saya. Rasa yang baru, dan nikmat ini, mengejutkan dan saya tidak ingin “sudah” makan.

Tenggorokan panas, eh lalu demam

Saya salah lagi. Salah karena kalap. Pedasnya keripik kentang itu memang nikmat. Iya, nikmat di lidah. Ia juga memberi tekstur ke sate pedang yang lembut itu. 

Nikmat di lidah ternyata menjadi derita untuk tenggorokan. Seporsi sate padang, empat bungkus keripik kentang pedas, dan dua es teh yang saya hajar malam itu. Semuanya berakhir dengan siksaan. Beberapa jam setelah selesai makan, tenggorokan saya terasa mengganjal.

Pagi harinya, malah semakin perih. Saya mencoba minum air putih sebanyak mungkin. Tidak ada pengaruhnya. Siang harinya, suhu tubuh saja hampir 39 derajat. Resmi sudah, saya demam karena radang tenggorokan. Saya jadi agak dilema. Nikmat makanan baru, berakhir dengan saya sakit. Dan itu karena salah saya sendiri.

Sekarang, sate padang, khususnya Pariaman di Depok, Sleman, adalah salah satu menu favorit saya. Tapi memang, ini jenis makanan yang agaknya susah jadi menu sehari-hari. Maka, saya menjadikan sate padang sebagai makanan khusus. Khusus untuk merasakan sesuatu. Begitu.

Penulis: Yamadipati Seno

Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA 4 Dosa Besar yang Kerap Dilakukan Penikmat Sate Padang dan catatan lainnya di rubrik POJOKAN.

Terakhir diperbarui pada 8 Agustus 2025 oleh

Tags: Babarsaridepok slemandepok sport centersambal bu santisate padangsate padang pariamanseturan
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Minat baca warga Moyudan Sleman jauh lebih tinggi dari Depok yang jadi pusat perguruan tinggi MOJOK.CO
Mendalam

Minat Baca Warga Moyudan Sleman Jauh Lebih Tinggi dari Depok yang Jadi Pusat Perguruan Tinggi

8 Desember 2024
kos di seturan jogja.MOJOK.CO
Ragam

Kos di Seturan, Saksi Perantau Pas-pasan Kerja Keras Demi Sesuap Nasi Berdampingan dengan Kehidupan Elite Mahasiswa

12 Juli 2024
Sisi gelap kos Malang, GadingkasriMOJOK.CO
Ragam

Bagi Orang Malang, Babarsari Masih “Sepele” Kalau Dibanding Kampung Muharto: Kawasan yang Bikin Debt Collector Kocar-Kacir

20 Juni 2024
Saya Tinggal di Babarsari, Ngekos Bareng Debt Collector (DC) di Jogja, dan Saya Takut Sekaligus Merasa Terlindungi.MOJOK.CO
Ragam

Saya Tinggal di Babarsari, Ngekos Bareng Debt Collector, dan Saya Takut Sekaligus Merasa Terlindungi

20 Juni 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.